KISAH NABI MUHAMMAD SAW
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...
Ketika cahaya tauhid padam di muka bumi, maka
kegelapan yang tebal hampir saja menyelimuti akal. Di sana tidak tersisa
orang-orang yang bertauhid kecuali sedikit dari orang-orang yang masih
mempertahankan nilai-nilai ajaran tauhid. Maka Allah SWT berkehendak dengan
rahmat-Nya yang mulia untuk mengutus seorang rasul yang membawa ajaran langit
untuk mengakhiri penderitaan di tengah-tengah kehidupan. Dan ketika malam
mencekam, datanglah matahari para nabi. Kedatangan Nabi tersebut sebagai bukti
terkabulnya doa Nabi Ibrahim as kekasih Allah SWT, dan sebagai bukti kebenaran
berita gembira yang disampaikan oleh Nabi Isa as.
Allah SWT menyampaikan salawatnya kepada Nabi itu,
sebagai bentuk rahmat dan keberkahan. Para malaikat pun menyampaikan salawat
kepadanya sebagai bentuk pujian dan permintaan ampunan, sedangkan orang-orang
mukmin bersalawat kepadanya sebagai bentuk penghormatan. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya
bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk
Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (QS.
al-Azhab: 56)
Sebelumnya Allah SWT mengutus para nabi-Nya sebagai
rahmat kepada kaum dan zaman mereka saja, namun Allah SWT mengutus beliau saw
sebagai rahmat bagi alam semesta. Beliau saw datang dengan membawa rahmat yang
mutlak untuk kaum di zamannya dan untuk seluruh zaman. Allah SWT berfirman,
"Dan aku tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat
bagi alam semesta."
Hakikat dakwah para nabi sebelumnya adalah menyebarkan
Islam, begitu juga ajaran yang dibawa oleh Nabi yang terakhir adalah Islam.
Beliau saw adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib, anak seorang wanita
Quraisy. Beliau saw adalah pemimpin anak-anak Nabi Adam as. Beliau saw adalah
hamba Allah SWT dan Rasul-Nya, serta rahmat Allah SWT yang dihadiahkan
kepada umat manusia.
Beliau saw lahir di tanah Arab. Ketika itu malam
gelap, tiba-tiba Abdul Muthalib membayangkan bahwa matahari telah terbit, lalu
ia bangun dan ternyata mendapati dirinya di pertengahan malam, keheningan yang
luar biasa menyelimuti gurun yang terbentang. Ia menuju pintu kemah, lalu
menyaksikan bintang-bintang bersinar di langit, dan dunia tampak di selimuti
dengan malam. Ia kembali menutup pintu kemah dan tidur. Belum lama ia dikuasai
oleh rasa kantuk yang amat sangat, sehingga ia kembali bermimpi untuk kedua
kalinya. Segala sesuatunya tampak jelas kali ini, Sesungguhnya sesuatu yang
besar memerintahnya untuk melaksanakan perintah yang sangat penting,
"Galilah zamzam!"
Dalam mimpinya
Abdul Muthalib bertanya:
"Apakah itu zamzam?"
Kemudian untuk
kedua kalinya perintah itu mengatakan bahwa ia diperintahkan untuk menggali
zamzam. Belum lama Abdul Muthalib melihat sesuatu yang bersembunyi itu,
sehingga ia berdiri di tempat tidurnya dan hatinya berdebar dengan keras. Abdul
Muthalib bangkit, lalu ia membuka pintu kemah kemudian pergi ke gurun yang
luas.
Apakah arti zamzam?
Tiba-tiba pikirannya dipenuhi dengan cahaya yang
datang dari jauh, bahwa pasti zamzam adalah sebuah sumur, tetapi apa yang
diinginkan oleh suara yang datang dalam tidur itu agar ia menggali sumur, di
sana tidak ada jawaban selain satu jawaban dari pertanyaan ini, yaitu agar
orang-orang yang berhaji dan berkeliling di sekitar Ka'bah dapat meminumnya.
Tetapi apa nilai dari sumur itu sendiri, bukankah di sana terdapat banyak sumur
yang dapat diminum oleh orang-orang yang berhaji.
Abdul Muthalib duduk di tengah-tengah pasir gurun pada
pertengahan malam, ia memikirkan bintang-bintang sembari merenungkan
cerita-cerita kuno yang mengatakan tentang sumur yang memancar darinya air
sebagai akibat dari pukulan kaki Nabi Ismail as, di sana juga ada cerita yang
mengatakan bahwa sumur itu telah binasa sesuai dengan perjalanan zaman.
Matahari terbit di atas gurun Jazirah Arab, Abdul
Muthalib keluar menemui orang-orang, dan menceritakan kepada mereka bahwa ia
akan menggali sebuah sumur di tempat tertentu, ia menunjukkan ke tempat yang di
situ ia diberitahu oleh suara yang ada dalam mimpinya. Orang-orang Quraisy
menolaknya, Sesungguhnya tempat yang diisyaratkan oleh Abdul Muthalib terletak
di antara dua berhala dari berhala-berhala yang biasa disembah oleh masyarakat
setempat, yaitu di antara berhala yang bernama Ashaf dan NAllah. Abdul Muthalib
merasa bahwa usahanya sia-sia untuk meyakinkan kaumnya agar mengizinkannya
untuk menggali sumur. Mereka mengetahui bahwa Abdul Muthalib tidak mempunyai
sesuatu selain hanya seorang anak. Bahwasanya ia tidak memiliki anak-anak yang
dapat menolong dan memperkuatnya serta melaksanakan keinginan-keinginannya.
Pada saat itu di kawasan negeri Arab dipenuhi dengan
kabilah-kabilah yang terjalin suatu ikatan fanatisme atau kesukuan yang kuat
dan usaha untuk melindungi keluarga yang sangat menonjol. Akhirnya Abdul
Muthalib pergi dalam keadaan sedih, lalu ia berdiri di hadapan Ka'bah dan
mengungkapkan suatu nazar kepada Allah SWT. Ia berkata:
"Jika aku mendapat sepuluh anak
laki-laki, dan mereka menginjak usia dewasa, sehingga mereka mampu melindungiku
saat aku menggali sumur Zamzam, maka aku akan menyembelih salah seorang dari
mereka di sisi Ka'bah sebagai bentuk korban."
Pintu langit pun terbuka untuk doanya. Belum sampai
berlangsung satu tahun, istrinya melahirkan anaknya yang kedua dan setiap tahun
ia melahirkan anak laki-laki sampai pada tahun yang kesembilan, sehingga Abdul
Muthalib mempunyai sepuluh anak laki-laki. Kemudian berlalulah zaman dan
anak-anak Abdul Muthalib menjadi besar.
Abdul Muthalib akhirnya menjadi seseorang yang
memiliki kemampuan. Kemudian Abdul Muthalib berusaha melakukan rencananya yang
diisyaratkan dalam mimpinya itu, yaitu ia bersiap-siap untuk mengorbankan salah
satu anaknya sebagai bentuk pelaksanaannya dari nazarnya. Maka dilakukanlah
undian atas sepuluh anaknya, lalu keluarlah nama anaknya yang paling kecil
yaitu Abdullah. Ketika nama anak itu keluar dalam undian, maka orang-orang yang
ada disekitarnya berusaha memberontak, mereka mengatakan bahwa mereka tidak
akan membiarkan Abdullah disembelih.
Abdullah saat itu terkenal sebagai seseorang yang
bersih dikawasan Arab, ia telah dapat menarik simpati masyarakat di sekitarnya.
Ia tidak pernah menyakiti seseorang pun. Bahkan ia tidak pernah meninggikan
suaranya lebih dari orang lain. Senyuman khas Abdullah terkenal sebagai
senyuman yang paling lembut di kawasan Jazirah Arab. Muatan ruhaninya demikian
jernih, dan hatinya yang mulia menyerupai sebuah kebun di tengah-tengah gurun
hati-hati yang keras, oleh karena itu semua manusia datang kepadanya dan
menentang usaha penyembelihannya. Para pembesar Quraisy berkata,
"Lebih
baik kami menyembelih anak-anak kami daripada ia harus disembelih, dan
menjadikan anak-anak kami sebagai tebusan baginya. Kami tidak akan menemukan
seseorang pun yang lebih baik dari dia seandainya kami menyembelihnya,
pertimbangkanlah kembali masalah itu, dan biarkan kami bertanya kepada
dukun."
Abdul Muthalib tampak tidak mampu menghadapi tekanan
ini, lalu ia mempertimbangkan kembali apa yang telah ditetapkannya. Kemudian
mereka mendatangi seorang dukun. Si dukun berkata:
"Berapakah taruhan yang kalian
miliki?"
Mereka menjawab:
"Sepuluh ekor unta."
Dukun itu berkata:
"Datangkanlah sepuluh unta, lalu lakukanlah kembali undian atasnya dan
atas nama Abdullah, jika undian datang padanya, maka tambahlah sepuluh ekor
unta lagi, lalu ulangilah terus undian tersebut, demikian hingga tidak keluar
lagi nama Abdullah."
Kemudian dilakukanlah undian atas nama Abdullah dan
atas sepuluh ekor unta yang besar. Undian itu pun mengeluarkan terus nama
Abdullah, hingga Abdul Muthalib menambah sepuluh ekor unta lagi, kemudian
lagi-lagi yang keluar nama Abdullah sehingga mereka pun menambah sepuluh ekor
unta lagi sampai jumlah unta itu telah mencapai seratus ekor unta. Setelah itu,
datanglah nama unta tersebut. Maka saat itu, masyarakat demikian gembiranya
sehingga berlinangan air mata, kegembiraan dari mereka karena melihat Abdullah
berhasil diselamatkan. Kemudian disembelihlah seratus ekor unta di sisi Ka'bah,
dan mereka membiarkannya di situ sehingga korban itu tidak disentuh oleh
seseorang pun dan juga disentuh oleh binatang-binatang buas.
Abdul Muthalib sangat gembira atas keselamatan
anaknya, Abdullah. Lalu ia menetapkan untuk menikahkannya dengan gadis terbaik
di Jazirah Arab, kemudian ia keluar dengannya pada suatu hari dari Ka'bah ke
rumah Wahab, dan di sana ia meminang untuknya Aminah binti Wahab. Kemudian
Aminah binti Wahab menikah dengan Abdullah bin Abdul Muthalib, seorang pemuda
yang paling mulia dan paling dicintai oleh orang-orang Quraisy.
Dinyalakanlah api-api di gunung-gunung Mekah, agar
para musafir dan para tamu mengetahui tempat diadakannya acara tersebut, yaitu
acara pernikahan antara Abdullah dan Aminah. Lalu disembelihlah hewan-hewan
korban, dan manusia dari kalangan orang-orang fakir bahkan binatang-binatang
buas dan burung makan darinya. Abdullah tinggal bersama istrinya dua bulan di
rumah pernikahan, hingga suatu hari ada kabar bahwa kafilah akan berangkat,
lalu Abdullah pun mengikuti kafilah tersebut dan melakukan perjalanan bersama
kafilah perdagangan Quraisy menuju Syam, itu adalah kesempatan terakhir yang
diperoleh Aminah binti Wahab bersamanya. Wajah Abdullah yang mulai tampak
berseri-seri mengucapkan selamat tinggal kepada Aminah, lalu setelah itu
bayang-bayang wajahnya tersembunyi bersama kafilah dan rnereka pun hilang.
Aminah tidak mengetahui bahwa itu adalah kesempatan terakhirnya setelah dua bulan
dari perkawinannya. Abdullah mengunjungi paman-pamannya dari kabilah bani Najar
di Madinah, dan di sana ia meletakkan jasadnya di muka bumi, ia meninggal
dunia.
Abdullah bin Abdul Muthalib kini telah meninggal. Saat
itu ia berusia dua puluh lima tahun. Kabar kematiannya tiba-tiba tersebar dan
sangat memilukan hati orang-orang yang mendengarnya, sehingga kabar itu sampai
ke istrinya. Aminah tampak menangis tersedu-sedu dan ia tampak menyampaikan
pertanyaan-pertanyaan pada dirinya dan tidak mengetahui jawabannya, mengapa
Allah SWT menebusnya dengan seratus unta jika kemudian Dia menetapkan kematian
baginya.
Tidak lama kemudian, lalu bergeraklah dirahimnya janin
dengan gerakan yang sedikit, ia tampak mulai mengetahui bahwa ia sedang hamil.
Aminah menangis dua kali, pertama ia menangis untuk dirinya sendiri dan kali
ini ia menangis untuk anak yang ditinggal mati ayahnya sebelum ia sempat
dilahirkan. Aminah tidak pernah mengetahui sebelumnya bahwa janin yang
dikandungnya akan menjadi anak yatim, ayahnya meninggal saat ia dilahirkan.
Anak yatim ini harus menanggung beban anak-anak yatim
dan orang-orang fakir serta orang-orang yang sedih di muka bumi. Ia akan
menjadi Nabi yang terakhir dan rasul-Nya kepada manusia. Ia akan menjadi rahmat
yang dihadiahkan kepada manusia dan tidak akan mengetahui makna rahmat kecuali
orang yang merasakan penderitaan dan kepahitan. Inilah anak kecil yang sebelum
dilahirkan telah menelan kesedihan. Dan berlalulah hari demi hari, lalu
hilanglah tangisan penderitaan dan mata Aminah pun telah mengering, namun
kesedihannya tampak menyerupai sebuah pohon yang turnbuh bersama kehausan.
Kemudian kesedihannya hari demi hari semakin ia
rasakan tetapi kesedihannya itu mulai tidak tampak ketika ia mendapatkan bahwa
janin yang dikandungnya tidaklah memberatkannya, sebaliknya ia merasakan betapa
ringannya janin yang dikandungnya bagaikan merpati yang berkeliling di seputar
Ka'bah, dan seandainya kesedihannya yang selalu mengitarinya, maka tidak ada
wanita yang lebih bahagia darinya dengan kehamilan yang ringan ini. Janin itu
adalah manusia yang mulia di sisi Tuhan, kemudian semakin dekatlah hari
kelahirannya. Sementara itu, pasukan Abrahahh mendekati Mekah.
Abrahahh adalah seorang penguasa Yaman, yaitu pada
saat Yaman tunduk kepada Habasyah setelah penguasa Persia diusir. Di Yaman ia
membangun suatu gereja yang menunjukkan bangunan yang menakjubkan. Abrahahh
membangunnya dengan niat agar orang-orang Arab berpaling dari Baitul Haram di
Mekah. Ia melihat betapa orang-orang Yaman tertarik dengan rumah tersebut. Dan
ketika ia tidak melihat gereja yang dibangunnya memiliki daya tarik seperti itu
dan tidak mampu menarik hati orang-orang Arab, maka ia berkeinginan kuat untuk
menghancurkan Ka'bah, sehingga orang-orang tidak menuju ke Ka'bah lagi
melainkan ke gerejanya. Demikianlah akhirnya ia menyiapkan pasukan yang besar
yang dipenuhi dengan berbagai senjata, kemudian pasukan itu menuju Ka'bah.
Pasukan Abrahahh terdiri dari kelompok gajah yang
besar yang digunakannya untuk menghancurkan Ka'bah. Gajah-gajah itu bagaikan
tank-tank yang kita gunakan saat ini. Orang-orang Arab pun mendengar rencana
tersebut. Memang orang-orang Arab saat itu terkenal sebagai penyembah berhala,
meskipun demikian mereka sangat memberikan penghargaan dan penghormatan
terhadap Ka'bah, karena mereka meyakini bahwa mereka adalah anak-anak Nabi
Ibrahim as dan Nabi Ismail as pemelihara Ka'bah.
Perjalanan pasukan tiba-tiba dihadang oleh seorang
lelaki yang mulia dari penduduk Yaman yang bernama Dunaher. Ia mengajak kaumnya
dan dari kalangan orang-orang Arab untuk memerangi Abrahahh, sehingga ada
beberapa orang yang mengikutinya. Abrahahh berhadapan dengan tentara tersebut
tetapi pasukan yang sedikit itu dapat dengan mudah dipatahkan oleh pasukan
kafir yang besar itu. Kemudian Dunaher pun kalah dan menjadi tawanan Abrahahh.
Pasukan Abrahahh tersebut juga sempat ditentang oleh Nufail bin Hubaid
al-Aslami, namun Abrahahh pun dapat mengalahkan mereka dan berhasil menawan
Nufail.
Kemudian ketika Abrahahh melewati kota Taif,
menghadaplah kepadanya beberapa orang tokoh setempat, dan mereka tampak gemetar
ketakutan dan berkata kepadanya bahwa sesungguhnya 'rumah' yang ditujunya tidak
berada di tempat mereka, tetapi berada di Mekah. Hal itu mereka sampaikan
dengan maksud untuk memalingkannya dari rumah berhala mereka, di mana mereka
membangun di dalamnya berhala yang bernama Latha kemudian mereka mengutus
seseorang yang akan menunjukkan kepada Abrahahh letak Ka'bah. Ketika Abrahahh
berada di antara Taif dan Mekah, ia mengutus seorang pemimpin pasukannya sehingga
ia melihat keadaan Mekah. Di sana ia merampas banyak harta dari kaum Quraisy
dan selain mereka, dan di antara yang dirampasnya adalah dua ratus unta milik
Abdul Muthalib bin Hasyim. Saat itu Abdul Muthalib adalah salah seorang
pembesar Quraisy dan pemimpin mereka, serta pengawas sumur Zamzam.
Kedatangan utusan Abrahahh di Mekah telah menimbulkan
gejolak pada kabilah-kabilah. Akhirnya kaum Quraisy bergerak, begitu juga kaum
Khananah. Kemudian mereka mengetahui bahwa mereka tidak memiliki kemampuan untuk
melawan Abrahahh, sehingga mereka membiarkannya, lalu tersebarlah di Jazirah
Arab berita tentang datangnya pasukan yang kuat yang sulit untuk ditandingi.
Dalam surat yang dibawa oleh utusannya itu, Abrahahh menyampaikan bahwa ia
tidak datang untuk memerangi mereka, namun ia datang hanya untuk menghancurkan
Ka'bah. Jika mereka tidak menentangnya, maka darah mereka tidak akan
ditumpahkan. Lalu utusan itu menemui Abdul Muthalib, ia menceritakan tentang
keinginan Abrahahh. Abdul Muthalib berkata: "Kami tidak ingin memeranginya
karena kami tidak memiliki kekuatan. Ka'bah adalah rumah Allah SWT yang mulia
dan suci, dan rumah kekasih-Nya Ibrahim. Jika Ia mencegahnya, maka itu adalah
rumah-Nya dan tempat suci-Nya, namun jika Ia membiarkannya, maka demi Allah kami
tidak memiliki kekuatan untuk mempertahankannya." Kemudianutusan itu pergi
bersama Abdul Mutihalib menuju Abrahahh.
Abdul Muthalib adalah seseorang yang sangat terpandang
dan sangat mulia. Ia memiliki kewibawaan dan kehormatan yang mengagumkan.
Ketika Abrahahh melihatnya, Abrahahh menampakkan penghormatan kepadanya.
Abrahahh memuliakannya dan mendudukannya di bawahnya, ia tidak suka bahwa ia
duduk bersamanya di kursi kekuasaannya. Lalu Abrahahh turun dari kursinya dan
duduk di atas sebuah permadani dan mendudukkan Abdul Muthalib di sisinya.
Kemudian ia berkata kepada penerjemahnya:
"Katakan padanya apa kebutuhannya?"
Abdul Muthalib berkata:
"Kebutuhanku adalah agar Abrahahh mengembalikan dua ratus ekor unta
yang diambilnya dariku"
Ketika Abdul
Muthalib mengatakan demikian, wajah Abrahahh berubah, lalu ia berkata kepada
penerjemahnya:
"Katakan padanya sungguh aku merasa kagum ketika melihatnya, kemudian
aku merasakan kehati-hatian saat berbicara dengannya, apakah engkau berbicara
denganku tentang dua ratus ekor unta yang telah aku ambil, lalu engkau
membiarkan rumah yang merupakan simbol agamanya dan kakek-kakeknya, yang aku
datang untuk menghancurkannya dan dia tidak menyinggungnya sama sekali"
Abdul Muthalib menjawab: "Aku adalah pemilik unta, sedangkan pemilik rumah
itu adalah Tuhan yang melindunginya." Abrahahh berkata: "Dia tidak
akan mampu melindunginya dariku." Abdul Muthalib menjawab: "Lihat
saja nanti!"
Selesailah dialog antara Abdul Muthalib dan Abrahahh.
Abrahahh pun mengembalikan unta yang telah dirampasnya. Abdul Muthalib pergi
menemui orang-orang Quraisy dan menceritakan apa yang dialaminya, dan ia
memerintahkan mereka untuk meninggalkan Mekah dan berlindung dibalik gua-gua di
gunung. Akhirnya kota Mekah dikosongkan oleh pemiliknya. Aminah binti Wahab
keluar ke gunung-gunung di dekat kota Mekah kemudian malaikat turun di bumi
Jarzirah Arab.
Abdul Muthalib berdiri dan memegangi pintu Ka'bah dan
berdiri bersama dengan sekelompok orang-orang Quraisy, mereka berdoa kepada
Allah SWT dan meminta perlindungan-Nya, agar para malaikat memerintahkan
gajah-gajah tidak melangkahkan kakinya sehingga gajah itu pun tetap di
tempatnya dan menaati perintah para malaikat, kemudian gajah-gajah itu menerima
pukulan yang dahsyat namun gajah-gajah itu tetap berdiam di tempatnya,
gajah-gajah itu tampak gemetar dan berteriak tetapi lagi-lagi gajah-gajah itu
menolak untuk bergerak dan tidak bergerak selangkah pun. Abrahahh bertanya: "Mengapa
pasukan tidak bergerak?"
Kemudian dikatakan kepadanya bahwa gajah-gajah menolak
untuk bergerak. Abrahah mengangkat cemetinya. Dengan muka emosi, ia ingin
melihat apa yang sebenarnya terjadi dengan gajah-gajahnya.
Matahari saat itu bersinar dan ia duduk di kemahnya.
Ketika ia keluar, matahari bersembunyi di balik segerombolan burung. Abrahah
mengangkat pandangannya ke arah langit. Mula-mula ia membayangkan bahwa ia
melihat sekawanan awan yang hitam. Kemudian ia mengamat-amati awan itu. Dan
ternyata ia bukan awan biasa. Itu adalah sekelompok burung yang menutupi cahaya
matahari dan menyerupai awan yang tebal. Burung ababil, burung yang banyak.
Gajah-gajah semakin berteriak dengan kencang dan
tampak ketakutan. Dan rasa takut itu kini menghinggapi seluruh pasukan. Abrahah
berteriak di tengah-tengah pasukannya agar gajah diusahakan untuk maju secara
paksa. Kemudian terbukalah salah satu jendela dari jendela al-Jahim, dan
burung-burung itu menghujani pasukan dengan batu dari Sijil, yaitu batu yang
sama yang pernah dihujankan kepada kaum Nabi Luth. Batu itu menyerupai bom-bom
atom yang digunakan saat ini.
Jika Anda membaca buku-buku kuno, maka Anda akan
mengetahui bagaimana peristiwa yang menimpa pasukan Abrahah. Anda akan
membayangkan bahwa Anda berada di hadapan suatu kekuatan yang menghancurkan
yang tidak diketahui asal muasalnya. Dunia mengenali sebagian darinya setelah
empat belas abad dari peristiwa tersebut. Buku-buku itu mengatakan bahwa
pasukan itu dihancurkan dengan penghancuran yang dahsyat.
Para tentara Abrahah kembali dalam keadaan binasa di
mana daging-daging dari tubuh mereka berceceran di jalan. Abrahah pun
mendapatkan luka dan mereka keluar dari tempat itu dalam keadaan dagingnya
terpisah satu persatu. Abrahah pun terbelah dadanya dan mati. Kemudian jasad
para pasukannya tersebar dan berceceran di bumi, seperti tanaman yang dimakan
oleh binatang. Setelah mendekati setengah abad, turunlah suatu surah di Mekah
yang menceritakan tentang peristiwa itu:
"Apakah kamu tidak
memperhatikan bagimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara gajah? Bukankah
Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka 'bah) itu
sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang
melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia
menjadihan mereka seperti daun yang dimakan (ulat)." (QS. al-Fil: 1-5)
Pasukan gajah yang ingin memporak-porandakan Mekah
dikalahkan. Kemudian mereka dihancurkan dan Tuhan pemilik Ka'bah berhasil
melindungi rumah suci-Nya. Perlindungan tersebut bukan sebagai penghormatan
bagi orang yang tinggal di rumah itu dan bukan sebagai bentuk pengkabulan doa
kaum yang menyembah berhala yang memenuhi tempat itu. Allah SWT sebagai
Pelindung Ka'bah memeliharanya karena adanya hikmah yang tinggi; Allah SWT
menginginkan sesuatu bagi rumah itu; Allah SWT ingin melindunginya agar tempat
itu menjadi tempat yang damai bagi manusia dan supaya tempat itu menjadi pusat
dari akidah yang baru dan menjadi tanah bebas yang aman, yang tidak dikuasai
oleh seseorang pun dari luar dan juga tidak didominasi oleh pemerintahan asing
yang akan membatasi dakwah. Yang demikian itu karena di sana terdapat rumah
dari rumah-rumah di Mekah yang lahir di sana seorang anak di mana ibunya
bernama Aminah binti Wahab dan ayahnya adalah Abdullah, salah seorang tokoh
Arab. Anak itu belum dilahirkan dan belum dapat tugas kenabian dan ia belum
memikul Islam di atas pundaknya dan belum menjadi rahmat bagi alam semesta.
Kemudian datanglah Abrahah yang ingin menghancurkan semua ini tanpa ia
mengetahui semua rahasia ini.
Tragedi yang menimpa Abrahah adalah karena bahwa ia
berusaha menentang kehendak Ilahi sehingga kehendak Ilahi itu menghancurkannya
dengan mukjizat yang mengagumkan. Datanglah banyak burung dengan membawa
batu-batuan yang tidak didengar suaranya. Kemudian burung-burung melemparkan
batu-batu itu kepada Abrahah beserta tentaranya. Semua ini berdasarkan rencana
Ilahi terhadap rumah-Nya dan agama-Nya serta nabi-Nya sebelum orang mengetahui
bahwa Nabi Islam telah bersiap-siap untuk meninggalkan tempat tidurnya di perut
ibunya dan mulai memasuki kehidupan yang keras di muka bumi.
Di tengah-tengah kegembiraan Mekah karena keselamatan
penghuninya dan selamatnya Ka'bah, Aminah binti Wahab bermimpi: di tengah suatu
malam ia menyaksikan dirinya berdiri sendirian di tengah-tengah gurun, dan
telah keluar dari dirinya suatu cahaya besar yang menyinari timur dan barat dan
terbentang hingga langit. Aminah tiba-tiba terbangun dari tidurnya namun ia
tidak mengetahui tafsir dari mimpinya.
Berlalulah hari demi hari dari tahun gajah. Dan pada
waktu sahur dari malam Senin hari keduabelas dari bulan Rabiul Awal, Aminah
melahirkan seorang anak kecil yang yatim yang bernama Muhammad bin Abdillah bin
Abdul Muthalib, seorang cucu dari Ismail bin Ibrahim bin Adam.
Sebelum ia dilahirkan, dunia mati karena kehausan
padanya. Kehausan dunia sangat besar kepada cinta, rahmat, dan keadilan.
Sekarang teiah berlalu 600 tahun dari kelahiran al-Masih dan orang-orang Masehi
telah menjauhi ajaran cinta, bahkan keyakinan-keyakinan berhalaisme telah
meresap kepada sebagian kelompok mereka dan kejernihan ajaran tauhid telah
ternodai. Sedangkan orang-orang Yahudi telah meninggalkan wasiat-wasiat Musa
dan mereka kembali menyembah lembu yang terbuat dari emas. Dan setiap orang
dari mereka lebih memilih untuk memiliki lembu emas yang khusus. Demikianlah, berhalaisme
telah menyerang di bumi. Bumi dipenuhi oleh kegelapan. Akal disingkirkan dan
Tuhan diiupakan dan mereka menyerahkan diri mereka kepada pembohong.
Ketika jantung dunia telah terkena kekeringan, maka
memancarlah dari timur suatu mata air keimanan yang jernih yang menjadi puas
dengannya separo dunia. Dan mukjizat besar terjadi ketika mata air ini
mengeluarkan air yang jernih dari jantung gurun yang paling besar ketandusannya
di dunia, yaitu gurun jazirah Arab. Berkenaan dengan penggambaran masa tersebut,
dalam hadis yang mulia dikatakan: "Sesungguhnya Allah melihat penduduk
bumi lalu Dia murka kepada mereka, baik orang-orang Arab maupun orang-orang
Ajam kecuali sebagian kecil dari Ahlulkitab."
Di tenda yang kasar, lahirlah seorang anak yatim yang
kemudian bertanggung jawab untuk memberikan minum kepada dunia yang haus pada
cinta, keadilan, kebebasan, serta kebenaran. Sementara itu, beberapa langkah
dari tempat kelahirannya terdapat berhala-berhala yang memenuhi Baitul 'Athiq
dan sekitar Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail agar menjadi
rumah Allah SWT dan Dia disembah di dalamnya dan manusia merasa tenteram di
dalamnya. Di rumah yang kuno ini—yang dibangun sebelumnya oleh Adam—dipenuhi
patung-patung tuhan yang terbuat dari batu dan kayu. Ini menunjukkan betapa
akal orang-orang Arab saat itu mengalami titik terendah.
Sementara itu nun jauh di sana, tepatnya di Yatsrib
atau Madinah dipenuhi oleh orang-orang Yahudi yang mereka datang di sana karena
melarikan diri dari penindasan orang-orang Romawi. Mereka tinggal di situ
bagaikan srigala-srigala di atas tanah yang tersubur di mana mereka melakukan
monopoli dalam perdagangan. Mereka membagun kejayaan mereka dengan memanfaatkan
orang-orang Arab dan keheranan mereka terhadap diri mereka sendiri.
Para cendikiawan Yahudi memperdagangkan segala
sesuatu, dimulai dari emas sampai Taurat. Mereka menyembunyikan kertas-kertas
darinya dan menampakkan sebagiannya; mereka mengubah kertas-kertas Taurat itu
untuk memperkaya diri mereka. Pada saat orang-orang Yahudi menyembah emas dan
sangat lihai melakukan persekongkolan, orang-orang Arab justru menyembah batu
dan mereka pandai berperang. Mereka juga lihai dalam membuat syair lalu
menggantungkannya di atas tirai-tirai Ka'bah. Orang-orang Arab hidup di bawah naungan
sistem kesukuan di mana kepala suku adalah pemimpin dan nilainya sebanding
dengan anak buahnya, dan kemampuan mereka dalam berperang. Dan keutamaan
seseorang dilihat dari asal muasalnya serta nilainya juga dilihat dari
kefanatikannya serta kebanggannya kepada nasab yang merupakan kemuliannya, juga
kefanatikannya terhadap berhala tertentu yang merupakan agamanya. Jadi, segala
bentuk kemuliaan dan kewibawaan tidak terbentuk kecuali dalam ruang lingkup
yang sempit dalam kabilah atau kesukuan.
Sedangkan di tempat yang jauh dari Mekah, Romawi
menyerupai burung rajawali yang lemah, namun belum sampai kehilangan
kekuatannya. Orang-orang Romawi sangat menyanjung kekuatan. Sedangkan di
belahan timur dari utara negeri Arab, orang-orang Persia menyembah api dan air.
Api tetap menyala di tempat peribadatan mereka di mana manusia rukuk untuknya.
Dan di sana terdapat danau Sawah yang dianggap suci oleh mereka.
Sementara itu, Kisra, raja kaum Persia duduk di atas
singgasananya dan memberikan keputusan terhadap manusia. Keputusan Kisra selalu
didengar dan dilaksanakan. Tidak ada seorang pun yang berani menentangnya dan
menolaknya. Orang-orang Persia berhasil mengalahkan Romawi dan Yunani, sehingga
mereka menjadi kekuatan yang dahsyat di muka bumi. Meskipun mereka memiliki
kekuatan yang sangat luar biasa, namun penyembahan api jelas-jelas menunjukkan
betapa bodohnya mereka dan betapa kekuatan mereka diliputi oleh kebodohan
sehingga akal mereka tercabut dan mereka terhalangi untuk mencapai kebenaran.
Alhasil, kegelapan semakin meningkat di setiap penjuru bumi dan kehidupan
berubah menjadi hutan yang lebat di mana di dalamnya seorang yang kuat akan
menyingkirkan seorang yang lemah dan di dalamnya yang menang adalah kebatilan.
Di tengah-tengah suasana yang demikian kelam, lahirlah
seorang anak di tenda Mekah. Ketika anak tersebut lahir, maka padamlah api yang
disembah oleh kaum Persia dan keringlah danau Sawah yang disucikan oleh
manusia, bahkan robohlah empat belas loteng dari istana Kisra. Dan setan merasa
bahwa penderitaan yang besar telah merobek-robek hatinya. Ini semua sebagai
simbol dimulainya kehancuran kejahatan atau keburukan di muka bumi dan
terbebasnya akal manusia dari penyembahan terhadap sesama manusia atau terhadap
hal-hal yang bersifat khurafat. Manusia diajak hanya untuk menyembah kepada
Allah SWT. Kelahiran Rasul sebagai bukti hilangnya kelaliman, sebagaimana
kelahiran Nabi Musa yang menunjukkan kebebasan Bani Israil dari kelaliman
Fir'aun.
Ajaran Muhammad bin Abdillah merupakan ajaran revolusi
yang paling meyakinkan dan yang paling penting yang pernah dikenal di dunia;
ajaran yang bertugas untuk menyelamatkan dan membebaskan akal dan materi.
Tentara Al-Qur'an adalah tentara yang paling adil dan paling berani untuk
menghancurkan orang-orang yang lalim. Kita akan melihat dalam sejarah Nabi
bahwa kejadian-kejadian luar biasa telah mengelilingi Ka'bah sebelum
kelahirannya. Kemudian terjadilah peristiwa luar biasa setelah kelahirannya di
mana terjadilah peristiwa pembelahan dada pada saat beliau masih kecil, begitu
juga beliau dinaungi oleh awan di waktu kecil, bahkan beliau terkenal pada saat
masih kecil dengan kecenderungan untuk meninggalkan permainan-permainan yang
biasa dimainkan oleh anak-anak kecil seusia beliau. Allah SWT memberikan
penjagaan khusus kepadanya sehingga Jibril as turun kepadanya dengan membawa
wahyu.
Selanjutnya, mukjizatnya yang pertama adalah mukjizat
yang terdapat pada kepribadiannya dan pemikiran-pemikirannya. Itulah yang
menjadi mukjizatnya yang terbesar setelah Al-Qur'an; itu adalah bangunan ruhani
yang tinggi di mana beliau mampu menahan penderitaan di jalan Allah SWT. Dan
dalam menegakkan kebenaran, beliau memikul berbagai macam rintangan. Beliau
melaksanakan amanat yang diembannya secara sempuma dan sebaik-baik mungkin. Hal
yang indah yang dikatakan tentang mukjizat Nabi setelah diutusnya beliau adalah
bahwa beliau tidak mempunyai mukjizat selain usaha membebaskan akal: tanpa
memiliki kekuatan luar biasa selain membebaskan pikiran, tanpa dalil selain
kalimat Allah SWT.
Sedangkan Isa bin Maryam telah berdakwah dan mengajak
manusia untuk menciptakan kesamaan, persaudaraan, dan cinta kasih di antara
mereka, namun Muhammad saw diberi karunia untuk mewujudkan persamaan,
persaudaraan, dan cinta kasih di antara orang-orang mukmin di tengah-tengah
kehidupannya dan setelah kehidupannya.
Ketika Nabi Isa mampu menghidupkan orang-orang yang
mati dan mengeluarkan mereka dari kuburan, Muhammad bin Abdillah menghidupkan
orang-orang hidup dari kematian mereka yang tidak pernah mereka sadari. Itu
adalah bentuk kematian yang paling berat. Beliau juga mengeluarkan rnereka dari
kegelapan dan kebodohan menuju cahaya ilmu, dan dari belenggu syirik dan
kekufuran menuju dunia tauhid.
Sulaiman sebagai seorang Nabi dan raja mampu
memperkerjakan jin untuk mengabdi padanya, bahkan mereka mampu terbang
beribu-ribu mil untuk menghadirkan singgasana musuh-musuhnya agar mereka semua
tercengang terhadap kemampuannya, sehingga mereka masuk Islam. Namun Muhammad
saw justru mengabdi kepada Islam hanya sebagai seorang tentara yang sederhana.
Beliau mengetahui bahwa ketika beliau lalai sesaat saja dari dakwah di jalan
Allah SWT, maka kesempatannya dalam menyebarkan agama Islam akan hilang.
Di saat terjadi peristiwa besar dalam peperangan,
tiba-tiba azan salat dikumandangkan, sehingga para pasukan yang berperang
mengerjakan salat. Tidak ada malaikat yang turun untuk melindungi mereka ketika
salat atau mencegah datangnya anak-anak panah dari punggung mereka saat sujud.
Karena itu, hendaklah para pasukan melindungi dirinya sendiri. Para pasukan
mukmin berusaha salat secara bergantian: sebagian mereka salat dan sebagian
mereka bertugas untuk menjaga.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila kamu berada di
tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama
mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan
menyandang senjata, kemudian apabila mereka sujud (telah menyempurnakan serakaat),
maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan
hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu
bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan
menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah terhadap senjatamu
dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus."(QS. an-Nisa': 102)
Selesailah masalah itu dan tidak adak malaikat yang
turun untuk melindunginya dan menolongnya. Ini adalah masa kematangan akal dan
masa keletihan para nabi dan orang-orang mukmin. Dan sesuai kadar keletihan
mereka dalam menyampaikan ajaran Islam, mereka pun akan mendapatkan balasan
yang besar.
Pada masa para nabi sebelum Nabi Muhammad saw, mereka
menghadirkan mukjizat-mukjizat kepada kaum mereka saat memulai dakwah, sehingga
kaum tersebut mempercayai apa saja yang mereka bawa, sedangkan Nabi Muhammad
bin Abdillah tidak menghadirkan kepada kaumnya selain dirinya dan ketulusannya.
Allah SWT telah memutuskan untuk melindungi Musa dan
memerintahkannya untuk mengangkat gunung di atas kaumnya hingga mereka beriman
kepada Taurat, atau untuk menjatuhkan gunung tersebut di atas mereka. Ketika
mengetahui hal yang Demikian itu, orang-orang Yahudi sujud dengan meletakkan
pipi mereka di atas tanah dan mereka mengamati bukit batu yang berada di atas
kepala mereka yang diangkat oleh tangan yang tersembunyi. Sedangkan Nabi
Muhammad bin Abdillah tak pernah memaksa seseorang pun. Berimanlah beberapa
orang kepadanya dan puaslah beberapa orang kepadanya dan matilah bersamanya
orang-orang yang mati dalam keadaan puas. Beliau tidak membawa pedang kecuali
saat panah yang beracun mendekati jantung Islam dan mengancamnya.
Dakwah para nabi menuntut terjadinya mukjizat demi
mukjizat. Ini karena masa kekanak-kanakan manusia serta kelemahan akal dan
hilangnya panca indera menuntut rahmat Allah SWT untuk mendatangkan mukjizat
yang sesuai dengan masa turunnya mukjizat tersebut dan budaya masyarakat
setempat. Adalah hal yang maklum bahwa di tengah-tengah penduduk Mekah saat itu
tidak terdapat orang-orang yang cerdas atau orang-orang yang bijak yang mampu
menyerap kata-kata yang baik. Dan kesulitan yang dihadapi oleh Islam adalah
bahwa ia tidak diturankan pada masa ini saja, tetapi Islam diturunkan untuk
setiap masa. Allah SWT mengetahui bahwa manusia telah memasuki masa kematangan
berpikir yang mengagumkan, maka hikmah-Nya menuntut bahwa pernyataan yang
pertama kali disebutkan dalam risalah-Nya adalah "iqra'" (bacalah). Di samping itu, risalah
tersebut mengandung pemikiran yang universal, sistem yang membangun, dan hukum
yang mempesona, serta kebebasan yang diidamkan, dan manusia yang sempurna.
Adalah tidak mengurangi kehormatan para nabi sebelum
Nabi Muhammad saw di mana mereka tidak diutus di masa-masa kematangan pemikiran,
tetapi yang menambah kehormatan Nabi Muhammad saw bahwa beliau diutus di
tengah-tengah masa kematangan berpikir, dan beliau diutus sebelum datangnya
masa ini. Beliau memikul berbagai lipat cobaan yang pernah dipikul oleh para
nabi; beliau berdakwah dengan menanggung berbagai lipat godaan dan cobaan;
beliau mengalami siksaan yang pernah dialami oleh semua para nabi; beliau
mencintai Allah SWT sebagaimana para nabi mencintai-Nya. Allah SWT
memuliakannya ketika beliau mengimami mereka di saat salat pada saat beliau
melakukan Isra' dan Mi'raj. Meskipun demikian, ketika beliau keluar pada suatu
hari menemui sahabat-sahabatnya dan mendapati mereka mengutamakan para nabi dan
mendahulukannya atas mereka, maka beliau justru menampakkan kemarahan dan wajahnya
berubah. Beliau berkata: "Janganlah kalian mengutamakan aku atas Yunus bin
Mata."
Melalui pernyataan itu, beliau berusaha meletakkan
suatu pondasi pemikiran yang harus dilalui oleh kaum Muslim di mana para nabi
memang memiliki derajat tertentu di sisi Allah SWT. Boleh jadi ada nabi yang
lebih afdal atau yang lebih mulia daripada yang lain. Siapakah yang menetapkan
hal itu? Tidak ada seorang pun selain Allah SWT. Ada pun kaum Muslim hendaklah
mereka berhenti pada batas tertentu yang seharusnya mereka berikan berkaitan
dengan sopan santun terhadap para nabi. Selama Allah SWT menyampaikan shalawat
kepada rasul sebagai bentuk penghormatan dan memerintahkan mereka untuk
menyampaikan shalawat kepadanya, dan selama Rasulullah seperti nabi-nabi yang
lain, maka hendaklah mereka juga bershalawat kepada semua nabi tanpa perbedaan,
meskipun pada bentuk shalawat itu sendiri.
Sementara itu, bayi yang mungil itu yang lahir di
Mekah bergerak setelah tahun gajah. Kemudian berita tersebar di sana sini dan
Sampailah ke telinga kakeknya bahwa cucunya telah dilahirkan. Abdul Muthalib
segera menuju ke tempat itu dan membawa cucunya yang yatim lalu berkeliling
dengannya di Ka'bah sambil memikirkan namanya. Abdul Muthalib tidak merasa
terpukau dengan nama-nama yang mulai beredar di benaknya. Ia tampak bingung
menentukan nama yang paling tepat buat cucunya, bahkan kebingungannya itu
berlanjut sampai enam hari, sehingga sang Nabi disunat. Ketika malam telah
menyelimuti kawasan Mekah, datanglah kepadanya suara yang sama yang dulu pernah
dilihatnya dan didengarnya yang memerintahkannya untuk menggali zamzam. Di
tengah-tengah tidurnya, suara itu membisikkan kepadanya bahwa nama cucunya
berasal dari al-Ham, yang berarti Muhammad atau Ahmad.
Orang-orang Quraisy bertanya kepada Abdul Muthalib:
"Nama apa yang engkau berikan kepada cucumu?" Abdul Muthalib menjawab
sambil mengingat bisikan suara yang didengarnya saat mimpi,
"Muhammad." Nama tersebut sebenamya tidak umum di kalangan
orang-orang Jahilliyah. Mereka bertanya, "Mengapa Abdul Muthalib tidak
memakai narna-nama kakek-kakeknya dan nama-nama yang biasa dipakai di kalangan
mereka." Abdul Muthalib menjawab: "Aku ingin Allah SWT memujinya di
langit dan manusia memujinya di bumi."
Kami tidak mengetahui dorongan apa yang mendikte Abdul
Muthalib untuk menyatakan kalimat tersebut. Apakah kalimat itu bersumber dari
realitas kebanggaan orang-orang Arab yang populer atau berasal dari realitas
kebanggaan tradisional? Atau, apakah berangkat dari realitas kegembiraan yang
dalam dengan kelahiran si cucu, ataukah kalimat itu bersumber dari suasana
ruhani yang jernih dan bisikan alam gaib? Tentu kami tidak bisa menjawab. Yang
dapat kami ketahui adalah bahwa seseorang tidak akan layak menyandang predikat
manusia yang dipuji di bumi dan dipuji oleh Allah SWT di langit seperti
predikat yang disandang oleh Muhammad bin Abdillah.
Nabi Muhammad saw muncul ke alam wujud dalam keadaan
yatim. Beliau ditinggalkan oleh ayahnya saat beliau masih janin di dalam perut
ibunya. Allah SWT berfirman:
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim,
lalu Dia melindungimu?" (QS. adh-Dhuha: 6)
Allah SWT melindunginya. Orang-orang sufi mengatakan
bahwa sebab-sebab kemanusiaan seperti adanya kakeknya Abdul Muthalib dan
bagaimana ia mengasuhnya dan melindunginya tidak lain hanya bentuk lahiriah
yang tidak begitu penting, sedangkan bentuk batiniah yang sebenarnya adalah
kita berada di hadapan manusia yang dilindungi dan diasuh oleh Tuhannya sejak
masih kecil. Allah SWT mendidiknya saat beliau masih kecil, dan mengujinya dengan
keyatiman saat beliau masih janin serta mengujinya dengan kelaparan sejak masih
kecil, dan dewasa dengan kematian si ibu, saat beliau masih kecil dengan
keterasingan di tengah-tengah keramaian, dan dengan terjaga di tengah-tengah
tidur serta dengan penderitaan demi penderitaan. Allah SWT telah menyiapkannya
sejak usia dini untuk memikul beban risalah terakhir.
Selanjutnya, ibunya seringkali memeluknya lebih dari
sebelumnya. Ia melihat bahwa banyak dari wanita-wanita yang menyusui tidak
berkenan untuk mengasuhnya. Adalah sudah menjadi tradisi yang berkembang di
Mekah di mana keluarga-keluarga yang mulia mengirim anaknya ke kawasan dusun
agar anak tersebut menyerap dan menghirup udara segar serta memperoleh mainan
yang memadai. Dan biasanya wanita-wanita yang menyusui anak-anak lebih tertarik
menyusui anak-anak dari orang-orang kaya. Namun ketika pemimpin manusia seorang
yang fakir, maka wanita-wanita yang biasa menyusui tidak berminat kepadanya.
Marilah kita telusuri bagaimana Halimah binti Abi
Duaib menceritakan kisahnya bersama anak kecil yang disusuinya: "Saat itu
terjadi musim tandus dan kami tidak memiliki sesuatu sehingga aku dan suamiku
mengalami kemiskinan yang luar biasa. Lalu kami menetapkan keluar ke Mekah dan
menemani wanita-wanita dari Bani Sa'ad. Kami semua mencari anak-anak yang masih
menvusu agar orang tua mereka dapat membantu kami untuk memenuhi kebutuhan
hidup.
Binatang yang aku tunggangi sangat lemah dan sangat
kurus yang itu semua disebabkan oleh kekurangan makanan. Bahkan kami khawatir
kalau-kalau ia berhenti di tengah perjalanan dan mati. Dan kami tidak tidur
semalaman karena melihat kondisi anak kecil yang bersama kami. Ia menangis
karena tidak menemukan makanan yang dapat dimakannya. Ia menangis karena
kelaparan dan tidak mendapat air susu, baik dari air susuku maupun air susu
unta yang dibawa oleh suamiku, sehingga kami tidak dapat memuaskan dahaganya.
Di tengah-tengah malam, aku merasakan keputusasaan. Aku bertanya-tanya
bagaimana aku dapat melakukan sesuatu dalam keadaan yang demikian.
Akhirnya, kami sampai di Mekah. Sementara itu,
wanita-wanita yang ingin mencari anak-anak yang dapat mereka susui telah
mendahului kami. Mereka mengambil anak-anak kecil yang mereka sukai, kecuali
satu anak, yaitu Muhammad di mana ayahnya telah meninggal dan ia berasal dari
keluarga yang miskin meskipun sebenarnya kedudukannya sangat mulia di antara
tokoh-tokoh Quraisy. Oleh karena itu, wanita-wanita enggan untuk mengasuhnya.
Namun aku dan suamiku tidak sepaham dengan mereka karena aku tidak peduli dengan
keyatiman dan kcfakirannya. Kemudian aku malu untuk kembali dan tidak mengambil
bayi yang dapat aku susui kemudian. Di samping itu, aku malu jika mendapat
cercaan dari wanita-wanita itu. Lalu aku merasakan adanya kasih sayang yang
memenuhi hatiku terhadap anak kecil yang tampan itu yang akan diganggu oleh
udara yang kotor."
Kisah tersebut mengatakan bahwa saat anak-anak kecil
mendapatkan wanita-wanita yang menyusuinya, maka Muhammad bin Abdillah sedang
tidur dalam keadaan lapar di ranjangnya yang kasar, tanpa disusui oleh siapa
pun. Suatu hikmah yang tinggi berkehendak agar bayi yang masih menyusui itu
menghadapi dunia dalam keadaan yatim dan dalam keadaan kelaparan agar ia dapat
merasakan penderitaan anak-anak yatim dan orang-orang yang lapar sebelum ia menyelamatkan
mereka.
Halimah mengatakan bahwa ia meyakinkan suaminya bahwa
ia merasakan keinginan yang kuat untuk mengambil anak yatim ini, sehingga
suaminya menyetujuinya. Halimah tidak mengetahui rahasia keinginannya yang
samar agar ia kembali untuk mengambil anak yatirn yang masih menyusu ini. Ia
tidak mengetahui bahwa Allah SWT telah menanamkan rasa cinta kepada anak kecil
itu dalam hatinya seperti Allah SWT menanamkan cinta kepada Musa pada hati
isteri Fir'aun. Jika Musa menolak wanita-wanita lain untuk menyusuinya kecuali
ibunya setelah Allah SWT mencegahnya dari susuan wanita-wanita lain agar ibunya
merasa bahagia dan tidak bersedih, maka Muhammad bin Abdillah—seorang anak
kecil yang masih menyusu dan mulia—-justru ditolak oleh wanita-wanita yang menyusui,
sedangkan ia sendiri tidak pernah menolak seseorang pun.
Halimah kembali kepadanya dan ia memberitahu bahwa ia
akan mengasuhnya. Nabi Muhammad saw adalah seorang yang mulia. Halimah
meletakkan tangannya di dadanya, sehingga anak kecil itu tertawa. Halimah
mencium di antara kedua matanya. la meletakkannya di kamarnya. Halimah
mengetahui bahwa kedua air susunya telah kering, namun tiba-tiba air susunya
memancar dengan keras sebagai bentuk kasih sayang dan tanda kebesaran dari
Allah SWT. Kini Halimah pun dapat menyusuinya. Apakah itu merupakan hikmah yang
tinggi di mana anak kecil tersebut merasa cukup dengan sesuatu yang sedikit?
Ataukah anak kecil itu sudah dapat mendidik dirinya untuk zuhud dan qanaah
sebelum ia mendidik orang-orang dewasa tentang pengorbanan dan kesatriaan?
Halimah kembali ke gurun Bani Sa'ad dan ia membawa
Muhammad bin Abdillah. Belum lama ia menyaksikan tanahnya yang tandus sehingga
tiba-tiba kebaikan dunia terbuka dan mekar di hadapanya, di mana bumi dipenuhi
dengan kehijau-hijauan setelah mengalami masa tandus. Pohon-pohon berbuah dan
buah kurma tampak berseri-seri setelah sebelumnya layu, bahkan susu-susu
binatang pun mulai tampak banyak. Allah SWT memberikan berkah-Nya kepada tempat
tersebut. Halimah mengetahui bahwa kabaikan ini telah datang bersama kedatangan
anak kecil yang diberkahi, sehingga cintanya kepada anak itu semakin bertambah.
Bahkan suaminya pun menjadi tawanan cinta yang lain kepada Muhammad saw.
Pada suatu hari ia berkata kepada isterinya:
"Apakah engkau mengetahui wahai Halimah bahwa engkau telah mengambil
seorang anak yang mulia?" Halimah berkata: "Anak kecil itu tidak
menangis dan tidak berteriak kecuali ketika ia telanjang." Ketika anak
kecil itu gelisah di tengah malam dan tidak tidur, maka Halimah membawanya keluar
dari kemah dan ia berhenti bersamanya di bawah sinar bintang. Saat itu anak itu
tampak bergembira ketika menyaksikan langit. Setelah kedua matanya terpuaskan
oleh pandangan ke arah langit, ia pun mulai tidur.
Ketika anak itu mencapai tahun yang kedua, maka ia
telah disapih, sehingga ibunya ingin mengambilnya, tetapi Halimah tidak kuat
untuk menahan perpisahan ini. Halimah menjatuhkan dirinya di hadapan kedua kaki
sang ibu dan ia mulai menciuminya dan ia meminta agar membiarkannya bersama
anaknya sehingga anak itu benar-benar kuat dan dapat kembali menghirup udara
segar gurun. Akhirnya, Rasulullah saw tinggal di tempat Bani Sa'ad sampai lima
tahun. Dan pada masa lima tahun ini terjadi peristiwa penting yang terkenal
dengan peristiwa pembelahan dada. Kehendak Ilahi telah menetapkan kepada Ruhul
Amin, yaitu Jibril untuk menemui Muhammad bin Abdillah dan membelah dadanya
dengan perintah Ilahi serta menyuci hatinya dengan rahmat dan mengeringkannya
dengan cahaya dan mengeluarkan bagian dunia darinya.
Seperti biasanya Rasulullah saw keluar pada suatu hari
bersama saudara susuannya dengan menunggangi sekawanan domba menuju tempat
pengembalaan. Di tengah hari, saudaranya berlari-lari dalam keadaan takut dan
menangis sambil berteriak bahwa Muhammad telah terbunuh. Muhammad diambil oleh
dua orang laki-laki yang memakai baju yang putih lalu kedua orang itu
menelentangkannya dan membelah dadanya.
Mendengar hal itu, Halimah sangat kaget dan terpukul.
Ia segera pergi sambil berlari mencari Muhammad dan diikuti oleh suaminya yang
mengikuti petunjuk anak kecil dari saudara Muhammad. Akhirnya, mereka menemukan
Muhammad sedang duduk di atas tanah di mana wajahnya tampak pucat dan kedua
matanya menyala.
Halimah dan suaminya mencium dengan lembut dan mulai
menampakkan kasih sayangnya. Kemudian mereka bertanya, "apa yang terjadi?" Muhammad menjawab:
"Ketika aku memperhatikan domba-domba yang sedang
bermain aku dikagetkan dengan kedatangan dua orang yang memakai pakaian yang
putih. Mula-mula aku menyangka bahwa mereka adalah burung yang besar, namun
ternyata aku salah. Mereka adalah dua orang yang tidak aku kenal yang memakai
pakaian warna putih. Salah seorang dari mereka berkata kepada temannya dengan
menunjuk ke arahku, "Apakah ini
anaknya?" Yang lain menjawab, "benar." Aku merasakan
ketakutan yang luar biasa. Lalu mereka mengambilku dan menidurkan aku serta
membelah dadaku dan mereka mengambil sesuatu darinya hingga mereka mendapatinya
dan membuangnya jauh-jauh. Setelah itu, mereka bersembunyi laksana
bayangan."
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Anas dan juga
diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad. Para mufasir berbeda pendapat tentang
simbolisme yang dalam ini. Sebagaian besar ulama menakwilkan peristiwa
tersebut. Pakar-pakar klasik, seperti Qurthubi berpendapat bahwa peristiwa itu
diisyaratkan oleh firman-Nya: "Bukankah Kami telah melapangkan untukmu
dadamu?. " (QS. Alam Nasyrah: 1)
Sedangkan tokoh-tokoh hadis, seperti Ghazali
berpendapat bahwa manusia istimewa seperti Muhammad saw tidak mungkin terlepas
dari bimbingan Ilahi dan tidak mungkin terkena waswas sekecil apa pun yang
biasa menimpa manusia biasa. Jika suatu kejahatan menjadi suatu gelombang yang
memenuhi cakrawala, maka di sana terdapat hati yang segera memungutnya dan
terpengaruh dengannya, namun hati para nabi dengan adanya bimbingan Allah SWT
tidak akan terpanggil dan tidak terkena arus kejahatan tersebut.
Dengan demikian, usaha para nabi terfokus pada
peningkatan kemajuan atau ketinggian, bukan memerangi kerendahan. Diriwayatkan
oleh Abdillah bin Mas'ud bahwa Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada
seseorang di antara kalian kecuali ia diawasi oleh temannya dari kalangan jin
dan temannya dan dari kalangan malaikat." Para sahabat berkata:
"Apakah hal itu juga berlaku kepadamu wahai Rasulullah?" Beliau
menjawab: "Ya, tetapi Allah SWT membantuku, sehingga ia berserah diri dan
tidak memerintahkan kepadaku kecuali dalam kebaikan."
Begitulah sikap orang-orang yang dahulu dan para ahli
hadis berkaitan dengan peristiwa pembelahan dada. Kami kira bahwa kejadian yang
luar biasa tersebut berhubungan dengan persiapan Nabi untuk melalui Isra' dan
Mi'raj. Ia merupakan perjalanan di mana Rasulullah saw akan menebus alam
angkasa dan akan mencapai alam langit. Kemudian beliau akan melampaui alam ini,
sehingga sampai di Sidratul Muntaha yang di sana terdapat Janatul Ma'wah.
Pandangan tersebut kembali kepada pendapat kami yang
mengatakan bahwa peristiwa pembelahan dada berulang lebih dari sekali saat
Rasul saw mencapai usia lima puluh tahun. Dan peristiwa pembelahan dada terjadi
kedua kalinya pada malam Isra' dan Mi'raj.
Bukhari meriwayatkan dari Malik bin Sh'asha'a bahwa
Rasulullah saw menceritakan kepada mereka peristiwa malam Isra' di mana beliau
bersabda: "Ketika aku berada di Hathim—atau beliau berkata di Hijr—saat
aku dalam keadaan antara tidur dan bangun, maka seorang datang kepadaku lalu ia
membelah antara ini dan ini. Yaitu antara kerongkongan dan perutnya. Beliau
melanjutkan: Lalu ia mengeluarkan hatiku dan membawa mangkok dari emas yang
penuh dengan keimanan lalu ia menyuci hatiku. Kemudian diulanginya."
Kami kira bahwa pembelahan dada merupakan bentuk
simbolis yang menunjukkan kesucian Rasul saw dan sebagai bentuk penyiapannya
untuk melalui Isra' dan Mi'raj. Itu merupakan pemberitahuan dari Ilahi bahwa
anak ini akan mencapai suatu kedudukan yang belum pernah dicapai oleh manusia
dan tidak akan dicapai manusia sesudahnya. Setelah peritiwa pembelahan dada,
berubahlah kehidupan anak kecil itu di mana sebagian besar waktunya digunakan
untuk merenung dan menyendiri. Dari roman wajahnya tampak keseriusan yang
biasanya menghiasi wajah orang-orang dewasa.
Berlalulah hari demi hari, tahun demi tahun dan
Selesailah masa menetapnya bersama Halimah di dusun Bani Sa'ad. Beliau sangat
terpengaruh dan sangat terkesan dengan keadaan di sana. Diriwayatkan bahwa
beliau pemah mengingat masa kecilnya di Bani Sa'ad dan beliau membanggakannya.
Beliau menyebutkan pengorbanan mereka dan sikap mereka yang baik. Beliau
berkata: "Aku termasuk dari Bani Sa'ad, tanpa bermaksud menyombongkan
diri. Jika mereka berhadapan atau menyaksikan salah seorang mereka lapar, maka
mereka akan membagi makanan di antara mereka."
Kemudian Muhammad bin Abdillah kembali ke Mekah saat
usianya lima tahun. Beliau hidup beberapa hari bersama ibunya di mana si ibu
merasakan kesedihan yang dalam atas kepergian ayahnya. Sesuai janji untuk
mengingat ayahnya yang telah pergi, Aminah menetapkan untuk mengunjungi
kuburannya di Yatsrib. Jarak antara Mekah dan Yatsrib lebih dari lima ratus
kilo meter di gurun yang kering yang jauh dari tanda-tanda kehidupan. Anak itu
menempuh peijalanan yang berat. Setelah perjalanan yang berat ini, Muhammad bin
Abdillah tinggal di tempat paman-paman dari ibunya di Madinah selama satu
bulan. Muhammad melihat rumah yang di situ ayahnya meninggal sebelum ia
dilahirkan. Ia berziarah bersama ibunya ke kuburan yang sederhana yang ayahnya
dikuburkan di dalamnya. Mula-mula pikirannya terfokus pada keadaan yatim sambil
ia mulai memperhatikan linangan air mata ibunya yang diam.
Selesailah masa satu bulan keberadaannya di sisi
paman-pamannya. Kemudian ibunya menemaninya untuk kembali ke Mekah. Kedua anak
manusia itu sampai di pertengahan jalan. Muhammad bin Abdillah tidak mengetahui
rahasia kepucatan wajah ibunya. Lalu malaikatul maut turun di suatu tempat yang
yang bernama Abwa. Di situlah Aminah binti Wahab telah bertemu dengan
kekasihnya, Allah SWT.
Sang ibu meninggal dan meninggalkan anak satu-satunya
bersama seorang pembantu. Pembantu itu menampakkan rasa kasihnya terhadap anak
kecil yang kehilangan ayahnya saat masih janin dan kehilangan ibunya saat
berusia enam tahun. Muhammad bin Abdillah kini menjadi sendiri dan ia dalam
keadaan menangis. Ia mencapai kematangan setelah ia melewati kesedihan
kehidupan dan kerasnya kehidupan sebagai anak yatim.
Rasulullah saw pernah ditanya setelah masa diutusnya:
"Bagaimana pandanganmu?" Beliau menjawab: "Pengetahuan adalah
modalku. Akal adalah dasar agamaku. Cinta adalah pondasiku. Zikrullah adalah
kesenanganku. Dan kesedihan adalah temanku."
Allah SWT telah menyiramkan kepadanya sungai-sungai
kesedihan sehingga beliau dapat memberikan kepada manusia buah dari kegembiraan
dan ketulusan.
Anak kecil itu kembali ke Mekah dalam keadaan sedih
dan ia tampak terpaku. Lalu Abdul Muthalib, kakeknya menampakkan cinta yang
luar biasa dan penghormatan padanya. Setelah dua tahun ketika Muhammad bin
Abdillah berusia delapan tahun, maka meninggallah salah satu benteng yang
terbaik yang menjaganya, yaitu kakeknya Abdul Muthalib. Kemudian anak kecil itu
kini merenungi kakeknya laksana orang dewasa. Ia tampak tegar seperti layaknya
orang dewasa.
Kita tidak mengetahui mengapa terjadi demikian.
Mengapa hikmah Allah SWT mencegah Nabi yang terakhir untuk mendapatkan kasih
sayang seorang ayah, kasih sayang seorang ibu, dan bimbingan seorang kakek?
Apakah Allah SWT ingin memberi Nabi yang terakhir suatu kasih sayang dan cinta
yang semata-mata bersumber dari sisi-Nya? Apakah Allah SWT ingin mendidiknya
dengan kesedihan dan memberinya perasaan-perasaan yang penuh dengan
penderitaan? Apakah Allah SWT ingin membuat hati Rasul-Nya hanya tertuju
kepadanya? Dahulu Allah SWT berkata kepada Musa:
"Dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku." (QS. Thaha: 41)
Dahulu Allah SWT memberi kabar gembira kepada Musa di
dalam Taurat sebagaimana Isa memberi kabar gembira di dalam Injil dengan
kedatangan seorang Nabi setelahnya yang bernama Ahmad. Dan Nabi Musa meminta
kepada Tuhannya agar memberinya dan memberi umatnya puncak keutamaan, lalu
Allah SWT menjawab bahwa Dia telah menetapkan keutamaan ini kepada Nabi yang
terakhir Ahmad dan umatnya.
Allah SWT telah memilih Musa untuk diri-Nya. Meskipun
Demikian, Dia tidak mencegahnya untuk mendapatkan kasih sayang seorang ibu dan
mendidiknya di tengah-tengah keluarganya. Namun Dia berkehendak untuk
menjadikan Nabi yang terakhir tercegah dari mendapatkan kasih sayang seorang
manusia dan cinta seorang manusia, sehingga Nabi tersebut hanya mendapatkan
kasih sayang Ilahi dan cinta Ilahi.
Allah SWT berfirman menceritakan tentang keadaan Rasul
terakhir:
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim,
lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu
Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan,
lalu Dia memberikan kecukupan. Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu
berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta, maka janganlah
kamu menghardiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu maha hendaklah kamu
menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). " (QS. ad-Dhuha: 6-11)
Makna ayat tersebut secara harfiah adalah bahwa beliau
dalam keadaan yatim lalu Allah SWT melindunginya; beliau dalam keadaan tersesat
lalu Allah SWT memberinya petunjuk; beliau dalam keadaan fakir lalu Allah SWT
memampukannya. Allah SWT melindunginya dengan mengasuhnya, membimbingnya, dan
mencukupinya. Itu adalah derajat keutamaan yang tidak pernah dicapai oleh
seseorang pun di dunia.
Setelah kematian kakeknya, maka pamannya Abu Thalib
mengasuhnya. Allah SWT telah meletakkan kecintaan pada hati pamannya, sehingga
pamannya mengutamakan Muhammad saw daripada anak-anaknya dan memuliakannya
serta menghormatinya, bahkan Abu Thalib mendudukkannya di ranjangnya yang biasa
dibentangkannya di hadapan Ka'bah di mana tidak ada seorang pun yang duduk
selainnya.
Muhammad bin Abdillah hidup di jantung gurun Mekah
sebagai seorang yang memiliki kesadaran yang tinggi di antara kaum yang sedang
lalai dan kaum yang mabuk-mabukan dan para penyembah berhala serta para
pedagang minuman keras dan para syair dan orang-orang yang berperang dan
tokoh-tokoh kabilah.
Muhammad bin Abdillah seorang yang banyak diam dan
ketika usianya semakin dewasa, maka ia bertambah banyak diam. Beliau tidak
berbicara kecuali jika diajak seseorang berbicara; beliau tidak terlibat dalam
permainan hura-hura anak-anak muda; beliau merasakan kesedihan yang dalam;
beliau sering menyendiri dan membuka matanya di hamparan pasir-pasir. Mulutnya
terdiam dan akalnya berpikir. Beliau merenungkan di masa kecilnya bagaimana
kaumnya bersujud terhadap berhala dan terpukau dengannya; bagaimana orang-orang
berakal mau bersujud kepada batu-batu yang tidak memberikan mudharat dan
manfaat dan tidak berbicara serta tidak dapat melakukan apa-apa. Beliau
mewarisi dari kekeknya Ibrahim kebencian yang fitri terhadap dunia berhala dan
patung.
Di dalam dirinya terdapat penghinaan yang besar
terhadap sembahan-sembahan dari batu ini, suatu penghinaan yang menjadikannya
tidak mau mendekat selama-lamanya terhadap patung tersebut. Namun hatinya yang
besar dipenuhi dengan kesedihan yang lebih hebat dari kesedihan kakeknya
Ibrahim. Beliau sedih karena akal manusia menyembah batu dan emas, kesombongan
serta kekuasaan penguasa; beliau mendengar apa yang dikatakan manusia dan
mengamat-amati urusan kehidupan dan keadaan masyarakat; beliau juga menyaksikan
betapa banyak pertentangan dan perkelahian di antara manusia yang justru
disebabkan oleh masalah-masalah yang sepele, sehingga keheranan beliau semakin
bertambah dan sudah barang tentu kesedihannya pun semakin dalam. Tidakkah
manusia mengetahui bahwa mereka akan mati seperti ayahnya, ibunya, dan kakeknya?
Mengapa mereka menimbulkan pertentangan ini, hingga mereka mendapatkan lebih
banyak kejahatan?
Ketika usianya semakin bertambah, maka bertambahlah
kezuhudannya dalam hidup, dan sepak terjangnya terus bersinar memenuhi penjuru
Mekah. Beliau tidak sama dengan seseorang pun dari kalangan pemuda saat itu.
Meskipun kami kira bahwa kesedihannya disebabkan oleh hal-hal yang umum, tetapi
beliau tidak mengungkapkan kegelisahan hatinya pada seseorang pun. Beliau belum
bertujuan untuk memperbaiki masyarakat atau kemanusiaan. Benar bahwa
pertanyaan-pertanyaan kritis timbul dalam benaknya dan ingin segera menemukan
jawaban, tetapi akalnya sendiri tidak dapat menemukan jawaban atau jalan
keluar. Inilah yang dimaksud dengan makna ayat:
"Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang
bingung, lalu Dia memberikan petunjuk." (QS. adh-Dhuha: 7)
Yang dimaksud ad-Dhalal (kesesatan) di sini
ialah kebingungan akal dalam menafsirkan kejahatan dan usaha melawannya karena
ketiadaan senjata dan kecilnya usia. Semua itu justru menambah sikap diam anak
kecil itu dan menjauhkannya dari dunia yang akan mencemari akal, sehingga
akalnya selamat dari segala noda dan tetap di bawah naungan kejernihannya.
Anak kecil itu tetap jauh dari dosa-dosa yang
dilakukan oleh kaumnya yang berupa kecenderungan untuk menyembah berhala dan
cinta kekuasaan dan kebanggaan. Ia selalu mendekat dan lebih mendekat kepada
hakikatnya yang suci; ia mampu mempengaruhi orang lain dengan jiwanya yang
bersih dan rahmatnya atau kasih sayangnya tertuju kepada manusia, bahkan kepada
binatang dan burung. Ketika ia duduk akan makan lalu ada burung merpati
berkeliling di seputar makanannya rnaka ia meninggalkan makanannya untuk burung
itu. Pada saat orang-orang memukul anjing yang mendekat kepada makanan mereka,
maka ia justru mencabut suapan yang ada di mulutnya dan memberikannya pada
anjing, kucing, anak-anak kecil, dan orang-orang fakir. Bahkan seringkali di
waktu malam ia tidur dalam keadaan lapar karena ia memberikan makanannya ke
orang lain.
Muhammad saw adalah seorang fakir yang harus bekerja
agar dapat makan, maka beliau bekerja sebagai pengembala kambing, seperti Nabi
Daud, Nabi Musa, dan nabi-nabi yang lain yang diutus oleh Allah SWT. Kemudian
beliau melakukan perjalanan bersama kafilah pamannya Abu Thalib menuju Syam saat
beliau berusia tiga belas tahun. Beliau menyaksikan keadaan umat-umat yang
lain, maka keheranannya semakin bertambah terhadap masa jahiliyah ini. Ketika
beliau menyaksikan orang-orang tersesat, maka kesedihannya semakin bertambah
dan hatinya semakin tersentuh dan pikirannya semakin dalam.
Pada saat perjalanan menuju ke Syam ini terjadi suatu
peristiwa terhadap anak kecil itu. Kemungkinan besar itu justru menambah
kebingungannya. Seorang pendeta yang bernama Buhaira berdiri di jendela rumah
yang menjadi tempat peribadatannya di Suria. Tiba-tiba ia memperhatikan suatu
awan putih—tidak seperti biasanya—yang menghiasai langit yang biru. Saat itu
udara sangat terang, sehingga munculnya awan tersebut sangat mengherankan.
Kemudian pandangan Buhaira yang tertuju ke langit, kini tertuju ke bumi di mana
ia mendapati awan itu menyerupai burung yang putih yang menaungi kafilah kecil
yang menuju ke arah utara. Buhaira memperhatikan bahwa awan tersebut mengikuti
kafilah.
Jantung Buhaira berdebar dengan keras karena ia mengetahui
melalui buku-buku peninggalan kaum Masehi yang otentik bahwa seorang nabi akan
muncul ke dunia setelah Isa. Sifat dan kabar nabi tersebut diceritakan dalam
buku-buku kuno. Buhaira segera meninggalkan tempatnya, lalu ia segera
memerintahkan untuk menyiapkan makanan yang besar. Kemudian ia mengutus
seseorang untuk menemui kafilah tersebut dan mengundang mereka untuk jamuan
makan. Salah seorang mereka berkata dengan nada bercanda kepada Buhaira:
"Demi Lata dan 'Uzza, engkau hari ini tampak lain wahai Buhaira. Engkau
tidak pernah melakukan demikian kepada kami, padahal kami telah melewati dan
singgah di tempat ini lebih dari sekali. Ada peristiwa apa gerangan wahai
Buhaira?"
Buhaira menjawab: "Hari ini kalian adalah
tamu-tamuku." Pertanyaan orang tersebut tidak dijawab dengan
terang-terangan. Ia sengaja menghindarinya dan tidak menyingkapkan rahasia
kemuliaan yang datangnya tiba-tiba ini. Buhaira memberi makan mereka dan mulai
memperhatikan di antara mereka adanya seseorang yang memiliki tanda-tanda yang
dibacanya dalam kitab-kitabnya yang kuno tentang seorang rasul yang ditunggu.
Namun ia tidak menemukannya, hingga ia bertanya kepada mereka: "Wahai kaum
Quraisy, apakah ada seseorang yang tidak hadir bersama jamuanku ini?"
Mereka menjawab: "Benar, ada seseorang yang tidak ikut bersama kami. Kami
meninggalkannya karena ia masih kecil." Buhaira berkata: "Sungguh aku
telah mengundang kamu semua. Panggilah ia supaya hadir bersama kami dan memakan
makanan ini." Salah seorang lelaki dari kaum Quraisy berkata: "Demi
Lata dan 'Uzza, sungguh tercela bagi kami untuk meninggalkan Muhammad bin
Abdillah bin Abdul Muthalib dari jamuan yang kami diundang di dalamnya.
Pamannya meminta maaf karena Muhammad masih kecil,
kemudian sebagian mereka berdiri dan menghadirkannya. Belum lama Buhaira
memandangi kejernihan dua mata Muhammad, sehingga ia mengetahui bahwa ia telah
mendekati tujuannya. Buhairah terpaku ketika memandangi Muhammad bin Abdillah
sehingga kaum selesai makan dan mereka berpisah.
Muhammad bin Abdillah duduk sendirian. Buhaira
menghampirinya dan berkata: "Wahai anak kecil, demi kedudukan Lata dan
'Uzza, sudikah kiranya engkau memberitahu aku terhadap apa yang aku tanyakan
kepadamu?" Buhaira ingin mengetahui sikap anak ini terhadap berhala
kaumnya. Anak kecil itu menjawab: "Jangan engkau bertanya kepadaku tentang
Lata dan 'Uzza. Demi Allah, tidak ada sesuatu yang lebih aku benci daripada
keduanya." Buhaira berkata: "Dengan izin Allah aku ingin bertanya
kepadamu." Anak kecil itu menjawab: "Tanyalah apa saja yang terlintas
di benakmu."
Buhaira bertanya kepada anak kecil itu tentang
keluarganya, kedudukannya di tengah-tengah kaumnya, mimpinya dan
pendapat-pendapatnya. Dialog tersebut terjadi jauh dari pantauan kaum karena
mereka tidak akan diam ketika mendengar bahwa Muhammad membenci berhala-berhala
mereka. Kemudian Muhammad menjawab pertanyaan-pertanyaan Buhaira dengan yakin,
hingga membuat Buhaira mantap bahwa ia sekarang duduk bersama seorang Nabi yang
kabar berita gembiranya disampaikan oleh Nabi Isa sebagaimana disampaikan oleh
nabi-nabi dari kaum Israil dari kaum Nabi Musa. Setelah itu, ia bangkit
meninggalkan anak kecil itu dan menuju ke Abu Thalib ia bertanya tentang
kedudukan anak kecil itu di sisinya. Abu Thalib menjawab: "Ia adalah
anakku." Buhaira berkata: "Tidak mungkin ayahnya masih hidup."
Abu Thalib berkata: "Benar. Ia anak saudaraku. Ayahnya dan ibunya telah
meninggal." Buhaira berkata: "Engakau benar, kembalilah kamu ke
negerimu dan hati-hatilah dari kaum Yahudi." Abu Thalib bertanya tentang
rahasia dari apa yang dikatakan oleh pendeta itu. Pendeta itu mulai mengetahui
bahwa ia telah berbicara lebih dari yang semestinya. Lalu ia berkata: "Ia
akan memiliki kedudukan tertentu." Buhaira tidak menjelaskan lebih dari
itu dan ia tidak menentukan kedudukan yang dimaksud.
Lalu berlalulah peristiwa tersebut tanpa terlintas
dari benak seseorang atau tanpa menggugah kesadaran di antara mereka. Kisah
tersebut tidak membawa pengaruh berarti bagi kafilah atau kepada Nabi sendiri.
Kafilah menganggap bahwa penghormatan pendeta kepada Muhammad bin Abdillah dan
memberitahunya akan kedudukan yang akan disandangnya adalah semata-mata
basa-basi yang biasa diucapkan di atas meja makan ketika para tamu memuji
kedermawanan tuan rumah. Dan sebagai balasannya, orang yang mengundang akan
memuji akhlak para pemuda mereka. Alhasil, peristiwa tersebut tidak membawa
pengaruh apa pun, baik bagi Muhammad maupun bagi sahabat-sahabat yang ikut
dalam kafilah, sehingga mereka tidak mengetahui rahasia perkataan pendeta dan
mereka tidak menyebarkan pembicaraan yang mereka dengar darinya. Peristiwa itu
tersembunyi meskipun ia sungguh sangat membingungkan Muhammad.
Apa gerangan yang terjadi antara dirinya dan
orang-orang Yahudi, sehingga pendeta perlu mengingatkan pamannya dari ancaman
mereka? Apa kedudukan yang akan diembannya seperti yang diceritakan oleh
pendeta itu? Dan apa hubungan semua ini dengan kesedihan-kesedihannya yang
dalam serta kebingungannya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sedikit demi sedikit
berputar di benaknya. Kemudian seperti biasanya kafilah tersebut kembali ke
Mekah. Muhammad kembali menuju keterasingannya. Ia memperhatikan keadaan alam
di sekitarnya. Kemudian ia melihat kembali penderitaannya; ia berusaha untuk
mendapatkan kehidupannya; ia mengabdi kepada manusia dan mengorbankan apa saja
demi kemuliaan mereka.
Hari demi hari berlalu. Muhammad saw tampil dengan
pakaian ketulusan kasih sayang, dan amanah serat cinta, sebagaimana pelita
dipenuhi oleh cahaya, sehingga kejujurannya terkenal di tengah-tengah kaumnya.
Bahkan kejujuran dan amanatnya tidak bakal diragukan oleh seseorang pun dari
penduduk Mekah. Dan ketika beliau datang dengan membawa risalahnya dan beliau
ditentang mayoritas masyarakatnya, namun tak seorang pun yang berani meragukan
kejujurannya. Mereka hanya menuduh bahwa ia terkena sihir atau kesadarannya
telah hilang.
Pada tahun ketiga belas dari masa kenabian, ketika
semua kabilah sepakat untuk membunuhnya dan mengucurkan darahnya di antara para
kabilah dan mereka mengepung rumahnya, maka di saat situasi yang sulit ini
beliau menetapkan untuk berhijrah. Tetapi sebelumnya beliau mewasiatkan kepada
Ali bin Abi Thalib, anak pamannya untuk tetap tinggal di rumahnya agar ia dapat
mengembalikan amanat yang dititipkan oleh semua musuhnya dan para sahabatnya.
Ini beliau maksudkan agar Ali dapat menyerahkan amanat tersebut di waktu pagi
kepada para pemiliknya. Anda dapat melihat betapa para musuhnya merasa aman
terhadap harta mereka ketika dijaga oleh Muhammad saw.
Hari demi hari berlalu dan tahun demi tahun pun lewat.
Sementara itu, kesucian dan kejujuran Muhammad saw semakin meningkat. Dan di
tengah lautan keheningan yang mencekam, ketika Muhammad bin Abdillah
menyebarkan layar perahunya yang putih, maka ia harus menemui hakikat azali
yang bertemu dengan-nya semua nabi dan rasul. Muhammad bin Abdillah mengetahui
bahwa alam yang besar ini mempunyai Tuhan Pengatur dan Pencipta; Tuhan yang
Maha Satu dan yang tiada tuhan selain-Nya.
Muhammad dijauhkan dari suasana kenikmatan dan
foya-foya yang biasa dilakukan oleh para pemuda seusianya. Dan ketika pemuda
Mekah berbangga-bangga dengan banyaknya minuman keras yang mereka minum dan
banyaknya bait-bait syair yang mereka katakan tentang wanita, maka Muhammad bin
Abdillah telah menemukan jati dirinya di suatu gua yang tenang di gunung yang
besar. Ia memilih untuk menghabiskan waktunya di dalam keheningan gua tersebut.
Ia merenung dengan hatinya tentang keadaan alam; ia memikirkan keagungan
rahasia-rahasianya dan rahmat Penciptanya serta kebesaran-Nya.
Pada tahun yang kedua puluh lima, beliau mengenal
Ummul Mu'minin, isterinya yang pertama, yaitu Khadijah binti Khuwailid yang
saat itu berusia empat puluh tahun. Khadijah adalah wanita yang mulia dan
mempunyai cukup harta. Ia berdagang dan suaminya telah meninggal. Banyak orang
yang mendekatinya dengan alasan untuk mendapatkan kekayaannya. Khadijah mencari
seseorang laki-laki yang dapat membawa harta dagangannya menuju Syam, lalu
Khadijah mendengar berita yang cukup banyak berkenaan dengan kejujuran dan
amanat serta kesucian Muhammad bin Abdilah. Akhirnya, Khadijah mengutus
Muhammad saw untuk membawa barang dagangannya. Muhammad saw pergi dalam
perjalanannya yang kedua ke Syam saat beliau berusia dua puluh lima tahun.
Allah SWT memberkati perjalannya di mana beliau kembali dengan membawa keuntungan
yang berlipat ganda yang diserahkannya kepada Khadijah. Muhammad saw tidak
peduli dengan harta Khadijah dan tidak peduli kepada kecantikannya; Muhammad
saw hanya memandang kemuliaan yang dipegangnya. Kemudian Khadijah merasakan
getaran cinta terhadap Muhammad saw. Dan Akhirnya, ia mengutarakan keinginan
untuk menikah dengannya, hingga Muhammad saw pun setuju.
Paman Muhammad saw, Abu Thalib berdiri dan
menyampaikan khotbah pada saat perayaan perkawinannya: Muhammad saw tidak dapat
dibandingkan dengan seorang pun dari kaum Quraisy karena ia adalah seorang yang
mulia, baik dari sisi akal maupun ruhani. Meskipun ia seorang yang fakir namun
harta adalah naungan yang akan hilang dan benda yang bersifat sementara.
Setelah menikah, Muhammad saw justru mendapatkan
kesempatan yang lebih besar untuk merenung dan menyendiri serta beribadah.
Kemudian kehidupan yang dijalaninya justru meningkatkan kemuliaannya, sehingga
keutamaannya tersebar di sana sini. Beliau tidak pernah terlibat dalam
pergulatan yang keras untuk memperebutkan materi-materi dunia. Beliau selalu
menggunakan akal sehatnya daripada terlibat dalam kesesatan mereka dan
kegelapan berhala yang menyelimuti banyak orang pada saat itu. Kemudian usianya
kini mendekati empat puluh tahun.
Setelah merasakan kesunyian di tengah-tengah
masyarakat, beliau lebih memilih untuk menjauh dari mereka. Beliau mencari-cari
hakikat, sehingga Allah SWT membimbingnya untuk menyendiri di gua Hira.
Akhirnya, beliau dapat keluar dari Mekah. Beliau berjalan beberapa mil. Kemudian
beliau mulai mendaki dan mendaki. Setiap kali ia mendaki gunung, maka tempat
itu semakin luas. Udara tampak lembut dan tersingkaplah hijab, dan pandangan
semakin terbentang. Kemudian beliau memasuki gua. Keheningan menyelimuti segala
sesuatu, namun hati tetap sadar dan tidak ada sesuatu yang dapat
menghalang-halangi pandangan internal yang dalam. Dalam suasana kesunyian
terkadang lahirlah pemikiran-pemikiran yang cemerlang yang kemudian menyebarkan
sayap-sayapnya dan membumbung, pertama-tama di atas angkasa gua lalu tersebar
menuju ke tempat yang lebih luas. Tidak ada sesuatu pun yang membatasinya atau
mengekang kebebasannya.
Kita tidak mengetahui pikiran-pikiran apa yang
terlintas pada manusia termulia dan terbesar di atas bumi itu saat beliau duduk
di gua Hira beberapa bulan. Apa yang beliau pikirkan dan apa gerangan yang
beliau risaukan? Mimpi apa yang ada di benaknya dan perasaan-perasaan apa yang
lahir dalam hatinya? Bagaimana keadaan batu-batu yang ada di sisinya? Apakah
atom-atom batu yang berputar di sekelilingnya menyahuti tasbihnya yang diam,
seperti atom-atom batu yang bersahut-sahutan bersama Daud saat ia membaca
kitabnya Zabur.
Kami tidak mengetahui secara pasti bentuk kelahiran
yang terjadi dalam dirinya. Yang kita ketahui adalah bahwa beliau tidak
berpikir tentang kenabian dan beliau tidak berpikir untuk memberikan petunjuk
kepada manusia; beliau tidak melakukan praktek-praktek sufisme karena beliau
sudah menjadi seorang sufi sebelum diutus di tengah-tengah manusia. Kemudian
Allah SWT memilihnya sebagai Nabi lalu beliau meninggalkan uzlahnya dan turun
ke medan serta membawa senjata. Beliau mempertahankan kebenaran, sehingga
beliau bertemu dengan Tuhannya. Mula-mula lahirlah tasawuf dan setelahnya
lahirlah jihad di jalan Allah SWT. Tasawuf bukanlah puncak atau hasil
sebagaimana diyakini oleh manusia sekarang, tetapi ia adalah permulaan jalan
yang panjang di mana pada akhirnya yang bersangkutan menggunakan senjata
sebagai bentuk usaha untuk membela manusia dan kehormatannya.
Pada suatu hari beliau duduk di gua Hira dan tiba-tiba
beliau dikagetkan dengan kedatangan Jibril yang berdiri di depan pintu gua.
Malaikat tersebut memeluknya erat-erat lalu memerintahkannya untuk membaca
sambil berkata: "Bacalah!" Muhammad bin Abdillah menjawab: "Aku
tidak mampu membaca." Beliau ingin mengatakan bahwa beliau tidak mengenal
bacaan dan tulisan. Kalau begitu, apa yang harus beliau baca? Malaikat kembali
memeluknya dengan kuat sehingga Rasulullah saw menganggap bahwa ia meninggal.
Kemudian malaikat melepasnya dan memerintahkannya untuk membaca. Beliau kembali
menjawab: "Aku tidak bisa membaca." Malaikat yang mulia kembali
memeluknya dan kembali memerintahkan untuk membaca. Dan lagi-lagi Rasulullah
saw menjawab dengan gemetar: "Apa yang aku baca?" Kemudian Jibril
membaca permulaan ayat-ayat yang turun kepada beliau:
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan
Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan
kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. al-'Alaq: 1-5)
Setelah peristiwa itu, Jibril menghilang secara
tiba-tiba sebagaimana ia muncul secara tiba-tiba. Rasulullah saw merasakan
dalam dirinya kejadian yang luar biasa yang pernah dirasakan oleh Nabi Musa
saat beliau mendengar panggilan-panggilan suci di lembah Thuwa. Sebagaimana
Nabi Musa lari ketakutan, maka Muhammad bin Abdillah pun segera menuju ke
rumahnya dalam keadaan ketakutan. Ia turun ke gunung dan kembali ke rumahnya
dan kembali ke isterinya. Tubuhnya yang mulia bergetar denga keras dan beliau
merasakan ketakutan dan kegelisahan.
Apakah beliau kali ini berhubungan dengan jin atau
alam perdukunan? Apakah beliau telah mengigau sehingga beliau mendengar
suara-suara dan melihat wajah-wajah yang belum pernah dilihatnya? Rasulullah
saw mengkhawatirkan dirinya karena beliau sangat benci kepada perdukunan.
Beliau memasuki rumahnya dengan keadaan gemetar. Beliau berkata kepada
isterinya: "Selimutilah aku, selimutilah aku!" Kemudian isterinya
segera menyelimuti dengan selimut dari wol dan mengusap keringat yang berada di
keningnya. Isterinya dikagetkan dengan kepucatan wajah beliau yang mulia dan
kegemetaran tubuhnya.
Khadijah bertanya kepadanya: "Apa yang sedang
terjadi?" Kemudian Muhammad saw menceritakan secara detail apa yang
dialaminya. Kemudian ia berkata: "Sungguh aku khawatir terhadap
diriku." Khadijah mengetahui bahwa ia sekarang berhadapan dengan masalah
yang serius, suatu berita gembira yang ia tidak mengetahui hakikatnya, suatu berita
gembira yang seharusnya tidak dihadapi Muhammad saw dengan kekhawatirkan dan
kegelisahan.
Khadijah berkata dengan maksud untuk meredakan
ketakutannya: "Tenanglah. Demi Allah, Allah SWT tidak akan menghinakanmu
selama-lamanya. Sungguh engkau adalah seorang yang baik, yang menyambung tali
silaturahmi, yang berbicara dengan jujur, dan yang menghormati tamu."
Meskipun kalimat-kalimat tersebut penuh dengan
kedamaian dan kesejukan, tetapi kegelisahan Rasul saw juga belum hilang.
Kemudian Khadijah pergi bcrsama beliau ke rumah Waraqah bin Nofel, yaitu anak
dari paman Khadijah. Waraqah adalah seorang Nasrani dan dia mampu menulis kitab
dalam bahasa Ibrani dan ia cukup mengetahui kitab-kitab Taurat dan Injil di
mana matanya telah buta karena masa tua.
Khadijah berkata kepadanya: "Wahai putra pamanku,
dengarlah dari anak saudaramu." Waraqah berkata: "Wahai anak
saudaraku, apa yang engkau lihat?" Rasulullah saw menceritakan apa yang
dialaminya secara sempurna. Waraqah berkata sambil mengangkat kepalanya yang tampak
keheranan: "Itu adalah Namus (Jibril) yang Allah SWT turunkan kepada
Musa." Sebagai seorang yang mengerti, Waraqah bin Nofel mengetahui bahwa
ia berada di hadapan seorang Nabi yang berita gembiranya disampaikan oleh
Taurat dan Injil.
Setelah keheningan sesaat, Waraqah berkata:
"Seandainya aku masih hidup ketika kaummu mengeluarkanmu dan
mengusirmu." Rasulullah saw bertanya: "Mengapa aku harus diusir oleh
mereka?'' Waraqah menjawab: "Benar, tidak ada seorang pun yang akan datang
seperti dirimu kecuali engkau akan mengalami penderitaan dan pengusiran.
Seandainya aku hadir di saat itu niscaya aku akan menolongmu."
Demikianlah, akhirnya Islam pun dikembangkan. Kehendak
Allah SWT terlaksana dan Allah SWT telah memilih Nabi yang terakhir di muka
bumi dan orang Muslim yang pertama. Barangkali pembaca akan bertanya: Apa
hakikat dari Islam? Apabila Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir yang diutus
oleh Allah SWT di muka bumi dan kita mengetahui bahwa para nabi semuanya
sebagai Muslim, maka bagaimana beliau dapat dikatakan mendahului mereka dalam
keislaman dan menjadi orang Muslim yang pertama?
Islam yang dibawa oleh Muhammad saw tidak berbeda
dalam esensinya dengan Islam yang dibawa oleh Nabi Nuh, Nabi Musa, Nabi Isa
atau nabi yang lain, tetapi yang berbeda adalah bentuknya, sedangkan esensinya
tetap seperti semula, yakni berdasarkan tauhid. Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad saw berbeda dalam bentuknya dengan Islam yang dibawa nabi-nabi
sebelumnya karena sebab yang penting, yakni bahwa Islam ini merupakan ajaran
yang universal dan berisi aspek kemanusiaan yang abadi. Islam tidak terbatas
atas orang-orang Arab tetapi ia berlaku atas semua golongan. Islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad saw tidak terbatas untuk kabilah tertentu atau bangsa
tertentu atau bumi tertentu atau lingkungan tertentu atau zaman tertentu,
tetapi ia untuk semua manusia. Atau dengan kata lain, ia merupakan ajakan untuk
membangkitkan akal manusia di mana saja mereka berada tanpa ada batasan tempat
atau waktu.
Universalitas ajaran Islam tidak dikenal pada
risalah-risalah Ilahi sebelumnya di mana setiap risalah itu diperuntukkan bagi
bangsa tertentu dan zaman tertentu. Oleh karena itu, mukjizat-mukjizat yang
mengagumkan yang bersifat temporal seringkali mendukung risalah-risalah yang
dahulu. Ketika Islam datang sebagai bentuk ajakan untuk menghidupkan akal
manusia secara bebas, maka di sana tidak ada alasan untuk membawa mukjizat yang
mengagum-kan. Hanya ada satu kata yang dapat dijadikan pembuka untuk berdakwah
dan membuka akal manusia, yaitu kata "iqra"' (bacalah). Dan
hendaklah bacaan ini berdasarkan nama Allah SWT. Dengan nama Tuhanmu yang
menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Coba Anda renungkan
permulaan pertumbuhan dan puncak pencapaian. Di sini tersembunyi mukjizat yang
hakiki jika Anda berusaha mencari mukjizat yang hakiki.
Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Mulia, yang memberikan
nikmat penciptaan dan rezeki serta rahmat dan kelembutan. Dia Maha Mulia yang
mengajarkan manusia apa saja yang tidak diketahuinya. Demikianlah esensi dari
Islam, yaitu ajakan untuk membaca. Ia adalah dakwah yang menunjukkan kedudukan
ilmu. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orangyang berilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28)
Takut kepada Allah SWT tidak akan muncul kecuali
berdasarkan ilmu. Mustahil kebodohan dengan bentuk apa pun akan melahirkan rasa
takut. Oleh karena itu, dalam pandangan Islam ilmu adalah hal yang pokok. Ia
bukan kemewahan dan bukan hanya perhiasan. Kaum Muslim telah mengalami masa
kemuliaan dan kejayaan dan mereka berhasil menguasai bumi ketika mereka
memahami Islam secara benar, tetapi ketika pemahaman ini jauh dari mereka, maka
mereka kembali dalam keadaan yang paling buruk, bahkan lebih buruk daripada
masa jahiliah.
Jadi, ilmu dalam Islam merupakan tujuan yang mulia dan
utama dalam penciptaan alam wujud. Kisah Nabi Adam dan Hawa, sebagaimana
diceritakan oleh Al-Qur'an adalah bukan semata-mata kisah kesalahan memakan
pohon tcrlarang, tetapi ia juga kisah yang memiliki dimensi-dimensi yang dalam
dan aspek-aspek yang beraneka ragam. Ketika Anda menyclami kedalamannya, maka
Anda akan dapat menemukan simbol-simbol dari makna-makna yang lebih penting.
Dialog internal yang dialami oleh para malaikat
tentang rahasia pemilihan Nabi Adam untuk memakmurkan bumi dan menjadi khalifah
di dalamnya serta pengajaran yang diperoleh Nabi Adam tentang nama-nama
semuanya dan bagaimana beliau mengemukakan nama-nama tersebut kepada para
malaikat, serta ketidaktahuan mereka tentang nama-nama itu, kemudian usaha Nabi
Adam untuk memberitahu mereka tentang apa yang diketahuinya serta pengetahuan
para malaikat tentang rahasia pemilihan Nabi Adam dan para keturunannya untuk
memakmurkan bumi, semua ini menjadikan tujuan dari penciptaan manusia adalah
pencapaian ilmu atau ma'rifah secara umum. Pandangan tersebut dikuatkan oleh
firman Allah SWT:
"Dan Ahu tidak menciptakan jin dan manusia
kecuali untuk menyembah-(Ku)." (QS. adz-Dzariat: 56)
Lalu bagaimana kita memahaminya saat ini dan bagaimana
generasi yang pertama dari kaum Muslim dan dari sahabat-sahabat Rasul saw dan
para pengikutnya dan para tentaranya memahaminya? Saat ini kita memahaminya
dengan pemahamam yang sederhana. Kita mengetahui bahwa kalimat "untuk
menyembah-Ku " berarti ritualitas dalam beribadah dan aspek-aspek
lahiriahnya, seperti mengucapkan kalimat syahadat, salat, puasa, haji, zakat
dan lain-lain. Sehingga orang-orang yang salat diperbolehkan untuk menyembah
Allah SWT di negeri mereka atau di rumah-rumah mereka, meskipun mereka hidup di
bawah pemikiran orang-orang Barat dan membeli produk-produk yang dibuat mereka
serta memanfaatkan ilmu dan kecanggihan tehnologi orang-orang Barat. Namun
mereka sendiri tidak menghasilkan apa-apa. Mereka tidak dapat memberikan
kontribusi kepada kehidupan; mereka tak ubah-nya seperti bulu yang dimainkan
oleh ombak. Sedangkan pemahaman yang dahulu berkaitan dengan kalimat tersebut
sebagai berikut:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
kecuali untuk menyembah-(Ku). " (QS. adz-Dzariat: 56)
Ibnu Abbas membacanya: "Illa
liya'rifuun." (Agar mereka mengetahui). Perhatikanlah bagaimana
pentingnya perbedaan antara praktek-praktek ibadah dengan bentuk-bentuknya dan
kedalamannya yang jauh dalam ma'rifah yang menyebabkan rasa takut kepada Allah
SWT. Orang Muslim yang pertama meyakini bahwa Allah SWT menciptakannya agar ia
mengetahui Allah SWT atau agar ia mengenal Allah SWT. Sehingga ambisi orang
Muslim yang pertama sangat mengagumkan. Mereka pergi untuk membebaskan dunia
semuanya: satu tangan berpegangan dengan Al-Qur'an dan tangan yang lain
memegang pedang untuk menghancurkan belenggu-belenggu yang menyeret manusia
kepada kesesatan.
Kemudian jatuhlah dari Islam hakikat ilmu, sehingga
umat Islam tidak dapat memimpin kehidupan dan mereka justru men-dapatkan
kehinaan. Allah SWT berfirman:
"Allah menyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan
melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang
berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi
Allah hanyalah Islam." (QS. Ali 'Imran: 18)
Setelah kesaksian kepada Allah swt dan kesaksian
kepada malaikat, maka disebutlah secara langsung kesaksian kepada orang-orang
yang berilmu. Maka, adakah penghormatan terhadap ilmu yang lebih besar daripada
penghormatan ini? Ilmu dalam Islam berbeda dengan ilmu dalam peradaban Barat.
Memang benar bahwa Islam yang bertanggung jawab terhadap tumbuhnya pandangan
ilmiah dan metode eksperimental di mana berdasarkan metode ini tegaklah
peradaban Barat yang kemudian melahirkan berbagai produksi, pembuatan, dan
penemuan. Dan metode eksperimental adalah metode al-Istiqra, yaitu suatu
metode yang mengikuti bagian-bagian terkecil (parsial) melalui jalan eksperimen
yang dapat tunduk terhadap eksperimen dan melalui jalan memperhatikan hal-hal
yang tidak dapat tunduk terhadap suatu eksperimen, atau melalui jalan matematis
murni yang membutuhkan kepada matematis murni di mana hal itu bertujuan untuk
menyingkap hukum-hukum yang menguasai benda. Sistem ini bidangnya adalah alam
dan alatnya adalah panca indera dan akal. Sistem ini dimanfaatkan oleh seorang
Eropa yang bernama Roger Bikun. Ia mengakui bahwa ia sangat berhutang kepada
kaum Muslim dan peradaban Islam.
Seorang guru yang bernama Bruicll dalam bukunya Abna'
al-Insaniah menceritakan tentang dasar-dasar peradaban Barat di mana ia
berkata: "Roger Bikun mempclajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu Arab di
sekolah Oxford kepada guru-gurunya yang berasal dari Arab di Andalus. Dan Roger
Bikun dan Fenessis Bikun tidak dapat menisbatan keutamaan yang mereka peroleh
dalam menciptakan sistem eksperimental kepada diri mereka sendiri. Roger Bikun
hanya seorang duta dari duta-duta ilmu. Oleh karena itu, ia tidak malu ketika
menyatakan bahwa mempelajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu Arab adalah jalan
satu-satunya untuk mengetahui kebenaran."
Demikianlah pernyataan pakar-pakar Barat yang jujur.
Yang demikian ini bisa dijadikan sanggahan terhadap orang-orang Barat yang
tidak jujur agar mereka mengetahui bahwa mereka sebenarnya mengambil senjata
yang sebenarnya berasal dari Islam. Dan jika dikatakan bahwa rahasia
kebangkitan Barat saat ini dan keunggulannya atas Timur kembali kepada
pengambilannya terhadap sebab-sebab metode eksperimental, yaitu metode Islam,
maka rahasia kehancuran Barat dan kebingungannya serta kegelisahannya adalah
karena mereka tidak menghubungkan metode tersebut dengan kebesaran Allah SWT
sebagaimana semestinya. Metode eksperimen-tal—sebagaimana diambil orang-orang
Barat—dimulai dari alam dan berakhir kepadanya sebagai sesuatu tujuan. Jadi,
ruang lingkup pembahasan mereka adalah berkisar kepada materi, dan alat-alat
pembahasan adalah eksperimen dan pengamatan serta istiqra.
Tiada setelah alam kecuali kematian dan kematian
adalah rahasia yang misterius dan melawannya adalah hal yang mustahil. Kita
tidak mengetahui apa yang terjadi setelah kematian; kita tidak mengetahui
sesuatu pun tentang ruh. Tidak ada hubungan antara ilmu dan akhlak; tidak ada
jawaban dari ilmu tentang tujuan kehidupan ini. Kita hanya mempelajari
aspek-aspek lahiriah dan mencapai hukum-hukumnya saja. Demikianlah pandangan
Barat tentang ilmu di mana ia hanya sekadar alat dan sarana untuk mengatur alam
dan berusaha menguasainya. Sedangkan metode ilmiah dalam Islam menyatakan bahwa
gerakan atom dengan gerakan sistem tata surya di bawah kendali Zat Yang Maha
Tahu dan Zat Yang Maha Pencipta. Ilmu dalam Islam justru membimbing manusia
untuk menuju Allah SWT:
"Dan bahwasannya kepada Tuhanmulah kesudahan
(segala sesua-tu). " (QS. an-Najm: 42)
Ilmu justru mengantarkan manusia untuk mencapai rasa
takut kepada Allah SWT sebagaimana membimbingnya beribadah kepadanya dan
mencintai-Nya:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28)
Islam datang dan mengajak manusia untuk membaca,
mengetahui, dan takut kepada Allah SWT serta hanya beribadah kepadanya. Jika
ilmu merupakan sayap pertama di dalam Islam, maka sayap yang kedua adalah
kebebasan. Rasulullah saw memberitahu dan menyatakan bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah SWT dan tidak ada sembahan selain Allah SWT.
Seruan ini mengisyaratkan keruntuhan tuhan-tuhan yang
mengusai bumi semuanya, baik tuhan yang berupa kepentingan-kepentingan pribadi,
kekayaan, raja, penguasa, pemikiran-pemikiran yang mengusai manusia, warisan
para kakek dan nenek, berhala-berhala yang terbuat dari batu dan kayu, maupun
berbagai macam tuhan lain yang bohong. Adalah salah jika seseorang membayangkan
bahwa kalimat "tiada Tuhan selain Allah" hanya sekadar hiasan mulut
seorang Muslim di mana segala sesuatu yang ada di sekitarnya penuh dengan
kebohongan dan tidak membenarkan apa yang dikatakannya. Kalimat tersebut dalam
Islam merupakan per-gulatan besar bersama kegelapan yang ada pada diri manusia,
suatu pergulatan yang berakhir pada penyerahan diri; pergulatan yang akan
berpindah pada kehidupan yang lebih berat, sehingga kehi-dupan akan berserah
diri. Dan mustahil pergulatan itu akan terjadi kecuali jika terpenuhi suatu
kebebasan: kebebasan akal untuk meragukan dan menolak dan kebebasan yang
berakhir kepada pencapaian batas-batasnya dan kemampuannya serta kebebasan yang
meninggi untuk mencapai keimanan yang dalam dan kokoh. Itu adalah tanggung
jawab yang berarti bahwa ia harus memikul senjata untuk membebaskan orang lain
sebagaimana ia membebaskan dirinya sendiri. Demikianlah esensi dari Islam,
yaitu ilmu yang berdiri di atas kebebasan dan tanggung jawab yang tumbuh dari
kebebasan, dan buah terAkhirnya adalah tauhid dalam kedalamannya yangjauh.
Jika tauhid dipahami secara benar, maka manusia akan
terbebas dari penyembahan selain Allah SWT: manusia akan bebas terhadap rasa
takut dari kematian, kekhawatiran atas rezeki, manusia akan terbebas dari sikap
bakhil dan ketakutan terhadap hari-hari yang akan datang.
Muhammad bin Abdillah datang nntuk menyerukan bahwa
hanya Allah SWT yang patut disembah dan bahwa semua manusia adalah
hamba-hamba-Nya. Dcngan membebaskan manusia dari menyembah sesama mereka, maka
kebcbasan yang hakiki telah dimulai. Rasulullah saw memberitahu bahwa kematian
adalah perpindahan dari satu rumah ke rumah yang lain. Ia bukan akhiran yang
misteri dari kehidupan yang tidak dapat dipahami, tetapi ia hanya sekadar
perpindahan. Takut kepada kematian tidak akan menyelamatkan dari kematian itu
sendiri, dan cinta kepada kehidupan tidak akan memanjangkan ajal. Pada setiap
ajal ada ketentuannya. Maka keberanian merupakan unsur dari unsur-unsur
pembentukan kepribadian Islam dan bagian dari bagian-bagian sel yang ada dalam
tubuh seorang Muslim.
Rasulullah saw juga menyatakan bahwa rezeki di dunia
sudah dijamin dan ditentukan oleh Allah SWT:
"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi
melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya. " (QS. Hud: 6)
Jibril mewahyukan kepada Rasul saw bahwa suatu jiwa
tidak akan memenuhi ajalnya sehingga rezekinya disempurnakan. Jika demikian
halnya, maka tidak ada alasan bagi manusia untuk khawatir terhadap rasa lapar
dan gelisah terhadap hari esok. Semua ini terjadi dalam ruang lingkup mengambil
atau melalui jalanjalan menuju sebab. Yakni berusaha untuk mencapai rezeki yang
merupakan kewajiban bagi orang Muslim dan percaya terhadap kedermawan Allah SWT
yang juga merupakan suatu kewajiban bagi orang Muslim untuk mempercayainya.
Allah SWT berfirman:
"Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu
dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. " (QS. adz-Dzariat: 22)
Allah SWT telah menjamin rezeki di dunia dan
memerintahkan manusia untuk berusaha mencapai rezeki di akhirat. Rezeki di
dunia adalah sesuatu yang sudah dijamin, sehingga manusia tidak perlu melakukan
usaha yang terlalu sengit untuk mencapainya. Cukup baginya untuk berusaha
secara benar dan seimbang. Sedangkan berkenaan dengan rezeki akhirat, Allah SWT
memerin-tahkan manusia untuk berusaha mencapainya karena ia adalah rezeki yang
Allah SWT tidak menjaminnya kecuali jika manusia berhasil melampaui dua jihad:
jihad yang besar dan jihad yang kecil. Jihad besar adalah jihad melawan hawa
nafsu dan jihad kecil adalah jihad melawan musuh di medan perang.
Dengan terbebasnya seorang Muslim dari kerisauan pada
kematian, rezeki, dan rasa takut, maka Islam memberi seorang Muslim senjatanya
dan alat-alatnya dan ia memerintahkannya untuk mulai memerangi
kekuatan-kekuatan kelaliman di muka bumi. Allah SWT berfirman tentang umat Islam:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan
beriman kepada Allah." (QS. Ali 'Imran: 110)
Perhatikanlah, bagaimana Allah SWT menyebutkan amal
makruf nahi mungkar sebelum keimanan kepada Allah SWT. Ini dimaksudkan agar
akal manusia tergugah akan pentingnyajihad di jalan Allah SWT. Amal makruf dan
nahi mungkar tidak terwujud semata-mata dengan memegang tongkat dan
mencambukannya kepada punggung orang-orang Islam yang tidak salat; ia juga
tidak berupa usaha untuk menahan orang-orang Muslim yang tidak berpuasa.
Masalah itu lebih penting dan lebih besar dari sekadar memperhatikan hal-hal
yang bersifat lahiriah, sedangkan hal-hal yang bersifat batiniah tidak
diperhatikan.
Ayat tersebut berarti, hendaklah seorang Muslim
membawa senjata dan berdakwah di jalan Allah SWT serta memerangi orang-orang
lalim di muka bumi. Abu Bakar berkata: "Wahai manusia, kalian membaca ayat
berikut ini:"
"Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tiadalah
orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat
petunjuk," (QS.
al-Maidah: 105)
Dan aku mendengar Rasulullah saw bersabda:
"Sesungguhnya ketika masyarakat melihat orang yang lalim dan mereka tidak
menghentikannya, maka Allah SWT akan menimpakan azab kepada mereka semua."
Penafsiran Abu Bakar terhadap ayat tersebut sangat
jelas artinya. Yakni bahwa pelaksanaan ayat tersebut dapat diwujudkan dengan
adanyajihad di jalan Allah SWT dengan mengangkat senjata sebagai usaha untuk
menghentikan orang-orang yang lalim. Setelah itu, seorang Muslim dapat
mengatakan: "Aku telah melaksanakan tugasku dan tidak akan berdampak
kepadaku orang yang sesat setelah aku memberikan petunjuk."
Demikianlah pemahaman orang-orang Islam yang pertama.
Maka bandingkanlah pemahaman tersebut dengan pemahaman kita saat ini di mana
kita telah kchilangan keberanian, dan rasa takut telah menghinggapi tubuh
orang-orang Islam. Kaum Muslim lebih mengutamakan keselamatan diri mcrcka
daripada memerangi orang-orang yang lalim.
Muhammad bin Abdillah datang dengan membawa risalah
Islam yang di dalamnya terdapat perintah Ilahi untuk rnemerangi orang-orang
yang lalim dan mempertahankan kehormatan orang-orang yang tertindas di muka
bumi. Allah SWT berfirman:
"Karena itu, hendaklah orang-orang yang menukar
kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa
yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka
kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar. Mengapa kamu tidak mau
berperang dijalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki,
wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: 'Ya Tuhan kami,
keluarkanlah kami dari negeri ini yang lalim penduduknya dan berilah kami
pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu. " (QS. an-Nisa': 74-75)
Muhammad bin Abdillah membacakan kepada kaumnya
tentang penafsiran Allah SWT berkenaaan dengan makna kejayaan yang besar:
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari
orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.
Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah
menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan
siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah?, maka
bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah
kemenangan yang besar." (QS. at-Taubah: 111)
Bacalah ayat tersebut dua kali dan renungkanlah
tentang kedermawan Allah SWT. Betapa tidak, Dia membeli jiwa orang-orang mukmin
dan harta mereka, padahal jiwa tersebut dan harta tersebut pada hakikatnya
adalah milik-Nya sendiri. Lihatlah bagaimana kemuliaan Allah SWT di mana Dia
membeli harta milik-Nya yang khusus dengan surga dan bagaimana Allah SWT
menganjurkan orang-orang Islam untuk berperang, dan Dia memberitahu mereka
bahwa urusan memerangi orang-orang lalim dan orang-orang yang tersesat bukanlah
hal yang baru atas orang-orang Islam. Allah SWT telah memerintahkan hal
tersebut dalam Injil dan Taurat. Sebagaimana Nabi Isa diutus dengan pedang,
seperti yang disebutkan dalam lembaran-lembaran atau buku-buku orang-orang
Nasrani, maka Nabi Musa pun diutus dengan membawa pedang. Dan ketika Bani
Israil berkata kepada Nabi Musa, "pergilah engkau bersama Tuhanmu dan
berperanglah, dan kami hanya di sini duduk-duduk saja,", maka kehendak
Ilahi menetapkan agar mereka mendapatkan kesesatan selama empat puluh tahun
sebagai akibat dari perbuatan mereka itu, agar generasi yang lemah dan hina itu
hancur yang mereka justru tidak memenuhi panggilan Allah SWT dan mereka
membiarkan Nabi Musa bersama Tuhannya berperang, padahal peperangan itu
merupakan tanggung jawab mereka dan tugas mereka yang harus mereka emban
sebagai pengikut Nabi Musa.
Demikianlah esensi dari ajaran Islam sebagaimana yang
dibawa oleh Muhammad bin Abdillah. Yakni ajakan untuk membaca dan menggali ilmu
serta mendapatkan kebebasan dan yang terpenting adalah usaha melawan
kekuatan-kekuatan lalim. Suatu ajakan yang universal yang tidak dikhususkan
untuk kalangan tertentu atau untuk waraa kulit tertentu atau untuk kaum
tertentu atau untuk tempat tertentu; suatu ajakan kemanusiaan yang komprehensif
yang universal yang ingin mengikat ilmu dan kebebasan dan jihad dengan tujuan
yang lebih tinggi, yaitu mencapai tauhid kepada Allah SWT dan menyucikan-Nya
serta keimanan terhadap hari kemudian dan kebangkitan manusia semuanya di
hadapan Allah SWT.
Adalah salah jika ada orang yang menganggap bahwa
Islam hanya memperhatikan aspek akhirat dan melupakan aspek duniawi. Menurut
Islam dunia adalah lembar-lembar jawaban yang akan dikoreksi di hari akhir. Ia
adalah ujian dan tempat percobaan bagi manusia agar manusia mengetahui apakah
ia layak untuk menda-patkan kemuliaan dari Allah SWT yang telah diberikan
kepada Adam. Atau apakah iajustru layak untuk jadi bagian dari tanah neraka
Jahim dan batunya, sebagaimana firman Allah SWT:
"Yang bahan bakarnya manusia dan batu. " (QS. al-Baqarah: 24)
Rasulullah saw telah menjelaskan hikmah dari
penciptaan manusia, penciptaan kehidupan dan kematian ketika beliau
menyampaikan firman Allah SWT dalam surah al-Mulk:
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia
menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amabiya. " (QS. al-Mulk: 2)
Dunia adalah rumah pergulatan. Dan Allah SWT telah
menciptakan kehidupan dan kematian agar manusia menyadari siapa di antara
mereka yang terbai amalnya. Tentu pengetahuan ini tidak akan menambah kekuasaan
Allah SWT. Pengetahuan itu justru dibutuhkan oleh manusia. Allah SWT
menciptakan manusia agar menusia mengetahui, danpengetahuan yang paling penting
adalah pengetahuan atau pengenalan terhadap diri. Dan pada hari kiamat manusia
akan mengenal dirinya secara sempurna dan ia akan mengenal balasan yang akan
diterimanya secara sempurna.
Dan barangkali mukadimah yang kami sarikan dari hari
akhir ini mengharuskan kehidupan di atas bumi dipenuhi dengan kesucian dan
kebersihan, yaitu diliputi dengan kemanusiaan yang sempurna yang di dalamnya
manusia layak untuk hidup. Demikianlah Islam yang dibawa oleh Muhammad saw.
Inilah asasnya dan hakikatnya. Itu adalah pondasi dan hakikat yang tidak
diciptakan oleh Muhammad saw dan tak didahului oleh rasul-rasul sebelumnya.
Hakikat risalah-risalah yang dulu semuanya adalah tauhid dan mempertahankan
kebenaran serta keimanan terhadap hari akhir dan menyerahkan jiwa dan
anggota tubuh hanya kepada Allah SWT. Yang baru dalam Islam adalah ilmu,
kebebasan dan universalitas ajaran Islam serta warna keadilan yang sangat
kental, sehingga sangat tepat jika dikatakan bahwa karakter dari Islam adalah
keadilan. Barangkali bagian ini perlu diperhatikan.
Meskipun agama-agama samawi pada esensinya satu,
tetapi kehendak Allah menuntut turunnya lebih dari agama dan lebih dari satu
nabi. Kehendak tersebut menuntut agar pada setiap agama terdapat karakter yang
khusus yang menggambarkan bentuk yang paling tepat sesuai dengan kebutuhan
utama yang di situ agama itu diturunkan dan sesuai dengan waktu saat itu.
Orang-orang Yahudi misalnya, mereka hidup di tengah-tengah suasana penyembahan
berhala dikalangan orang-orang Mesir kuno. Yahudisme diturunkan pada Bani
Israil yang suka membangkang dan karena itu, karakter utamanya adalah ketegasan
(as-Sharamah) agar mereka tidak terpengaruh dengan fenomena berhalaisme
ala Mesir atau mereka terkena pengaruh dari tindakan semena-mena Fir'aun.
Dengan ketegasan inilah agama Yahudi selamat dan dapat menjadi risalah
penyelamatan dan pembebasan.
Namun Bani Israil yang memperbudak manusia dan
mempunyai hati yang keras pada saat yang sama mereka keluar dari Fir'aun untuk
masuk ke cengkraman orang-orang Romawi di mana orang-orang Romawi justru
lebih lalim dan lebih kuat dari orang-orang Mesir. Oleh karena itu, orang-orang
Masehi bertanggung jawab untuk melakukan pembebasan baru tetapi dengan cara
yang berbeda sesuai dengan perubahan keadaan. Cara tersebut adalah menjauhkan
penggunaan kekuatan bersenjata karena kekuatan orang-orang Romawi mengungguli
kekuatan saat itu dan menguasai bumi secara keseluruhan. Maka kemenangan yang
mungkin dapat diperoleh adalah dengan cara menghindari tindak kekerasan dan
lebih mengutamakan pendekatan cinta. Dan pada kali yang lain orang-orang Masehi
memperoleh kemenangan melalui cara kedamaian dan cinta yang disebarkannya atas
imperialisme Romawi dengan segala senjatanya dan kekuasaannya.
Adapun Islam datang sebagai agama yang terakhir dan
menyeluruh yang layak untuk diterapkan di muka bumi, sehingga Allah SWT
mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya kepada orang-orang yang
berhak mewarisinya. Oleh karena itu, agama yang terakhir ini harus mempunyai
karakter khusus dan karakter itu adalah karakter keadilan.
Ketegasan hanya cocok untuk zaman tertentu dan
kelompok tertentu dan keadaan tertentu, sedangkan cinta adalah contoh yang
tertinggi, tetapi ia tidak dapat menjadi sesuatu tolok ukur untuk dibandingkan
dengan tindakan-tindakan tertentu atau untuk dijadikan alat untuk melakukan
sesuatu. Dan jika ia menjadi tolok ukur bagi orang-orang yang memilki perasaan
yang tinggi atau budaya yang tinggi, maka ia tidak dijadikan tolok ukur umum
dan universal. Adapun keadilan, maka ia menjadi karakter Islam yang berarti
keseimbangan dalam sifat-sifat keutamaan dan meletakkan segala sesuatu pada
tempatnya. Ini adalah tolok ukur yang menyeluruh dan barometer yang akhir. Dan
barangkali kebesaran keadilan dan pengaruhnya dalam pengaturan alam
bersandarkan kepada firman Allah SWT:
"Allah menyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan
melainkan Dia. Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang
berilmu (juga menyatakan yang demikian itu)." (QS. Ali 'Imran: 18)
Apabila Allah SWT dalam Islam merupakan cermin yang
tertinggi, maka keadilan yang disaksikan oleh Allah SWT terhadap diri-Nya
sendiri harus menjadi karakter Islam dan kaum Muslim. Keadilan dalam Islam
bukan hanya keadilan ekonomi atau keadilan hukum atau keadilan dalam balasan,
tctapi ia mencakup semuanya. Sebelum semua ini dan sesudahnya, kcadilan dalam
Islam merupakan suatu sistem dalam kehidupan dan metode utama dalam Islam.
Ketika Anda memalingkan pandangan Anda dalam Islam,
maka Anda akan menemukan keadilan menghiasi seluruh wajah Islam. Di sana
terdapat keadilan antara agama-agama yang dulu, keadilan antara individu dan
masyarakat, keadilan antara dunia dan agama, keadilan antara pria dan wanita,
keadilan untuk orang-orang yang fakir dan orang-orang yang kaya, keadilan
antara para penguasa dan rakyat, bahkan dengan keadilan itu sendiri bumi dan
langit ditegakkan dan Allah SWT menyebut diri-Nya sebagai al-'Adl (Yang
MahaAdil).
Selanjutnya, Islam adalah agama yang sudah lama
sebagaimana lamanya kedatangan para nabi. Nabi Nuh as berkata dalam surah
Yunus:
"Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku
tidak meminta upah sedikit pun darimu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah
belaka dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah
diri (kepadanya)." (QS.
Yunus: 72)
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail as berkata dalam surah
al-Baqarah saat keduanya membangun Ka'bah:
"Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan
kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya
Tuhan Kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduh patuh kepada Engkau dan
tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji hami, dan
terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Menerima taubat lagi
Maha Penyayang. " (QS. al-Baqarah: 127-128)
Nabi Ibrahim tidak lupa untuk berwasiat kepada
keturunannya dan di antara mereka adalah Yakub agar mereka mati dalam keadaan
Islam. Allah SWT berfirman:
"Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada
anaknya, Demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): 'Hai anak-anakku, Sesungguhnya
Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah hamu mati kecuali dalam
memeluk agama Islam.'" (QS. al-Baqarah: 132)
Ketika kematian mendekati Yakub, beliau mengumpulkan
anak-anaknya di sekelilingnya dan bertanya kepada mereka:
"Apa yang kamu sembah sepeninggalku? Mereka
menjawab: 'Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenak moyangmu, Ibrahim, Ismail,
dan hhaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh
kepadanya.'" (QS.
al-Baqarah: 133)
Allah SWT memberitahu kita dalam surah Yunus tentang
perkataan Nabi Musa kepada kaumnya:
"Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka
bertawakallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri." (QS. Yunus: 84)
Sementara itu, Nabi Sulaiman adalah seorang Muslim
sesuai dengan nas ayat-ayat yang menceritakan tentang kisahnya bersama Ratu
Saba' ketika Ratu tersebut berkata:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat lalim
terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan
semesta alam." (QS.
an-Naml: 44)
Demikian juga Nabi Yusuf, beliau berdoa kepada Allah
SWT dan meminta kepadanya agar mematikannya sebagai orang Muslim dan
memasukannya dalam kelompok orang-orang yang saleh. Allah SWT berfirman dan
bercerita tentang Yusuf dalam surah Yusuf:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah
menganugerahkan kepadaku sebagaian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian
ta'bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di
dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku
dengan orang-orang yang saleh." (QS.Yusuf: 101)
Sementara itu dalam surah al-Maidah, Allah SWT mewahyukan
kepada kaum Hawariyin agar mereka beriman kepadanya dan kepada rasul-Nya lalu
mereka berkata:
"Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul)
bahwa Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)." (QS. al-Maidah: 111)
Jadi, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Yakub,
Nabi Musa Harun, Nabi Sulaiman, Nabi Yusuf, Nabi Isa adalah nabi-nabi yang
Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat tersebut. Maka seluruh nabi adalah
orang-orang Muslim, lalu bagaimana Nabi Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir
dikatakan sebagai orang Muslim yang pertama?
Allah SWT berfirman dalam surah al-An'am yang
ditujukan kepada Nabi yang terakhir:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya shalatku, ibadatku,
hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu
bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang
yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163)
Maka, bagaimana beliau menjadi orang Muslim yang
pertama, padahal penamaan umat beliau dengan sebutan al-Muslimin adalah
penamaan yang sebenarnya sudah dahulu dikenal di kalangan nabi-nabi yang
terdahulu dan kedatangannya ke alam wujud dan penamaan agamanya dengan sebutan al-Islam
sebenarnya berhutang kepada kakeknya yang jauh, yaitu Nabi Ibrahim. Allah
SWT berfirman dalam surah al-Hajj:
"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu
dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah
menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu. " (QS. al-Hajj: 78)
Tidak ada pertentangan dalam pendahuluan para nabi
dengan sebutan al-Muslimin daripada Rasulullah saw dan kedudukan beliau
sebagai orang Muslim yang pertama. Tentu kata al-Awwal (yang pertama) di
sini tidak dipahami dari sisi waktu atau masa kemunculan, tetapi yang dimaksud
dengan orang Muslim di sini adalah akmalul muslimin (orang yang paling
sempurna di antara orang-orang Muslim). Suatu kali Aisyah pernah ditanya
tentang akhlaknya Rasulullah saw lalu dia menjawab dengan kalimatnya yang
singkat: "Akhlak beliau adalah Al-Qur'an."
Kita mengetahui bahwa Al-Qur'an al-Karim menetapkan
akhlak yang mulia meskipun dalam batasannya yang sederhana dan rendah, dan
menyebutkan keutamaan akhlak dalam tingkatannya yang tinggi. Oleh karena itu,
akhlak seperti apa yang dimiliki oleh Rasulullah saw: apakah beliau memiliki
akhlak yang sifatnya tengah-tengah, atau apakah beliau mendahului dalam
kebaikan, atau apakah beliau termasuk ashabul yamin (orang-orang yang
berasal di sebelah kanan), atau apakah beliau termasuk al-Muqarrabin (orang-orang
yang dekat dengan Allah SWT)?
Rasulullah saw tidak hanya memiliki semua karakter
tersebut dan atribut tersebut, bahkan kedudukan beliau lebih dari itu semua.
Beliau berada di puncak dari segala puncak keutamaan akhlak, sehingga beliau
berhak untuk mendapatkan sebutan dari Allah SWT:
"Dan sungguh pada dirimu terdapat budi pekerti
yang agung. " (QS.
al-Qalam: 4)
Para Mufasir berbeda pendapat tentang makna dari al-Huluqul
'adzim (budi pekerti yang agung). Sebagian mereka mengatakan bahwa yang
dimaksud adalah Al-Qur'an. Sebagian yang lain mengatakan itu adalah Islam. Ada
juga yang mengatakan bahwa beliau tidak memiliki sesuatu kecuali keinginan
untuk menuju jalan Allah SWT.
Dalam Al-Qur'an al-Karim terdapat penjelasan tentang
derajat beliau yang tinggi dalam dua ayat yang mulia. Ayat yang pertama adalah
firman-Nya:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya Shalatku, ibadatku,
hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu
bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang
yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163)
Beliau adalah orang yang paling utama di antara
manusia semuanya; beliau memiliki keutamaan yang melebihi semua manusia; beliau
memiliki rahmat dan kemuliaan yang tidak dapat ditandingi oleh seseorang pun.
Meskipun beliau datang sebagai Nabi yang terakhir namun justru karena posisi
beliau sebagai Nabi yang terakhir, maka beliau menjadi bata yang terakhir dalam
pembangunan rumah kenabian yang tinggi, sehingga bata yang terakhir itu harus
menjadi puncak pembangunan manusia. Sedangkan ayat yang kedua adalah
firman-Nya:
"Dan Kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat
bagi alam semesta." (QS. al-Anbiya': 107)
Beliau bukan hanya menjadi rahmat bagi orang-orang
Arab saja; beliau bukan hanya menjadi rahmat bagi orang-orang Quraisy dan
beliau bukan menjadi rahmat bagi zamannya saja, begitu juga beliau tidak
menjadi rahmat bagi jazirah Arab saja, tetapi beliau menjadi rahmat bagi alam
semesta; beliau senantiasa menjadi rahmat bagi alam semesta: dimulai dari
diturunkannya wahyu kepadanya dengan kalimat iqra hingga Allah SWT
mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya kepada orang-orang yang
berhak mewarisinya sampai hari kiamat. Alhasil, beliau adalah rahmat yang dihadiahkan
kepada manusia; beliau adalah rahmat yang tidak menonjolkan mukjizat yang
mengagumkan, tetapi beliau adalah rahmat yang memulai dakwah dengan
mengutamakan fungsi akal atau pembacaan dua kitab: pertama, pembacaan kitab
alam atau Al-Qur'an yang diciptakan atau kalimat-kalimat Allah SWT yang terdiri
dari jutaan bentuk dan kedua pembacaan Al-Qur'an yang diturunkan melalui
malaikat Jibril di mana ia merupakan kalamullah yang abadi. Dan kitab
alam dibaca dengan ribuan cara: dibaca melalui penelusuran dunia:
"Katakanlah: 'Berjalanlah kamu di mnka bumi dan
amat-amatilah.'" (QS. an-Naml: 69)
Atau dibaca melalui usaha menyingkap misteri dan
penggunaan akal:
"Kami akan memperlihatkan kepada mereka
tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri,
sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar. " (QS. Fushilat: 53)
Atau dibaca melalui ilmu dan pengamatan:
"Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai
tempat berdiam, dan yang telah menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan
yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengokohkan)nya dan menjadikan suatu
pemisah antara dua laut 1 Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan
(sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui." (QS. an-Naml: 61)
Jika di sana terdapat ribuan jalan atau cara untuk
membaca kalimat-kalimat Allah SWT dan kitab alam, maka di sana terdapat satu
jalan untuk membaca kalamullah yang abadi, yaitu hendaklah Al-Qur'an
dibaca dengan mata hati dan kecermelangan basirah, sehingga Al-Qur'an menjadi
bagian akhlak dari yang membaca sesuai dengan kemampuannya.
Sebelum turunnya Al-Qur'an, dunia diliputi dengan
kekurangan, baik secara materi, ruhani, undang-undang maupun dari dimensi
kehidupan yang biasa melekat pada manusia saat itu. Dan sebelum diutusnya Rasul
saw yang beliau adalah manusia yang sempurna dan paling utama, alam belum
mencapai puncak dari penyerahan diri kepada Allah SWT atau puncak dari
keutamaan akhlak. Ketika Rasulullah saw diutus, maka manusia mengalami
kesempurnaan dan mampu mencapai tingkat kesempurnaannya. Dengan Kitab yang
mulia ini dan Nabi yang pengasih, Allah SWT yang menyempurnakan agama bagi
manusia dan menyempurnakan nikmat-Nya atas mereka, sebagaimana firman-Nya:
"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam
itujadi agama bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)
Namun semua itu tidak terwujud begitu saja, Nabi yang
mulia harus berjuang secara serius dan sungguh-sungguh, sehingga beliau menjadi
manusia yang paling layak untuk mendapatkan pujian pendduduk bumi dan penduduk
langit. Dan Rasulullah saw telah melakukan semua itu. Kita tidak mengenal
seorang nabi yang perasaannya dihina dan dicaci maki lebih dari apa diterima
oleh Muhammad bin Abdillah; kita tidak mengenal seorang nabi yang memikul
berbagai penderitaan, dan memiliki kesabaran yang mengagumkan di jalan Allah
SWT sebagaimana yang ditunjukkan oleh Nabi kita.
Kemudian, seorang yang diutus oleh Allah SWT sebagai
rahmat bagi alam semesta tidak akan mengajak manusia menuju kebenaran kecuali
jika manusia tersebut dari kalangan orang-orang yang kafir dan membangkang.
Beliau berdakwah bagi orang yang berhak mendapatkan dakwah; beliau siap memikul
tanggung jawab dakwah dengan berbagai tantangan dan cobaannya; beliau
menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Setelah itu, beliau datang kepada Allah
SWT dengan hati yang puas dan air mata yang bercucuran dan dengan suara
berbisik berkata: "Ya Allah, jika tidak ada kemurkaan pada diri-Mu, maka
aku tidak akan peduli dengan manusia." Segala sesuatu akan menjadi mudah
jika di sana terdapat ridha Allah SWT.
Setelah turunnya wahyu kepada Rasul saw, beliau
memulai tahapan dakwah dan mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT.
Dimulailah dakwah secara rahasia yang berlangsung selama tiga tahun dalam
persembunyian.
Mula-mula Ummul Mu'minin, Khadijah binti Khuwailid
beriman kepadanya, lalu beriman juga sahabatnya, Abu Bakar sebagaimana beriman
kepadanya anak pamannya, Ali bin Abi Thalib yang saat itu masih kecil dan hidup
di bawah asuhan Muhammad, dan juga beriman kepadanya Zaid bin Tsabit, seorang
pembantunya. Kemudian Abu Bakar juga ikut berdakwah, sehingga ia memasukkan
dalam dakwah teman-temannya, seperti Usman bin Affan, Thalha bin Ubaidilah, dan
Sa'ad bin Abi Waqas. Juga beriman seorang Masehi, yaitu Waraqah bin Nofel dan
Rasulullah saw melihatnya setelah kematiannya tanda kesenangan yang itu
menunjukkan ketinggian derajatnya di sisi Allah SWT. Setelah itu, Abu Dzar
al-Ghifari juga masuk Islam, lalu disusul oleh Zubair bin Awam dan Umar bin
'Anbasah serta Sa'id bin 'Ash. Jadi, Islam mulai mengepakkan sayapnya secara
rahasia di Mekah.
Kemudian berita tersebarnya akidah yang baru ini
sampai kepada pembesar-pembesar Quraisy, tetapi mereka tidak begitu peduli.
Barangkali mereka membayangkan bahwa Muhammad telah menjadi—karena uzlah yang
dilakukannya di gua Hira—salah seorang juru bicara tentang ketuhanan
sebagaimana pernah dilakukan oleh Umayah bin Shalt dan Qas bin Sa'adah.
Demikianlah dakwah secara rahasia berhasil
mengembangkan misinya dan dapat melindungi akidah yang baru. Dan selama
perjalanan tiga tahun yang dibutuhkan tahapan dakwah secara rahasia keimanan
telah tertanam dalam hati kaum Muslim yang pertama. Rasulullah saw telah
mendidik mereka dan telah menanamkan kepada diri mereka sifat-sifat kemuliaan
dan telah menciptakan mereka sebagai benih pertama dari pasukan Islam. Pada
suatu hari Jibril turun dengan membawa firman Allah SWT:
"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu
yang terdekat." (QS.
asy-Syu'ara': 214)
Demikianlah, datanglah perintah Ilahi agar Rasulullah
saw berdakwah secara terang-terangan. Lalu berkumpullah di sekeliling Nabi
sekelompok tentara yang besar dan datanglah perintah Ilahi agar beliau
menyampaikan dakwah secara terang-terangan dan mengingatkan keluarga dekatnya.
Ketika Nabi melakukan hal tersebut, maka dakwah memasuki tahapan yang kedua.
Dan tahapan dakwah yang baru ini berakibat pada timbulnya penekanan terhadap
para dai di mana mereka mengalami penindasan, bahkan mereka didustakan oleh
masyarakat serta diboikot.
Orang-orang Quraisy mengetahui bahwa Muhammad
berbahaya bagi mereka. Beliau bukan hanya berbicara tentang ketuhanan, tetapi
beliau mengajak rnanusia untuk mengikuti agama baru, yaitu agama yang mencoba
untuk menyingkirkan berhala-berhala dan patung-patung mereka serta tuhan-tuhan
mereka yang mereka yakini; agama yang mencoba menyingkirkan kedudukan sosial
mereka dan kepentingan-kepentingan ekonomi mereka; agama yang menyatakan bahwa
tiada tuhan lain selain Allah SWT, dan tiada hukum lain selain hukum-Nya, serta
tiada penguasa lain selain Dia. Kedatangan agama tersebut menyebabkan penduduk
kota Mekah membencinya dan orang-orang yang memegang kekuasaan di dalamnya
merasa gelisah.
Setelah pengumuman dakwah secara terang-terangan,
dimulailah dan ditabuhlah gendrang peperangan. Kemudian peperangan yang dahsyat
terjadi antara para pembesar Quraisy dan para pengikut Rasulullah saw. Orang
yang pertama kali menyerang Islam adalah seorang tokoh Mekah yang bernama Abu
Lahab.
Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw menaiki
bukit Shafa dan beliau mulai memanggil-manggil tokoh Quraisy dan para kabilah
Mekah. Dan ketika semua berkumpul, beliau bertanya kepada mereka: "Apakah
kalian percaya jika aku memberitahu kalian bahwa seekor kuda akan datang menyerang
kalian?" Mereka menjawab: "Tentu, kami belum pernah melihatmu
berbohong." Beliau berkata: "Aku seorang yang diutus sebagai pemberi
peringatan terhadap kalian. Di hadapanku terdapat siksaan yang berat jika
kalian menentang." Abu Lahab berkata: "Sungguh celaka engkau, apakah
karena ini engkau mengumpulkan kami."
Dengan penghinaan inilah, peperangan terhadap Islam
dimulai. Ketika kaum Muslim tidak mampu mempertahankan diri mereka, maka
mula-mula Allah SWT membantu mereka dan menolong mereka dengan menurunkan surah
yang pendek yang mengecam tindakan Abu Lahab:
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan
sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah bermanfaat kepadanya harta bendanya dan
apa yang dia usahahan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan
(begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari
sabut. " (QS.
Allahab: 1-5)
Dengan ayat-ayat yang pendek dan tepat tersebut, Abu
Lahab memasuki kancah sejarah dari pintunya yang paling pendek. Gambaran
tentang kejahatan Abu Lahab tertulis selama-lamanya. Abu Lahab adalah seorang
yang menentang dakwah kebenaran karena ia mengkhawatirkan kedudukannya dan
kekayaannya, padahal harta yang dipertahankannya dan dijaganya tidak memiliki
arti sama sekali di sisi Allah SWT karena ia sekarang berada dan dijebloskan di
tengah-tengah neraka yang menyala-nyala, sedangkan isterinya membawa kayu
bakar, sehingga menambah nyala api itu sendiri. Dan di lehernya terdapat suatu
belenggu sebagai simbol keterikatannya dengan dunia binatang yang tidak
berakal. Sebagian besar orang-orang yang menentang dakwah adalah orang-orang
yang berhubungan dengan dunia binatang yang tidak sadar.
Allah SWT berfirman:
"Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka
itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). " (QS. al-Furqan: 44)
Seandainya hari ini kita merenungkan reaksi
orang-orang kafir dan orang-orang musyrik, maka kita akan terheran-heran.
Allah SWT berfirman:
"Dan mereka heran karena mereka kedatangan
seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir
berkata: 'Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia
menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar
suatu hal yang sangat mengherankan'." (QS. Shad: 4-5)
Coba perhatikan bagaimana kebodohan kaum itu di mana
mereka menganggap bahwa pada hakikatnya terdapat multi tuhan dan mereka jutru
merasa heran ketika terdapat hanya satu tuhan atau tuhan yang esa. Mereka
justru merasa heran ketika berhadapan dengan masalah yang fitri dan jelas ini.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad),
mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan): 'Inikah
orangnya yang diutus Allah sebagai rasul? Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan
kita dari sembahan-sembahan kita, seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya.
" (QS.
al-Furqan: 41-42)
Perhatikanlah betapa nekatnya kaum itu di mana mereka
mulai menghina dan mengejek Rasulullah saw, padahal beliau telah datang di
tengah-tengah mereka untuk menyelamatkan mereka dari api neraka, dan coba
perhatikan bagaimana pandangan mereka terhadap tuhan-tuhan mereka. Mereka
membayangkan bahwa mereka nyaris tersesat jika mereka tidak bersabar dalam
membela tuhan-tuhan tersebut. Demikianlah kesesatan mengejek kebenaran dan
kebodohan menghina ilmu. Mereka justru merasa heran terhadap kepandaiannya yang
dapat menyelamatkannya dari meninggalkan tuhan-tuhannya yang terbuat dari batu
dan kayu, bahkan terkadang mereka membuat tuhan dari adonan roti di mana mereka
menyembahnya kemudian memakannya. Mereka mengatakan bahwa tuhan-tuhan kami
menyelamatkan kami dari rasa lapar atau mereka mengatakan bahwa kami menyembah
mereka agar mereka dapat mendekatkan kami pada Allah sedekat-dekatnya.
Meskipun demikian, dakwah Nabi terus berlanjut dan
tertanam di muka bumi. Mereka orang-orang musyrik menuduh Nabi sebagai seorang
dukun; mereka menuduhnya juga sebagai seorang gila, bahkan mereka menuduhnya
sebagai seorang penyihir; mereka menuduh bahwa beliau berbohong atas nama
kebenaran dan beliau dibantu oleh kaum yang lain; mereka mengatakan ini adalah
dongengan orang-orang yang dahulu.
Mereka meminta kepada beliau untuk mendatangkan
mukjizat dengan bentuk tertentu; mereka memberitahu bahwa mereka tidak akan
beriman kepadanya, sehingga terdapat suatu mata air yang memancar dari bumi
atau terwujud di depan mereka suatu taman dari pohon kurma dan anggur yang
memancar di tengah-tengahnya sungai, atau langit akan runtuh sebagaimana yang
beliau sampaikan kepada mereka sebagai bentuk azab atau beliau datang dengan
Allah SWT dan para malaikat dan mereka semua menjamin kebenaran dakwah yang
diserukannya, atau beliau memiliki rumah dari emas atau beliau mampu mendaki
langit dan mereka masih belum beriman terhadap pendakian itu meskipun ia
mendaki di hadapan mata mereka dan kembali dengan selamat, kecuali jika ia
menghadirkan kitab kepada mereka yang dapat mereka baca dari langit.
Nabi tidak peduli dengan usaha mereka untuk menyakiti
hati beliau; Nabi tetap memberitahu mereka dengan penuh kelembutan bahwa apa
saja yang mereka minta itu tidak sesuai dengan Islam. Sebab, Islam hanya
menyeru akal dan berusaha menciptakan kebebasan. Beliau menyampaikan kepada
mereka bahwa beliau hanya sekadar manusia yang diutus oleh Tuhan; beliau datang
kepada mereka untuk mengingatkan mereka akan suatu hari di mana seorang tua
tidak akan menyelamatkan anaknya dan tidak bermanfaat di dalamnya harta dan
anak-anak, dan mereka tidak akan selamat di dalamnya dari siksaan. Orang-orang
yang mempunyai kedudukan atau para tokoh mereka adalah para tiran-tiran di muka
bumi di mana semua itu tidak akan bermanfaat bagi mereka pada hari kiamat.
Siksaan yang bakal mereka terima tidak dapat mereka hindari dan mereka pun tidak
dapat meringankannya.
Demikianlah Islam—sebagaimana agama-agama sebelumnya—
mengumpulkan di sekelilingnya orang-orang yang berakal dan orang-orang yang
fakir serta orang-orang yang menderita di muka bumi. Berimanlah sekelompok
orang-orang fakir di mana mereka menjadi kelompok sosial yang tertindas dan
tersingkirkan di Mekah. Mereka menjadi makanan empuk kelompok-kelompok yang
lalim.
Islam bukan hanya memberikan solusi ekonomi terhadap
tragedi kehidupan atau masyarakat, tetapi Islam memberikan solusi Ilahi
terhadap keberadaan manusia secara umum; Islam meyakini bahwa manusia bukan
hanya sekadar perut yang harus dikenyangkan dan naluri seksual yang harus
dipuaskan, manusia bukan hanya dilihat dan dinilai dari sisi ini, namun Islam
justru meletakkan manusia pada tempatnya yang hakiki, tanpa membesar-besarkan
atau mengecilkannya. Dalam pandangan Islam, manusia terdiri dari bangunan fisik
dan ruhani, terdiri dari akal dan ambisi dan terdiri dari celupan dari Allah
SWT dalam ruhnya.
Islam tidak mementingkan fisik saja dan meninggalkan
ruhani, begitu juga sebaliknya. Terkadang fisik boleh jadi mendapatkan
kebahagiaan dalam kehidupan, tetapi ruhani justru mengalami penderitaan yang
luar biasa. Karena itu, pemuasan salah satu dimensi dari dimensi manusia tidak
akan membawa manusia kepada kesempurnaan atau kebahagiaan. Maka, Islam datang
untuk membawa suatu solusi yang dapat menyelamatkan manusia dari dalam dirinya
sendiri dan Islam membebankan tugas ini, yakni tugas perubahan ini kepada
Al-Qur'an.
Al-Qur'an menjadi cermin dalam kehidupan di mana
ayat-ayatnya diturunkan kepada Rasul saw, lalu beliau mengajarkannya kepada
kaum Muslim. Kemudian Al-Qur'an berubah menjadi orang-orang yang berjalan di
pasar-pasar dan mengancam singgasana kebencian yang menguasai Mekah, sehingga
orang-orang musyrik justni meningkatkan usaha pengejekan dan penghinaan
terhadap Rasul saw. Oleh karena itu, beliau semakin sedih lalu Allah SWT
menghiburnya. Allah SWT memberitahu beliau bahwa mereka tidak mendustakannya,
tetapi mereka justru melalimi diri mereka sendiri. Mereka mulai menentang Nabi
dan ayat-ayat Allah SWT, padahal Nabi adalah salah satu dari ayat Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasannya apa
yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah hamu bersedih hati),
karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang
lalim itu mengingkari ayat-ayat Allah." (QS. al-An'am: 33)
Kemudian kaum musyrik meningkatkan penindasan kepada
Rasul saw dan para pengikutnya. Peperangan dimulai: dari peperangan urat saraf
sampai peperangan fisik. Mereka mulai menyiksa para pengikut Rasul saw, bahkan
membunuhnya. Pada saat itu, musuh-musuh Islam membayangkan bahwa dengan cara
menindas kaum Muslim dan menekan mereka dakwah Islam akan berhenti dan kaum
Muslin akan enggan untuk berdakwah. Mereka menganggap bahwa kaum Muslim justru
memilih untuk menyelamatkan diri mereka. Namun para tokoh-tokoh Quraisy dan
para tokoh-tokoh Mekah dikagetkan ketika melihat penekanan yang mereka lakukan
justru semakin membakar semangat kaum Muslim untuk berdakwah. Saat itu kaum
Muslim merasa yakin bahwa benih yang telah ditanam Rasulullah saw dalam diri
mereka menjadikan mereka tetap bersemangat untuk menyebarkan risalah Allah SWT
di muka bumi, yaitu suatu risalah yang mengembalikan bumi menuju kematangan
(kesempurnaan) yang telah hilang darinya dan kema-nusiaan yang telah
disia-siakan serta kehormatan yang telah ditumpahkan dan kebebasan yang telah
hilang.
Kaum Muslim yakin bahwa mereka bukan hanya membangun
suatu negeri yang kecil di Mekah, dan mereka bukan hanya memperbaiki masyarakat
yang rusak, yaitu masyarakat jazirah Arab, tetapi mereka mengetahui bahwa
mereka akan membangun suatu manusia yang baru. Mereka akan menciptakan manusia
seutuhnya; mereka akan menghadirkan dunia dalam bentuk yang baru dan dalam
gambar yang baru yang merupakan cermin dari gambar kebesaran sang Pencipta.
Sebelum kedatangan Islam, orang-orang Arab tidak
dikenal. Dibandingkan dengan peradaban yang dahulu dan modern, orang-orang Arab
tidak memiliki apa-apa. Mereka tidak memberikan kontribusi kepada dunia dalam
bentuk ilmu, seni, atau peninggalan apa pun yang dapat dijadikan sebagai
kebanggaan. Namun ketika Islam turun kepada mereka, mereka menjadi cermin
kejayaan manusia di mana mereka dapat memberikan sumbangan nyata pada umat
manusia. Bahkan orang-orang Barat banyak berhutang kepada mereka dalam kemajuan
yang mereka capai saat ini. Sebaliknya, ketika mereka berpaling dari Islam di
mana Islam hanya menjadi lembaran cerita-cerita dan kertas-kertas yang tidak
berguna, maka saat itulah orang-orang Barat dapat menguasai kaum Muslim karena
mereka justru mendapatkan ilmu dari Kaum Muslim itu sendiri. Mereka justru
mencapai kemajuan ketika kaum Muslim meninggalkan agama mereka. Jadi, ketika
kaum Muslim memahami Islam secara benar dan berusaha untuk memnghidupkan
ajaran-ajarannya niscaya mereka akan mencapai puncak keilmuan.
Pada awal-awal masa tersebarnya Islam, kaum Muslim
menyadari bahwa mereka menghadapi peperangan yang tidak akan berhenti. Selama
kehidupan ada, maka pertentangan pun tetap ada. Oleh karena itu, ketika mereka
mendapatkan penganiayaan dan siksaan, maka keimanan mereka justru semakin
meningkat, dan setiap penganiayaan yang dilakukan oleh kaum Quraisy, maka
mereka tetap bertahan untuk mempertahankan kebenaran. Sebagai contoh, Amar bin
Yasir mengalami penderitaan dan penganiayaan. Ia adalah salah seorang budak
yang menjadi korban dari sistem ekonomi yang berlaku saat itu, yaitu ekonomi
yang berdasarkan kepada sistem perbudakan. Seorang yang beriman tersebut
disiksa di Mekah di mana ia tidak memperoleh kebebasannya yang hakiki kecuali
setelah ia memeluk Islam. Mereka mengeluarkannya ke gurun dan menyiksanya
beserta ibunya. Bahkan siksaan semakin meningkat atas ibunya agar ia kembali
menjadi musyrik. Ketika ia tetap mempertahankan keimanannya dan dengan tegas
menolak ajakan untuk menentang Islam, maka Abu Jahal menikamnya dengan belati
yang ada di dua tangannya. Ia pun meninggal. Dan Islam mengorbankan syahidnya
yang pertama. Wanita mulia itu bernama Sumayah, ibu dari Amar bin Yasir.
Banyak kalangan orang-orang bodoh mengatakan tentang
persetujuan Islam terhadap sistem perbudakan, atau Islam mendiamkan sistem
perbudakan. Mereka lupa bahwa Islam dibangun berdasarkan suatu prinsip yang
ingin membebaskan perbudakan dengan segala bentuknya; Islam ingin mengeluarkan
manusia dari kepemilikan sesama manusia menuju kepemilikan kepada Allah SWT.
Jika Islam tidak turun dengan nas-nas yang terperinci
yang mengharamkan sistem perbudakan, maka dasar-dasarnya secara umum dan
prinsip-prinsip utamanya menghentikan—baik dalam tindakan maupun
ucapan—sumber-sumber sistem ini. Allah SWT sebagai pemilik syariat mengetahui
bahwa sistem perbudakan adalah sistem ekonomi yang sementara yang akan berubah
dengan perubahan waktu, dan karena Islam tidak turun pada waktu yang terdapat
perbudakan saja, tetapi ia turun secara umum dan menyeluruh untuk setiap zaman,
maka Islam sengaja melewati bentuk-bentuk yang temporal ini dari bentuk-bentuk
eksploitasi menuju unsur yang pertama atau dasar pertama yang menimbulkan
bentuk-bentuk eksploitasi tersebut, sehingga Islam mengharamkannya. Dengan cara
demikian, Islam mengharamkan sistem perbudakan secara bertahap, seperti proses
pengharaman khamer. Jadi, keseriusan Islam sangat menonjol dalam usaha
menghapus dan mengharamkan perbudakan.
Jika dikatakan kepada kita bahwa Islam membolehkan
para tentaranya untuk memperbudak para tawanan perang, maka kita akan
mengatakan bahwa Islam menerapkan sistem ini sebagai bentuk pembalasan terhadap
perlakuan yang sama di mana musuh-musuh Islam menjadikan kaum Muslim sebagai
budak-budak mereka ketika mereka menawannya. Oleh karena itu, secara alami
orang-orang Islam pun menawan mereka sebagai budak-budak. Jika Islam tidak
melakukan yang demikian, maka boleh jadi Islam akan dimain-mainkan dan ada
kesempatan besar bagi orang-orang musyrik untuk memperdaya Islam.
Demikianlah bahwa dakwah Islam mengalami berbagai
macam hambatan dan penindasan. Dan ketika orang-orang yang tersiksa mengadu
kepada Rasulullah saw atas penindasan yang mereka terima, maka Rasulullah saw
memberitahu mereka dengan pembicaraan yang jelas bahwa para dai di jalan Allah
SWT harus mengorbankan kesenangan mereka, kedamaian mereka, dan darah mereka
sebagai harga yang pantas untuk tersebarnya dakwah Islam. Kebebasan bukan
diperoleh dengan cuma-cuma. Sejarah kehidupan menceritakan kepada kita bahwa ia
dipenuhi dengan gumpalan darah yang harus dibayar oleh masyarakat untuk
memerangi musuh-musuhnya dari luar dan dari dalam. Jika ini dialami setiap
orang yang menuntut kebebasan pada zaman dan tempat tertentu, maka bagaimana
dengan orang-orang yang menuntut kebebasan manusia secara keseluruhan.
Seorang Muslim hendaklah sadar bahwa dengan
mengumumkan dakwahnya, maka ia pasti akan menerima pengusiran, penindasan,
penjara, pengepungan dan pembunuhan. Ini adalah harga yang pantas yang harus
dibayar ketika berdakwah di jalan Allah SWT; inilah harga kebebasan. Bahkan
terkadang kaum yang batil pun membayamya dengan senang hati, maka bagaimana
mungkin orang-orang yang bersama kebenaran ragu untuk melakukannya.
Pada hakikatnya, manusia cinta kepada keabadian.
Secara naluri manusia merasa takut pada azab dan kematian. Dan barangkali yang
membedakan orang-orang Islam yang hakiki dengan yang lainnya adalah bahwa
mereka terbebas dari rasa ketakutan dan cinta keabadian. Ini adalah tolok ukur
yang pasti untuk membedakan antara seorang Muslim yang hakiki dan seorang
Muslim yang hanya namanya atau Muslim warisan atau hanya klaim semata.
Seorang Muslim yang hakiki menyadari bahwa ajal di
tangan Allah SWT, rezeki adajuga di tangan-Nya, begitu juga keamanan semua ada
di tangan-Nya. Dengan keimanan seperti ini, ia memulai pergulatannya untuk
menyebarkan dakwah. Ia siap untuk menerima penyiksaan dan penderitaan di jalan
Allah SWT; ia pun siap meneteskan darahnya sebagai harga yang pantas yang
diberikannya dalam rangka memperoleh kebebasan. Ini semua dilakukanya dengan
begitu sederhana dan tidak ada rasa takut karena Islam membebaskannya dari rasa
ketakutan. Dahulu para pembangkang menggergaji orang-orang yang menyeru di
jalan Allah SWT dengan menggergaji saat mereka dalam keadaan hidup-hidup.
Khabab bin Irit pergi menemui Rasulullah saw dan
meminta tolong kepada beliau dari penyiksaan orang-orang Quraisy, sambil
berkata: "Tidakkah engkau menolong kami, wahai Rasulullah? Tidakkah engkau
berdoa kepada kami, ya Rasulullah?" Rasulullah saw menjawab: "Sungguh
sebelum kalian terdapat orang-orang yang berdakwah di jalan Allah SWT lalu
mereka dimasukkan dalam suatu galian tanah lalu mereka digergaji di mana tubuh
mereka dipisah menjadi dua, namun mereka tetap mempertahankan agamanya. Demi
Allah, sungguh Allah SWT akan menolong masalah ini tetapi kalian terlalu
tergesa-gesa."
Dengan kalimat-kalimat yang penuh kesabaran dan
keberanian ini, Rasulullah saw ingin memahamkan kepada orang tersebut bahwa
termasuk dari kesempurnaan iman adalah membayar harga kebebasan. Jelas sekali
bahwa Islam tidak memberikan keuntungan bagi orang yang memeluknya. Orang-orang
Islam yang pertama tidak bertanya dan mengatakan: "Apa yang kita peroleh
dari agama ini?" Sebaliknya, mereka bertanya: "Apa yang kita bayar
untuk Islam?" Jawabannya adalah: "Segala sesuatu dimulai dari
suapan-suapan roti sampai darah yang tertumpah." Jadi, kaum Muslim yang
pertama telah membayar ongkos kebebasan. Mereka merasakan kedamaian yang luar
biasa untuk mempertahankan agama Allah SWT; mereka mendapatkan kepercayaan yang
tinggi tentang kemenangan kebenaran yang datang kepada mereka; mereka justru
memberitahu orang-orang musyrik bahwa mereka akan dapat mengalahkan raja-raja
Kisra dan Kaisar. Dengan dakwah yang mereka lakukan, mereka akan menjadi
pemimpin-pemimpin di muka bumi. Kaum musyrik justru memanfaatkan kepercayaan
ini untuk mengejek mereka dan menertawakan mereka.
Ketika Aswad Ibnu Matlab dan orang-orang yang
bersamanya melihat sahabat-sahabat Nabi, maka mereka mengejek dan mengatakan:
"Telah datang kepada kalian pemimpin-pemimpin bumi yang esok akan
mengalahkan raja-raja Kisra dan Kaisar, kemudian mereka bersiul dan bertepuk tangan."
Namun kaum mukmin tidak peduli dengan ejekan tersebut. Demikianlah bahwa ejekan
demi ejekan terus menyertai dakwah kaum Muslim. Kemudian kaum Quraisy
mengadakan pertemuan yang bersejarah untuk menyatukan pandangan dalam rangka
menyerang Rasulullah saw. Kaum musyrik menuduhnya bahwa beliau adalah seorang
ahli sihir, dan pada kali yang lain mereka menuduhnya bahwa beliau adalah
dukun, dan pada kali yang lain lagi mereka menuduhnya bahwa beliau adalah
penyair, bahkan pada kali yang lain mereka menuduhnya bahwa beliau adalah
seorang yang gila. Kemudian mereka semua sepakat untuk menuduh bahwa beliau
adalah seorang penyihir.
Walid bin Mughirah yang terkenal sebagai orang yang
terpandang di kalangan mereka menuduh Rasulullah saw sebagai penyihir yang
dapat memisahkan antara sesama saudara dan antara seseorang dengan isterinya.
Kemudian mereka membikin kelompok-kelompok yang mengingatkan para pendatang di
Mekah bahwa Muhammad adalah seorang penyihir. Meskipun demikian, dakwah Islam
tetap berlangsung. Ia tetap tersebar dengan pelan namun pasti dan
kalimat-kalimat yang diutarakan Nabi justru mengingatkan perjanjian yang pernah
dilakukan oleh manusia, yaitu perjanjian saat Allah SWT menyaksikannya ketika
mereka masih di alam atom di punggung Adam:
"Bukankah aku Tuhan kalian? Mereka menjawab:
'Benar.'" (QS.
al-A'raf: 172)
Bertambahlah jumlah kaum Muslim hingga kaum Quraisy
merasakan ketakutan. Mereka mulai melihat bahwa penggunaan cara-cara kekerasan
tidak selalu berhasil. Kemudian mereka memilih untuk menggunakan cara baru,
yaitu bagaimana seandainya mereka menggunakan perdamaian dan perundingan.
Orang-orang Quraisy mengutus 'Utbah bin Rabi'ah, seorang lelaki yang terkenal
dengan kecerdasan dan kebijaksanaan sebagai juru runding.
'Utbah berkata kepada Rasul saw: "Wahai anak
saudaraku, kami mengetahui kedudukanmu di sisi kami dari sisi nasab. Engkau
datang kepada kaummu dengan suatu hal yang besar di mana engkau memisahkan
kelompok-kelompok mereka. Maka dengarkanlah aku karena aku ingin berbicara
tentang beberapa hal. Barangkali engkau akan menerima sebagiannya." Rasul
saw berkata: "Silakan berbicara wahai 'Utbah." 'Utbah berkata:
"Jika engkau menginginkan harta niscaya kami akan mengumpulkan harta
bagimu, sehingga engkau akan menjadi orang yang paling kaya di antara kami, dan
jika engkau menginginkan kehormatan, maka kami akan memberi kehormatan itu
bagimu dan jika engkau menginginkan kekuasaan, maka kami akan menyerahkan
kekuasaan padamu dan jika engkau terkena penyakit yang engkau tidak mampu
menolaknya dari dirimu, maka kami akan mencarikan tabib bagimu dan kami akan
mengeluarkan harta kami sehingga engkau sembuh."
Demikianlah 'Utbah mengakhiri pembicarannya. Kemudian
ia menunggu reaksi Nabi. Lalu Rasulullah saw berkata:
"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Haa miim. Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyanyang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab,
untuk kaum yang mengetahui. Yang membawa berita gembira dan yang membawa
peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (darinya);, maka mereka tidak
(mau) mendengarkan. Mereka berkata: 'Hati kami berada dalam tutupan (yang
menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan
dan antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu; Sesungguhnya kami
bekerja (pula).' Katakanlah: 'Bahwasannya aku hanyalah seorang manusia seperti
kamu, diwahyukan kepadaku bahwasannya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa,
maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya.
Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya), (yaitu)
orang-orangyang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (hehidupan)
akhirat. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh
mereka mendapat pahala yang tiada putus-putusnya.' Katakanlah: 'Sesungguhnya
patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan
sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam. Dan
dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia
memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya
dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang
bertanya. Kemudian dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih
merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: 'Datanglah kamu
keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.' Keduanya
menjawab: 'Kami datang dengan suka hati.' Maha Dia menjadikannya tujuh langit
dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami
hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami
memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perhasa
lagi Maha Mengetahui. Jika mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah
memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum 'Ad dan kaum
Tsamud." (QS.
Fushilat: 1-13)
Rasulullah saw telah menjawab tawaran 'Utbah di mana
beliau memilih untuk menghadapi tawaran dan iming-iming tersebut dengan membaca
sebagian dari surah Fhusilat yang merupakan salah satu surah Al-Qur'an yang
diturunkan oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril. 'Utbah bangkit dari
tempatnya ketika Rasulullah saw sampai pada firman-Nya:
"Jika mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku
telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum
"Ad dan kaum Tsamud. " (QS. Fushilat: 13)
'Utbah berdiri dalam keadaan takut dan segera menuju
kaum Quraisy. Bayang-bayang azab dunia terngiang di telinganya. Dan ketika ia
sampai ke orang Quraisy, ia mengusulkan agar orang-orang Quraisy membiarkan apa
saja yang dilakukan Muhammad. Gagallah perundingan dengan seorang Muslim yang
pertama, yaitu Rasulullah saw. Gagalnya perundingan tersebut sebagai bentuk
pemberitahuan tentang kembalinya tindak kekerasan dan penyiksaan terhadap
sahabat-sahabat Rasul saw. Kemudian kaum musyrik semakin meningkatkan
penindasan terhadap kaum Muslim. Rasulullah saw sangat menderita melihat hal
yang dirasakan para sahabatnya. Ketika kaum Muslim membayar harga yang paling
mahal sebagai konsekuensi dari akidah yang mereka anut dan mereka dengan sabar
memikul penderitaan di jalan Allah SWT, maka Rasulullah saw mengisyaratkan
mereka untuk berhijrah. Beliau memberikan izin untuk berhijrah bagi orang yang
ingin hijrah.
Kemudian Dimulailah gelombang hijrah. Itu terjadi pada
lima tahun dari turunnya wahyu setelah dua tahun diumumkannya dakwah. Maka
berhijrahlah ke Habasyah enam belas orang Muslim. Mereka keluar secara rahasia
dan mereka menuju ke laut. Mereka berlayar meskipun orang-orang yang tinggal di
gurun sebenarnya tidak ingin berlayar karena mereka takut dari laut dan mereka
yakin bahwa manusia yang berlayar di laut akan menjadi ulat di atas kayu-kayu
yang berenang.
Selanjutnya, gelombang hijrah yang kedua pun dimulai.
Kali ini diikuti oleh delapan puluh tiga orang laki-laki dan sembilan belas
perempuan. Kemudian orang-orang Quraisy berusaha untuk mengirim beberapa orang
dan tetap berusaha menyiksa dan menyakiti orang-orang yang berhijrah. Mereka
mengutus ke Najasyi, Raja Habasyah, orang-orang yang dapat mempengaruhinya
untuk menentang orang-orang yang berhijrah. Mereka menuduh kaum Muslim
meninggalkan agama nenek moyang mereka di Mekah dan mereka juga tidak menganut
agama Najasyi, yaitu agama Kristen. Kemudian orang-orang Quraisy tidak lupa
mengirim hadiah kepada Najasyi sebagai bentuk suapan kepadanya. Tampaknya
Najasyi seorang yang berakal lalu ia mengutus seseorang kepada kaum muhajirin
dan bertanya kepada mereka tentang agama baru yang mereka anut. Kemudian kaum
muhajirin menceritakan kepadanya tentang Islam.
Najasyi bertanya tentang Isa lalu mereka menjawab:
"Ia adalah hamba Allah SWT dan rasul-Nya dan ruh-Nya serta kalimat-Nya
yang diletakkan kepada Maryam, wanita yang perawan yang suci." Kemudian
Najasyi mengambil satu kayu kecil dari bumi dan mengatakan: "Penjelasan
tentang Isa yang kalian katakan tidak lebih dari kayu kecil ini. Pergilah
kalian dan kalian akan aman." Najasyi mengembalikan hadiah kaum Quraisy
dan mengatakan: "Allah tidak mengambil suap dariku sehingga aku tidak
mungkin mengambilnya dari kalian."
Demikianlah kaum muhajirin tinggal di negeri yang
damai, yaitu Habasyah negeri yang dipimpin oleh seorang laki-laki yang diberi
kematangan berpikir di mana ia cenderung mengimani karakter al-Masih sebagai
seorang manusia. Dan salah satu keajaiban kekuasaan Ilahi adalah bahwa
masyarakat Islam yang berhijrah tersebut tidak mengalami kelemahan dalam
akidahnya, namun mereka justru merasakan kekuatan.
Allah SWT memperkuat dakwah Islam dengan masuknya dua
lelaki besar dalam Islam, yaitu Hamzah, paman Nabi dan Umar bin Khatab. Kedua
orang itu mempunyai kepribadian yang tangguh di Mekah di mana masing-masing
dari mereka terkenal di tengah-tengah kaumnya. Allah SWT berkehendak untuk
memberi Islam dua orang lelaki yang tangguh di Mekah dan Allah SWT telah
meletakkan rahmat yang terpancar dalam hati mereka. Hamzah masuk Islam karena
dorongan emosi, fanatisme, dan rahmat terhadaporang-orang yang tidak memberikan
pembelaan kepada Muhammad saw.
Salah seorang perempuan berkata kepada Hamzah:
"Seandainya engkau melihat apa yang diperoleh oleh anak dari saudaramu,
Muhammad dari Abil Hakam bin Hisyam (Abu Jahal). Sungguh Abu Jahal telah
mencelanya dan menyakitinya, sedangkan Muhammad hanya terdiam dan tidak
mengatakan apa-apa." Mendengar pengaduan itu, darah mendidih berkobar
dalam urat-urat Hamzah. Dengan kemarahan yang sangat, Hamzah mencari-cari Abu
Jahal lalu ia melihatnya sedang duduk-duduk di tengah-tengah kaumnya. Hamzah
mengangkat tangannya lalu memukulkannya ke kepala Abu Jahal sambil berteriak:
"Apakah engkau akan mengejek Muhammad, padahal aku berada di atas
agamanya."
Demikianlah permulaan keislaman Hamzah. Hamzah adalah
seorang yang mulia di mana perasaannya berkobar ketika ia melihat anak
saudaranya disiksa dan dianiaya dan dia tidak mendapati seorang pun yang
membelanya. Beginilah sebab-sebab pertama dari keislaman Hamzah, namun sebab
yang paling dalam dan yang paling menentukan adalah rahmat Allah SWT yang telah
dianugerahkan kepadanya, meskipun Hamzah tidak mengetahuinya, yaitu rahmat yang
mendorongnya untuk tidak membiarkan seseorang pun menyakiti lelaki yang
berdakwah di jalan Allah SWT hanya karena ia seorang yang lemah dan tidak
mempunyai penolong. Jadi, Hamzah adalah penolongnya.
Sedangkan Umar bin Khatab terkenal dengan ketangguhan
sikap dan kekerasan perilaku. Seringkali kaum Muslim mendapat siksaan darinya
ketika ia masih menganut jahiliah. Dan salah seorang yang mendapatkan siksaan
ciarinya adalah Amir bin Rabi'ah dan isterinya. Amir beserta istcrinya
menetapkan untuk berhijrah ke Habasyah. Umar bin Khatab menemuinya lalu ia
mendapati isteri Amir dan tidak mencmukan suaminya. Umar melihat wanita itu
sedang bersiap-siap untuk berhijrah lalu Umar berkata (saat itu sumber rahmat
telah memancar pada dirinya): "Apakah engkau akan pergi wahai Ummu
Abdillah?" Dengan nada jengkel, wanita itu berkata: "Benar, demi
Allah kami akan keluar dan menuju tanah Allah SWT. Engkau telah menyiksa kami
dan telah memaksa kami untuk berhijrah. Kami akan pergi sehingga Allah SWT akan
memberikan kelapangan kepada kami." Umar berkata: "Mudah-mudahan
Allah SWTmenemanimu."
Wanita itu melihat tanda-tanda kelembutan dan
kesedihan pada wajah Umar. Dan ketika suaminya kembali, ia menceritakan
kepadanya bahwa ia sangat berharap kepada keislaman Umar. Lalu suaminya
menjawab: "Ia tidak mungkin masuk Islam sampai keledai Umar masuk
Islam." Ia mengatkan demikian karena ia melihat betapa bengisnya dan
kejamnya Umar. Namun perasaan lembut wanita itu lebih kuat daripada pandangan
pikiran lelaki itu dan keputusannya yang terlalu cepat kepada Umar.
Belum lama mereka berhijrah sehingga Umar masuk Islam.
Orang-orang muhajirin mengeluarkan penutup sumur rahmat dalam dirinya. Dan
barangkali Umar merasa kebingungan lalu ia menetapkan untuk membunuh Rasul saw.
Dengan menghunuskan pedangnya, ia pergi menuju Rasul saw. Kemudian ia bertemu
dengan orang-orang yang memergokinya dalam keadaan kebingungan, lalu mereka
bertanya kepadanya, hendak kemana ia akan pergi? Umar menjawab: "Aku
hendak ke Muhammad aku akan membunuhnya sehingga orang-orang Arab merasa
tenteram." Dengan nada mengejek, seseorang berkata: "Tidakkah engkau
memulai dari keluargamu sebelum engkau membunuh Muhammad." Dengan nada
jengkel, Umar berkata: "Apa yang terjadi pada keluargaku?" Lelaki itu
menjawab: "Saudara perempuanmu dan suaminya telah masuk Islam, sedangkan
engkau tidak mengetahuinya." Umar segera mencari saudara perempuannya dan
suaminya di mana saat itu keduanya sedang membaca Al-Qur'an.
Ketika melihat Umar, mereka menyembunyikan Al-Qur'an.
Umar bertanya: "Sepertinya aku mendengar suara bisikan dari luar."
Tetapi saudara perempuannya mengatakan: "Tidak." Kemudian suaminya
ikut campur dan Umar pun tampak marah kepadanya. Wanita itu bangkit untuk
membela suaminya lalu Umar memukulnya sehingga darah segar mengucur darinya.
Darah itu justru membangkitkan sumber rahmat dari diri Umar. Akhirnya, Umar
mengambil air wudhu agar mereka mengizinkan untuk membaca Al-Qur'an. Umar pun
membacanya. Belum lama Umar membacanya sehingga ia pergi menemui Rasul saw.
Tanpa ragu, Umar memilih untuk masuk Islam. Dan pedang
yang dibawanya itu menjadi pedang yang paling kuat yang dengannya ia
mempertahankan agama Muhammad saw. Kemudian ia mengetuk pintu untuk menemui
Rasul saw di mana saat itu beliau bersama sahabatnya. Dari celah-celah pintu,
sahabat Nabi melihat Umar bin Khatab sedang menghunuskan pedang. Kemudian
sahabat itu kembali kepada Nabi dengan membawa berita yang sangat mengejutkan
ini. Ia menduga bahwa Umar datang dengan maksud jahat.
Rasulullah saw bangkit dan memerintahkan para
sahabatnya agar membiarkan Umar. Rasulullah saw membukakan pintu Kemudian ia
menyambut Umar bin Khatab dan bertanya kepadanya apa yang diinginkannya. Umar
menjawab bahwa ia datang untuk mengucapkan dan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.
Orang-orang Quraisy mulai merasa bahaya akan mereka
temui setelah keislaman Umar dan Hamzah. Para tokoh-tokoh Mekah dan orang-orang
yang dihormati telah masuk Islam. Sebelum Umar masuk Islam, kaum Muslim
bertawaf di Ka'bah secara rahasia dan dengan malu-malu, namun ketika Umar masuk
Islam ia menampakkan keislamannya dan ia menantang orang yang mencegahnya untuk
bertawaf, bahkan banyak orang-orang memberikan jalan padanya saat tawaf. Mekah
mengetahui bahwa ia menghadapi suatu dakwah yang akan dapat mengubah jazirah
Arab.
Rasa ketakutan mulai menghantui para pemuka Quraisy
dan mereka menetapkan metode baru untuk menghadapi kaum Muslim. Mereka yang
sebelumnya menggunakan metode penghinaan dan pengejekan kini mulai mencoba untuk
memblokade kaum Muslim secara ekonomi dan kemanusiaan. Kaum musyrik mengadakan
perkumpulan dan pertemuan untuk memboikot kaum Muslim. Mereka mengadakan
pertemuan itu di Ka'bah, sebagai penghormatan kepadanya. Orang-orang musyrik
menghormati Ka'bah meskipun mereka memenuhinya dengan berbagai macam patung
yang mereka sembah dalam rangka mendekatkan mereka kepada Allah. Pasal
kesepakatan itu menetapkan, hendaklah penduduk Mekah tidak menjual barang
apapun kepada kaum Muslim dan hendaklah mereka tidak menikah dengan kaum
Muslim. Dengan ketetapan yang kejam tersebut, mereka ingin menghancurkan kaum
Muslim dan membunuh perekonomian mereka. Rasulullah saw dan orang-orang yang
beriman kepadanya terpaksa berlindung di dusun Bani Hasyim. Mereka dilindungi
oleh keturunan Bani Muthalib, baik mereka orang-orang kafir maupun orang-orang
beriman kecuali musuh Allah SWT, Abu Jahal di rnana ia bersama orang-orang
Quraisy menentang kaummnya.
Kemudian Dimulailah blokade ekonomi terhadap kaum
Muslim di mana tidak ada makanan dan minuman yang datang kepada mereka,
sehingga penderitaan yang sulit kini dialami oleh sahabat-sahabat Nabi. Ketika
kafllah perdagangan datang ke Mekah dan salah seorang dari sahabat Nabi menemui
mereka di pasar untuk membeli makanan untuk keluarganya, maka Abu Lahab berdiri
dan berkata kepada para penjual, wahai para pedagang, mahalkanlah dagangan
kalian terhadap sahabat-sahabat Muhammad, sehingga mereka tidak mampu
membelinya dan aku menjamin kerugian yang kalian alami, bahkan aku akan membeli
apa saja yang ingin mereka beli dari kalian.
Mendengar hal tersebut, para pedagang pun menjual
barang dagangannya dengan harga yang tidak wajar, sehingga seorang Muslim
kembali ke rumah keluarganya tanpa membawa sedikit pun makanan. Kemudian
padagang itu pergi ke Abu Lahab dan memin-ta kepadanya agar membeli barang yang
ingin dibeli orang Muslim. Demikianlah peperangan tersebut terus terjadi
sehingga kaum Muslim merasakan penderitaan yang sangat luar biasa di mana
mereka dalam keadaan kelaparan dan kekurangan pakaian yang layak. Peperangan
ekonomi ini terjadi selama tiga tahun penuh. Saking menderitanya para sahabat
sampai-sampai Sa'ad bin Abi Waqas pernah keluar pada suatu hari untuk memenuhi
hajatnya, lalu ia mendengar suara gemerincing di bawah air kencing. Tiba-tiba
ia menemukan sepotong kulit unta yang kering lalu ia mengambilnya dan
membasuhnya. Kemudian ia membakarnya dan mencucinya dengan air sampai bersih
lalu ia menjadikannya makanan selama tiga hari.
Selama tiga tahun tersebut wahyu tetap turun kepada Rasul
saw dan seakan-akan ia melupakan bencana yang keras ini. Allah SWT ingin
mendidik para pengikut agama-Nya agar mereka mampu memikul segala penderitaan.
Meskipun kaum Muslim mendapatkan berbagai ujian selama
tiga tahun tersebut, tetapi aktifitas dakwah Islam tidak pernah padam dan tidak
pernah surut. Kaum Muslim bertemu orang-orang selain mereka pada musim haji
lalu mereka berbicara kepada orang-orang tersebut tentang keberadaan Allah SWT
dan mereka meminta kepada para pengujung itu untuk mencari rahmat Allah SWT dan
ampunan-Nya. Keteguhan kaum Muslim dan keberanian mereka telah memikat banyak
orang sehingga mereka masuk Islam. Bahkan orang-orang musyrik mulai bertanya
kepada diri mereka dan mempertanyakan kebenaran apa tindakan mereka. Lalu
kecemburuan kepada kebenaran mulai menyerang hati.
Kemudian Selesailah peperangan ekonomi terhadap kaum
Muslim di mana kaum musyrik melihat itu tidak berdampak terlalu besar bagi kaum
Muslim. Meskipun kaum Muslim menerima penderitaan dan kerugian namun jumlah
mereka tetap bertambah dan keimanan mereka semakin kuat serta kepercaayaan
kepada Allah SWT pun semakin meningkat. Lalu datanglah tahun kesedihan kepada
Nabi. Belum lama Rasulullah saw merasakan dan menghirup udara segar setelah
tiga tahun masa blokade dan beliau ingin memulai kehidupan barunya dan
dakwahnya, sehingga beliau dikagetkan dengan kematian isteri tercintanya Ummul
Mukminin Khadijah dan kematian pamannya yang tercita Abu Thalib.
Abu Thalib adalah seorang yang besar yang memiliki
kewibawaan di tengah-tengah kaum Quraisy, sehingga usaha kaum Quraisy untuk
menyakiti Nabi menjadi terbatas ketika mereka berhadapan dengan "tembok
perlindungan" Abu Thalib kepada kemenakannya. Sedangkan Khadijah merupakan
tempat perlindungan dan kedamaian bagi Nabi. Ia adalah hati yang sangat
penyayang yang banyak menghibur Nabi saat beliau berdakwah. Khadiijah adalah
sebaik-baik teman dan sebaik-baik isteri. Begitu juga, bagi Khadijah Rasulullah
saw adalah sebaik-baik teman, sebaik-baik suami, sebaik-baik pembantu, dan
sebaik-baik sahabat.
Rasulullah saw sangat sedih ketika kehilangan dua
orang yang sangat berpengaruh dalam kehidupannya itu, bahkan para sejarawan
menamakan tahun tersebut dengan tahun kesedihan. Sebaliknya, orangorang musyrik
justru bergembira dengan kesedihan Rasul saw itu. Mereka menganggap bahwa Rasul
saw tidak lagi memiliki seorang tua yang mampu melindunginya dan tidak lagi
memiliki seorang isteri yang dapat meringankan beban penderitaannya.
Setelah kematian dua orang tcrscbut, penindasan dan
penganiayaan kaum Quraisy kepada Nabi semakin meningkat dan orang-orang musyrik
memilih waktu yang tepat untuk menyembelih binatang di Mekah lalu mereka
membawa usus-usus atau jeroan dari unta dan mereka melemparkannya dan
meletakkannya di atas punggung Nabi saat beliau sujud. Kemudian berita
memilukan itu sampai kepada putri tercintanya, Fatimah az-Zahrah, sehingga ia
segera datang dan berusaha membela ayahnya dan membersihkan kotoran yang ada di
pundak ayahnya itu. Demikianlah kemuliaan Siti Fatimah az-Zahra yang senantiasa
melindungi ayahnya.
Betapa sedihnya Nabi saw ketika beliau melihat bahwa
keadaan beliau sampai pada batas di mana anak perempuan beliau pun turut
membelanya. Namun beliau tetap bersabar dalam berdakwah di jalan Allah SWT.
Pada suatu hari beliau berpikir untuk pergi ke Tha'if di mana di sana dihuni
oleh kaum Tha'if. Barangkali beliau berkata dalam dirinya: jika di sini aku
mendapati hati-hati yang telah membeku dan telah berhubungan mesra dengan
kebatilan ialu mengapa aku tidak pergi ke Tsaqif. Barangkali Allah SWT akan
membukakan pintu dakwah di sana. Mungkin di sana masih terdapat hati yang akan
terbuka guna menerima kebenaran.
Saat itu kaum musyrik memberlakukan blokade umum atas
dakwah yang dipimpin oleh Rasulullah saw sehingga tekanan kepada beliau semakin
meningkat sampai pada batas di mana pergerakan dakwah tidak dapat bergerak satu
langkah pun. Keadaan demikian ini sangat menggelisahkan Nabi. Beliau ingin
untuk melepaskan belenggu yang mengikatnya. Lalu beliau memutuskan untuk pergi
ke Tha'if. Jarak antara Mekah dan Tha'if lebih dari tujuh puluh kilo meter.
Nabi menempuh perjalanan itu dengan jalan kaki, pergi dan pulang.
Kita tidak mengetahui pemikiran-pemikiran apa yang
terlintas dalam benak Rasulullah saw saat beliau pergi dan menemui kabilah yang
kafir kepada Allah SWT ini. Yang kita ketahui adalah bahwa beliau pergi ke sana
dengan membawa rahmat dunia dan akhirat. Tetapi mereka justru membalas sikap
baik Rasulullah saw itu dengan tindakan jahiliyah. Mereka bersikap buruk kepada
beliau dan mendustakannya. Rasulullah saw tinggal di sana selama sepuluh hari.
Beliau mondar-mandir dari satu rumah ke rumah yang lain dan dari pasar ke pasar
yang lain dan dari satu jalan ke jalan yang lain. Tak seorang pun yang
mendengar kedatangan beliau di sana; tak seorang pun yang mau mendengar dakwah
beliau dan tak seorang pun yang mau beriman kepada ajakannya. Bahkan masyarakat
di situ semakin menjadijadi dalam menyerang Rasulullah saw dan mengejeknya.
Pada hari yang terakhir yang mana beliau telah
menetapkan untuk kembali ke Mekah. Rasulullah saw berdiri di Tha'if dan
mengharap kepada masyarakat di sana agar merahasiakan kunjungannya kepada
mereka sehingga pencelaan yang beliau terima di Mekah terhadap agama yang
dibawanya tidak semakin menjadi-jadi. Tetapi penduduk Tha'if menolak permohonan
yang terakhir ini. Mereka tidak cukup melakukan hal itu tetapi mereka melakukan
perbuatan terburuk yang dilakukan manusia terhadap sesama manusia. Mereka
menahan keluarga orang-orang yang bodoh dan orang-orang biasa untuk membentuk dua
barisan dan memerintahkan mereka untuk melempari Rasulullah saw dengan batu dan
mengejeknya. Nabi keluar dari Tha'if dan beliau mendapatkan lemparan
bertubi-tubi dari keluarga Tha'if bahkan beliau merasakan kepedihan saat
kakinya terkena lemparan batu itu sehingga darah suci mengucur dari kaki
beliau.
Kemudian Rasulullah saw diusir sehingga beliau sampai
di suatu kebun yang dimiliki oleh dua orang dari orang-orang kaya Tha'if. Di
sana beliau duduk di bawah naungan pohon anggur. Dua orang pemilik kebun itu
merasa kasihan melihat keadaan orang yang terusir dan terluka itu. Mereka
membawa kepadanya setangkai anggur dengan seorang pembantu. Pembantu mereka
adalah seorang Nasrani yang bernama Adas. Si pembantu meletakkan setangkai
anggur itu depan Rasul saw lalu beliau mengulurkan tangannya kepadanya sambil
berkata: "Bismillahirahmanirrahim (Dengan nama Allah yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang). Adas berkata kepada Nabi, perkataan ini tidak begitu
dikenal oleh penduduk negeri ini. Nabi berkata: "Anda dari daerah
mana?" Adas menjawab: "Aku adalah seorang Nasrani dari Nainawa."
Nabi berkata: "Apakah engkau dari desa lelaki saleh Yunus bin Mata?"
"Bagaimana engkau tahu tentang Yunus?, sambung lelaki itu. Nabi berkata:
"Itu adalah saudaraku. Ia adalah seorang Nabi aku pun seorang Nabi."
Mendengar jawaban Rasul saw, Adas segera merobohkan
tubuhnya di depan kedua kaki Rasul saw lalu ia menciuminya sambil menangis.
Akhirnya, pembantu Nasrani itu masuk Islam sehingga ia menambah barisan kaum
Muslim. Ia adalah seorang yang menjadi Muslim ketika Rasulullah saw berhijrah
ke Tha'if. Inilah harga yang harus dibayar Rasulullah saw sclania dua minggu
saat beliau berada di Tha'if, dan kemudian bcliau terkena cobaan dengan
mengucurnya darah dari kaki beliau akibat lemparan batu penghuni Tha'if.
Kemudian Rasulullah saw kcmbali ke Mekah beliau
kembali dalam keadaan ditolak oleh pcnduduk Tha'if dan kini beliau kembali
menerima penolakan itu di Mekah. Meskipun demikian, beliau merasakan kesedihan
yang mendalam melihat sikap kaumnya. Namun ketika kebencian semakin deras
mengalir kepada beliau, hati beliau justru semakin bersemangat dan semakin
dipenuhi dengan rahmat kemudian datanglah kepada Nabi masa di mana tampak di
dalamnya Islam asing, dan tampak di dalamnya Nabi seorang diri, tanpa penolong.
Pada saat demikian ini ketika manusia mulai
meninggalkan Rasulullah saw lalu langit turut campur dan terjadilah peristiwa
besar dan mukjizat terbesar pada diri Nabi, yaitu Isra' dan Mi'raj. Ia adalah
mukjizat yang tidak berhubungan dengan dakwah Islam; ia tidak datang untuk
memperkuat dakwah ini atau menetapkannya tetapi ia datang semata-mata untuk
memperkuat keteguhan Nabi dan sebagai penghormatan kepadanya. Seakan-akan Allah
SWT ingin berkata kepada Nabi, jika saja penduduk bumi tidak memujimu, maka
penduduk langit mengenal kedudukanmu dan memberikan pujian yang layak kepadamu
dan jika manusia menolak dakwahmu dan menolak keberadaanmu, maka sesungguhnya
Allah SWT memilihmu dan memuliakanmu.
Untuk melihat tanda-tanda kebesaran-Nya, munculnya
mukjizat Isra' dan Mi'raj dalam sejarah para nabi sebagai mukjizat satu-satunya
yang tiada tandingannya dibandingkan dengan kisah nabi yang lain. Kita
mengetahui bahwa di deretan para nabi ada nabi-nabi yang dinamakan oleh Allah
SWT sebagai para kekasih-Nya dan sebagai para pendamping-Nya, seperti Nabi
Ibrahim. Kita juga melihat bahwa di antara para nabi ada seseorang yang diajak
bicara oleh Allah SWT tanpa perantara, seperti Nabi Musa. Kita juga melihat di
antara para nabi ada yang didukung oleh Allah SWT dengan ruhul kudus, seperti
Nabi Isa. Tetapi untuk pertama kalinya kita berada di hadapan seorang nabi yang
diajak dan dipanggil oleh Allah SWT untuk menuju ke sisi-Nya.
Beliau naik bersama Jibril dengan jasadnya dan
ruhaninya sehingga Jibril berdiri di suatu tempat dan Nabi maju sendirian. Itu
adalah tingkat dari tingkat kehormatan di mana pena terasa keluh untuk
mengungkapkannya dan sejarawan tidak dapat menulis apa yang terjadi saat itu.
Kita telah melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang meminta kepada
Tuhannya agar memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan orang-orang
yang mati. Allah SWT bertanya kepadanya, apakah ia belum beriman akan hal itu?
Ibrahim menjawab: Bahwa ia beriman tetapi ia ingin menenangkan hatinya.
Kita juga melihat dalam kisah para nabi seorang nabi
yang cintanya kepada Allah SWT memancar dalam kalbunya sehingga ia meminta:
"Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku
agar aku dapat melihat kepada Engkau". (QS. al-A'raf: 143)
Namun Allah SWT menjawab kepada Musa tentang
kemustahilan melihat Allah SWT atas manusia. Nabi Musa memahami bahwa makhluk
manapun tidak akan mampu menahan beban penampakan dari Zat sang Pencipta.
Adapun Muhammad bin Abdillah ia tidak bertanya kepada
Tuhannya dan meminta kepadanya untuk diberi mukjizat atau kejadian yang luar
biasa; ia tidak meminta kepada Tuhannya agar dapat melihat Zat-Nya dan ia tidak
berusaha mencari ketenangan dalam hatinya. Cintanya kepada Allah SWT termasuk
bentuk cinta yang sulit untuk dipahami atau diselami kedalamannya oleh para
tokoh pecinta dan cintanya tersebut bukan termasuk bentuk yang menimbulkan
berbagai pertanyaan. Cinta beliau melampaui tingkat permintaan menuju ketingkat
penyerahan dan kepuasan atau ridha. Segala sesuatu yang menggelisahkan Nabi
adalah ridha Allah SWT.
Rasulullah saw berkata saat beliau dalam keadaan
ditolak dan diusir dan terluka akibat perbuatan kaum Tha'if: "Jika Engkau
tidak murka kepadaku, maka aku tidak peduli dengan mereka."
Lihatlah tingkat cinta yang tinggi itu: bagaimana
tingkat tersebut menyebabkan beliau merasa rendah diri sehingga beliau berkata,
"jika Engkau tidak murka kepadaku ..." Seakan-akan beliau tidak
menginginkan selain ridha Allah SWT dan yang beliau khawatirkan adalah
kemarahan Allah SWT.
Sungguh adab yang diterapkan Rasulullah saw kepada
Tuhannya adalah adab yang paling layak dan paling tinggi yang sesuai dengan
kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang paling sempurna.
Demikianlah mukjizat Isra' dan Mi'raj. Mukjizatyang
tujuannya adalah menghormati kepribadian Rasulullah saw; mukjizat yang
membangkitkan peranan akal dan hati secara bersama. Para nabi tanpa terkecuali
didukung oleh bcrbagai macam mukjizat yang terjadi di muka bumi bahkan para
nabi yang diangkat ke langit seperti Nabi Idris dan Nabi Isa, maka pengangkatan
mereka sebagai bentuk menyelamatkan mereka dari usaha pembunuhan atau
penyaliban. Mukjizat mereka saat mereka diangkat ke langit adalah bentuk akhir
dari aktifitas mereka di muka bumi.
Ini adalah kali pertama ketika kita mendapati suatu
mukjizat yang tempat utamanya di langit; suatu mukjizat yang terwujud bersama
seorang Nabi yang diangkat ke langit dengan jasadnya dan ruhaninya saat beliau
masih hidup. Di sana Allah SWT memperlihatkan kepadanya tanda-tanda
kekuasaan-Nya. Kemudian beliau kembali ke bumi di mana beliau akan mendapatkan
berbagai macam tantangan dan cobaan yang biasa diterima oleh penduduk bumi.
Muhammad bin Abdillah adalah manusia yang pertama melewati planet bumi dan
beliau menembus bulan dan matahari dan bintang-bintang. Kita menyaksikan di
zaman kita manusia pertama atau astronot pertama yang mampu menembus ruang
angkasa. Ruang angkasa itu baru dapat ditembus oleh manusia setelah empat belas
abad dari turunnya risalah Muhammad saw, namun sejak empat belas abad yang lalu
Nabi Islam telah dapat menembus ruang angkasa itu, bahkan beliau mencapai
Sidratul Muntaha dan puncak al-Muntaha.
Beliau sampai pada batas yang di situlah alam makhluk
diakhiri dan beliau menembus alam gaib. Bukankah surga bagian dari alam gaib?
Beliau sampai di surga. Allah SWT menamakannya dengan Jannatul Ma'wah. Beliau
sampai pada batas terputusnya ilmu manusia dan tiada yang mengetahui hakikat
ilmu tersebut kecuali Allah SWT. Mukjizat Isra' bukanlah mukjizat Mi'raj,
meskipun kedua-duanya terjadi di satu malam. Peristiwa Isra' dan Mi'raj dikutip
oleh dua surah yang berbeda dalam Al-Qur'an al-Karim. Allah SWT berfirman
tentang mukjizat Isra':
"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan
hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah
Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari
tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui." (QS.
al-Isra': 1)
Sedangkan berkaitan dengan mukjizat Mi'raj, Allah SWT
berfirman:
"Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril
itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil
Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika
Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya
(Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula)
melampauiya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan)
Tuhannya yang paling besar." (QS. an-Najm: 13-18)
Pada malam Isra' dan Mi'raj, Nabi Muhammad berkeliling
di sekitar Ka'bah dan berdoa kepada Allah SWT. Beliau dalam keadaan pucat
wajahnya dan kedua air matanya mengucur; beliau tidak bertawaf bersama
seseorang pun; beliau tawaf sendirian lalu orang-orang kafir dan orang-orang
musyrik memandang beliau dengan pandangan kebencian saat beliau bertawaf dan
berdoa. Allah SWT melihat hamba-Nya yang khusuk itu lalu Allah SWT menurunkan
perintah-Nya kepada Ruhul Amin yaitu malaikat Jibril agar menemani
hamba-Nya dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha Kemudian membawanya naik ke
langit agar dia dapat melihat tanda-tanda kebesaran Tuhannya.
Di suatu rumah yang mulia dan sederhana dari
rumah-rumah yang ada di Mekah, Nabi saw sedang tidur dan datanglah waktu
pertengahan malam. Jibril turun dan memasuki rumah sang Rasul saw. Jibril as
berdiri di sisi kepala sang Nabi dan ia melihat kepadanya dengan pandangan
cinta. Pandangan Jibril itu membangunkan Rasul saw kemudian beliau membuka
kedua matanya dan bangkit dari tempat tidurnya.
Jibril berkata kepada Nabi saw, salam kepadamu wahai
Nabi yang mulia. Allah SWT ingin agar engkau melihat sebagian tanda-tanda
kebesaran-Nya di alam. Kemudian Jibril berjalan bersama Nabi saw. Mereka keluar
dari rumah dan beliau menyaksikan Buraq yaitu makhluk yang menyerupai burung
dan mempunyai sayap seperti burung garuda; makhluk yang terbuat dari kilat.
Karena itu, ia dinamakan dengan Buraq. Kilat adalah listrik dan listrik adalah
cahaya. Cahaya adalah makhluk yang tercepat yang kita kenal di bumi. Kilauan
cahaya pada satu detik saja mencapai 186 ribu mil. Kita tidak akan terlibat
terlalu jauh tentang kendaraan luar angkasa yang digunakan dalam perjalanan
itu; kita tidak akan bertanya bagaimana Nabi saw menembus alam ruang angkasa
tanpa ada latihan sebelumnya dan berapa lama waktu yang beliau gunakan untuk
pulang pergi; kami juga tidak akan bertanya tentang kecepatan Buraq; kami tidak
heran dengan usaha penembusan luar angkasa ini; kita tidak akan bertanya
tentang semua itu karena kita mempunyai satu jawaban dari semuanya: Allah SWT
berkehendak agar hal itu terjadi dan untuk itu Allah SWT mengatakan kun jadilah,
maka jadilah.
Para ulama beselisih pendapat tentang apakah Isra' dan
Mi'raj terjadi dengan ruh saja atau dengan ruhani dan jasad sekaligus. Ahli
hakikat mengatakan bahwa itu terjadi dengan ruh dan jasad. Tentu perselisihan
itu berakibat pada perselisihan akal dan terjerumus dalam perangkap kaifa (bagaimana)
dan bertanya tentang kekuasaan Allah SWT dan usaha untuk menundukkan masalah
ini terhadap sebab-sebab yang biasa atau hukum-hukum kita yang alami atau
logika kemanusiaan. Allah Maha Suci dan Maha Tinggi dari semua itu. Apakah
seseorang akan bertanya, bagaimana Rasulullah saw naik berserta ruh dan
fisiknya ke puncak segala puncak di langit kemudian beliau kembali sebelum
tempat tidurnya dingin? Mukjizat apa yang terjadi di sini yang melebihi
mukjizat berubahnya air mani menjadi manusia dan berubahnya benih menjadi pohon
atau mukjizat air yang menghidupkan tanah, atau ia mampu memuaskan kehausan si
dahaga atau mukjizat cinta yang mengikat dua hati yang belum pernah mengenal?
Sementara itu, Buraq menundukkan badannya kepada Nabi
saw kemudian Nabi saw menungganginya bersama Jibril dan Buraq pergi bagaikan
anak panah dari cahaya di atas gunung Mekah dan pasir-pasir menuju ke utara.
Jibril mengisyaratkan agar menuju arah gunung Saina' lalu Buraq itu berhenti.
Jibril berkata di tempat yang diberkati ini, Allah SWT berdialog dengan Musa
as. Kemudian Buraq kembali pergi ke Baitul Maqdis, Nabi saw turun dari pesawat
ini yang berjalan lebih cepat dari cahaya dan jutaan kali lebih cepat darinya
dan ia tidak berubah dari cahaya.
Nabi berjalan bersama Jibril dan memasuki Baitul
Maqdis. Beliau memasuki masjid dan beliau mendapati semua nabi sedang
menunggunya di sana. Allah SWT membangkitkan gambar para nabi-Nya dari kematian
dan mengumpulkan mereka di Mesjid Aqsha. Para malaikat memberinya suatu bejana
yang di dalamnya terdapat susu dan bejana yang lain yang di dalamnya terdapat
khamer. Lalu beliau memilih susu dan meminumnya. Dikatakan pada beliau,
sesungguhnya engkau telah memilih fltrah dan umatmu akan memilih fitrah.
Para nabi mengitari Rasul saw dan datanglah waktu
salat. Para nabi bertanya di antara sesama mereka, siapa di antara mereka yang
menjadi imam salat, apakah itu Adam, Nuh, Ibrahim, Musa atau Isa? Jibril
berkata kepada Muhammad saw, sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu untuk salat
bersama para nabi. Rasulullah saw berdiri dan salat bersama para nabi. Mereka
semua adalah orang-orang Muslim dan beliau adalah orang-orang Muslim yang
pertama. Secara logis bahwa beliau layak menjadi imam dari para nabi
sebagaimana kitabnya dijadikan kitab yang terbaik daripada kitab-kitab yang
mendahuluinya. Beliau membacakan Al-Qur'an kepada mereka dan beliau menangis saat
membacanya. Kekhusukan beliau saat membacanya membuat para nabi pun menangis.
Dan ketika para nabi sujud di belakang imam mereka, pohon-pohon dan
bintang-bintang pun turut bersujud.
Selesailah waktu salat dan para nabi membubarkan diri.
Setiap nabi kembali ke langit yang mereka tinggal di dalamnya. Nabi keluar dari
masjid bersama Jibril dan mereka kembali menunggang Buraq seperti panah dari
cahaya. Buraq semakin meninggi dan ia melewati langit pertama lalu beliau
menyaksikan Nabi Adam. Kemudian ada panggilan dari Allah SWT: "Hendaklah
hamba-Ku semakin meninggi dan menjauh." Kemudian hamba Allah SWT Muhammad
bin Abdillah semakin terbang menjauh ia melampaui langit demi langit. Beliau
melampaui tempat materi dan mulai menjangkau tempat ruhani dan melewatinya.
Beliau bersiap berdiri di haribaan Ilahi; beliau semakin tinggi dan jauh di
tingkat dan dipuncak ruhani dalam kecepatan yang tidak kurang dari kecepatan
kilat.
Beliau melampaui kedudukan Nabi Adam di langit pertama
dan melampaui kedudukan Nabi Yahya dan Nabi Isa di langit kedua. Lalu Tuhan
pemilik kemuliaan memanggil, "hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi."
Kemudian hamba Allah SWT dan Nabi-Nya yang mulia mencapai tingkat yang lebih
tinggi lagi. Beliau melampaui langit yang ketiga, keempat, kelima, keenam, dan
ketujuh. Beliau melampaui alam materi semuanya dan melampaui alam ruhani.
Akhirnya, beliau sampai ke Sidratul Muntaha. Beliau sampai di tempat yang suci
yang Allah SWT menamakannya dengan sebutan Sidratul Muntaha dan di sana Nabi
melihat dan menyaksikan Jannatul Ma'wa. Beliau menyaksikan yang kita tidak
mampu mengetahuinya dan memahaminya bahkan membayangkannya:
"(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil
Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak
berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidnk (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 16-17)
Sungguh terjadilah pada tempat itu apa yang terjadi
dengannya. Dengan kebesaran yang misteri ini, Allah SWT memberitahu kita bahwa
terjadilah hal penting di sana meskipun hakikat hal tersebut tersembunyi dari
kita. Sesuatu yang Allah SWT sembunyikan dari kita tersebut disaksikan oleh
Rasul saw. Itu adalah mukjizat yang khusus baginya; itu adalah tingkat cinta
yang tidak tersingkap tabirnya karena ketinggiannya yang tidak mampu ditangkap oleh
pengetahuan manusia biasa.
Kemudian Tuhan pemilik surga dan neraka memanggil,
"hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi." Hamba Allah SWT Muhammad bin
Abdillah menaik ke tempat yang tinggi. Kali ini beliau melihat Jibril yang
berada di belakangnya lalu beliau mendapatinya dalam keadaan bertasbih kepada
Allah SWT. Jibril tidak berada dalam wujud manusia seperti yang Nabi saksikan
ketika berada di dunia. Jibril as kembali ke dalam wujud malaikatnya. Nabi
melihat Jibril dan ia merupakan tanda kebesaran Allah SWT yang Allah SWT
janjikan untuk diperlihatkan kepadanya:
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Pemandangan itu terjadi dengan hati dan mata serta
panca indera yang dikenal dan yang tidak dikenal. Pemandangan itu benar-benar
jelas. Di sana bukan mimpi, bukan khayalan, dan bukan gambaran. Rasul saw
melihat semua itu dengan jasadnya dan ruhaninya:
"Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari
yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Kemudian Rasulullah saw menuju ke tempat yang tinggi
dan lebih tinggi lagi. Beliau semakin naik ke tingkat yang makin tinggi sampai
beliau berdiri di hadapan Tuhan Pencipta langit dan bumi dan Penebar kasih
sayang di dunia dan di akhirat. Orang Muslim yang paling sempurna itu bersujud
di hadapan Tuhan Sang Pencipta sambil berkata: "Sungguh penghormatan dan
keberkatan serta shalawat yang baik tertuju hanya kepada Allah SWT." Allah
SWT membalasnya: "Salam kepadamu wahai Nabi dan rahmat Allah SWT serta
berkat-Nya juga tercurah kepadamu." Para malaikat pun ketika mendengar
ucapan itu bertasbih dan mengatakan: "Salam kepada kita dan kepada
hamba-hamba Allah SWT yang saleh."
Ungkapan-ungkapan tersebut merupakan permulaan tahiyat
(penghormatan) yang diucapkan orang-orang Muslim saat mereka melaksanakan
salat pada setiap hari. Salat telah diwajibkan atas kaum Muslim pada kesempatan
yang besar ini. Hal populer di kalangan umumnya kaum Muslim adalah, bahwa Allah
SWT mewajibkan atas Nabi mula-mula lima puluh salat sehari. Kemudian Nabi turun
dari langit lalu beliau menemui Nabi Musa. Selanjutnya Nabi Musa bertanya
kepadanya tentang jumlah salat yang diwajibkan Allah SWT kepada umatnya. Nabi
menceritakan bahwa Allah SWT telah menentukan lima puluh kali salat. Nabi Musa
berkata sungguh umatmu tidak akan kuat untuk melakukan salat itu, maka
kembalilah kepada Tuhanmu dan mohonlah kepadanya agar Dia meringankan bagi
umatmu. Lalu Nabi kembali kepada Tuhan-Nya sehingga Allah SWT meringankan salat
hingga sepuluh kali. Setelah itu, Nabi kembali bertemu dengan Nabi Musa.
Lagi-lagi Nabi Musa memperingatkannya. Kemudian Nabi kembali lagi kepada Allah
SWT sehingga sampai diturunkan salat dari lima puluh kali menjadi lima kali
sehari. Namun salat yang lima kali itu pahalanya sama dengan salat yang lima
puluh kali.
Menurut hemat kami, kisah tersebut tidak memiliki
sandaran dalam kitab-kitab ulama yang benar-benar teliti. Kami kira, kisah itu
tersebut merupakan rekayasa orang-orang Yahudi di mana mereka masuk Islam dan
mereka memenuhi kitab-kitab dengan dongeng-dongeng khurafat dan mereka
menisbatkannya kepada Rasul. Prasangka tersebut didukung oleh pemilihan Musa
sebagai seorang Nabi yang mengusulkan kepada Rasul saw agar meminta keringanan
atas umatnya sehingga terkesan Nabi Musa menjadi seseorang yang lebih
mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh Nabi Muhammad. Kami sendiri
cenderung untuk menolak kisah tersebut dengan keyakinan bahwa pertemuan Nabi
dengan Allah SWT menimbulkan rasa kebesaran dan kewibawaan yang luar biasa
sehingga ketika Nabi telah pergi, maka sangat berat baginya untuk kembali lagi.
Nabi menyaksikan dan melihat hal-hal yang tidak mampu
diungkap oleh lisan dan tidak mampu ditulis dengan pena. Beliau berada di suatu
keadaan yang tidak dapat dipahami oleh manusia biasa. Al-Qur'an al-Karim
sengaja tidak mcnyebutkan apa saja yang dilihat oleh Nabi karena itu mernpakan
rahasia antara Nabi dan Tuhannya dan mukjizat yang khusus yang diperuntukkan
baginya sebagai bentuk penghormatan kcpadanya. Jadi Al-Qur'an sengaja tidak
menyebutkan itu semua untuk menegaskan bahwa beliau melihat tanda dari
tanda-tanda kebesaran Tuhannya.
Kami tidak mengetahui apa yang dilihat oleh Nabi. Hal
yang dapat kami bayangkan adalah, bahwa Nabi bersujud dengan khusuk di hadapan
Tuhannya dan beliau menangis karena gembira. Kesedihan hatinya telah hilang
selamanya. Setelah Nabi melihat rahasia dan setelah penghormatan yang besar
ini, beliau kembali menemani Buraq dan pergi bersama Jibril untuk kembali ke
bumi. Beliau kembali dan mendapati tempat tidurnya masih dingin. Bagaimana
beliau pergi dan kembali sementara tempat tidumya belum dingin? Berapa lama
waktu yang diperlukannya saat melakukan perjalanan tersebut? Hanya Allah SWT
semata yang mengetahui. Yang kita ketahui adalah, bahwa Rasulullah saw kembali
ke tempat tidurnya setelah Isra' dan Mi'raj dan hatinya dipenuhi dengan
kegembiraan serta dadanya dipenuhi dengan ketenangan dan kepuasan serta
kefanaan dalam cinta kepada Allah SWT.
Kemudian datanglah waktu pagi. Nabi menceritakan
perjalanan dan pengalaman tersebut kepada sahabat-sahabatnya dan orang-orang
Musyrik sehingga berimanlah orang-orang yang beriman padanya dan mendustakan
kepadanya orang-orang yang mendustakannya. Namun beliau tidak peduli dengan
semua itu. Nabi terus melangsungkan perjuangannya dengan penuh kesabaran.
Akhirnya, datanglah suatu masa di mana Nabi saw
mengetahui bahwa dakwah Islam di Mekah telah mengalami penekanan yang luar
biasa sehingga keadaan sangat tidak mendukung bagi kaum Muslim. Rasulullah saw
bergerak dengan dakwahnya. Lalu Allah SWT mewahyukan kepadanya agar ia
berhijrah. Kemudian mulAllah Nabi berhijrah di jalan Allah SWT setelah tiga
belas tahun beliau di Mekah. Islam ingin membangun negaranya dan ingin
menghilangkan pengepungan dan serangan kaum musyrik. Mula-mula terjadilah
perubahan sedikit dalam keadaan kaum Muslim.
Rasulullah saw keluar dalam musim haji untuk
menunjukkan dirinya pada kabilah-kabilah Arab sebagaimana yang beliau lakukan
pada setiap musim. Beliau berada di tempat yang bernama 'Aqabah, lalu beliau
bertemu dengan jamaah dari Khazraj. Rasulullah saw berkata kepada mereka,
"siapa kalian?" Mereka menjawab: "Kami berasal dari kelompok
Khazraj." Beliau berkata. "apakah kalian termasuk pembantu kaum
Yahudi?" Mereka menjawab, "benar." Beliau berkata, "maukah
kalian duduk bersama aku karena aku ingin sedikit berbicara dengan
kalian." Mereka menjawab: "Boleh." Kemudian mereka duduk bersama
Nabi lalu beliau mengajak mereka untuk mengikuti agama Allah SWT.
Rasulullah saw sedikit menceritakan Islam kepada
mereka dan membacakan Al-Qur'an. Enam orang mendengarkan apa yang disampaikan
oleh Nabi saw. Setelah beliau selesai dari pembicaraannya, mereka
membenarkannya dan beriman kepadanya. Kemudian mereka menceritakan kepada Nabi
saw bahwa mereka meninggalkan kaumnya karena kaum mereka terlibat peperangan
dan kebencian. Mudah-mudahan Allah SWT mengumpulkan mereka dengan kedatangan
Nabi saw yang mulia ini. Mereka memberitahu Nabi saw bahwa mereka akan
menceritakan kepada kaumnya apa yang mereka dengar dari Nabi saw dan akan
mengajak mereka untuk memenuhi dakwah Nabi.
Keenam lelaki itu kembali ke kota Madinah yang berubah
namanya menjadi Madinah Munawarah yang sebelumnya ia bernama Yatsrib di zaman
jahiliah. Allah SWT berkehendak untuk meneranginya dengan Islam. Para lelaki
itu kembali ke Madinah dan mereka membawa Islam di hati mereka sehingga banyak
orang yang masuk Islam.
Kemudian datanglah musim haji dan keluarlah dari
Madinah dua belas orang lelaki dari orang-orang yang beriman yang di antara
mereka terdapat enam orang yang Rasulullah saw telah berdakwah kepada mereka
pada musim yang dulu dan Nabi saw menemui mereka di 'Aqabah. Kemudian Nabi
melakukan baiat pada mereka agar mereka mempertahankan keimanan dan membela
dakwah kebenaran serta kemanusiaan.
Kaum lelaki itu kembali ke Madinah disertai salah
seorang yang terpercaya dari tokoh Islam yaitu Mus'ab bin Umair di mana ia
menjadi utusan Rasulullah saw di Madinah dan ia mengajari manusia tentang agama
mereka dan membacakan kepada mereka Al-Qur'an dan menyerukan kebenaran kepada
manusia sehingga tersebarlah Islam di Madinah. Penduduk Madinah mulai
bertanya-tanya, mengapa saudara-saudara kita kaum Muslim Mekah ditindas?
Mengapa Rasul saw keluar untuk berdakwah dan menebarkan rahmat tetapi beliau
justru mendapatkan angin kebencian? Sampai kapan kita akan membiarkan
Rasulullah saw teraniaya dan terusir di Mekah?
Demikianlah, pergilah tujuh puluh orang ke Mekah,
tujuh puluh orang dari penduduk Madinah Munawarah. Mereka pergi ke 'Aqabah
dalam keadaan sendirian dan berkelompok-kelompok. Islam telah menghasilkan buah
pertamanya dalam hati mereka sehingga hati mereka dipenuhi cinta kepada Allah
SWT dan Rasul-Nya serta kaum Muslim. Penderitaan yang dialami kaum Muslim
mempengaruhi jiwa mereka dan mencegah mereka dari mendapatkan kenikmatan tidur
dan nikmatnya memakan dan nikmatnya kehidupan. Orang-orang yang baik itu datang
dan berbaiat kepada Rasul saw untuk membela beliau menolongnya dan
melindunginya serta siap untuk mati di jalannya. Mereka datang setelah hati
mereka diliputi oleh Islam dan mereka memberikan segala sesuatu untuk dakwah
yang baru; mereka datang sebagai pecinta-pecinta kebenaran.
Kitab-kitab hadis yang suci meriwayatkan apa yang
terjadi pada baiat 'Aqabah al-Kubra. Dalam kitab tersebut dikatakan bahwa Abbas
Ibnu Abdul Muthalib datang bersama Nabi dan saat itu ia masih berada dalam
agama kaumnya. Ia ingin menyelesaikan urusan anak pamannya. Ketika ia duduk dan
berbicara, ia mengatakan suatu pernyataan yang mengisyaratkan bahwa Muhammad saw
mendapatkan kemuliaan dari kaumnya dan kekuatan di negerinya tetapi ia enggan
dan memilih untuk bergabung bersama kalian wahai penduduk Madinah. Jika kalian
memenuhi janjinya dan melindunginya, maka ambillah ia, namun jika kalian
khawatir jika suatu saat nanti akan mengkhianatinya, maka mulai dari sekarang
biarkanlah ia di negerinya.
Kata-kata Abbas tersebut berasal dari fanatisme
kesukuan dan ikatan darah keluarga namun penduduk Madinah tidak begitu peduli
dengan kalimat Abbas itu karena ia bukan termasuk dari agama mereka dan ia
tidak mengetahui tingkat cinta kepada Rasul saw yang mereka capai. Abbas bin
Abdul Muthalib menunggu jawaban dari penduduk Madinah. Lalu mereka berkata
kepadanya, "Kami telah mendengar apa yang engkau katakan, maka berbicaralah
ya Rasulullah, ambilah untuk dirimu dan Tuhanmu apa saja yang engkau
sukai."
Kita ingin mengamati jawaban sekelompok orang yang
mukmin dari penduduk Madinah ini sehingga Rasulullah saw berbicara. Jawaban
yang dicari oleh Abbas bin Abu Muthalib tersembunyi dalam pernyataan Nabi.
Demikianlah setelah Rasulullah saw mengucapkan kalimatnya, maka tidak keluar
pemyataan apa pun. Cukup hanya Nabi yang berbicara dan mereka hanya menaatinya.
Mereka meminta kepada beliau agar mengambil pada dirinya dan Tuhannya apa saja
yang beliau sukai; mereka merasa tidak memiliki apa-apa dan tidak memiliki
keputusan. Nabi berbicara lalu beliau membaca Al-Qur'an dan mengajak ke jalan
Allah SWT. Kemudian beliau bebicara tentang Islam dan beliau membaiat mereka
agar membantu beliau sehingga mereka pun membaiat kepadanya. Demikianlah
terjadinya baiat 'Aqabah al-Kubra.
Orang-orang yang terpilih oleh Allah SWT itu
mengetahui bahwa sebentar lagi mereka akan diajak untuk mengangkat senjata:
mereka diajak untuk mendapatkan kematian di bawah naungan pedang. Mereka
menenangkan Rasulullah saw bahwa beliau akan mendapati orang-orang yang sudah
terlatih dalam peperangan karena mereka mewarisi dari kakek-kakek mereka.
Salah seorang dari tujuh puluh orang itu menyebutkan
masalah yang penting. Abul Haitsyam berkata: "sesungguhnya di antara
orang-orang Madinah dan Yahudi terdapat suatu tali ikatan, maka mereka boleh
jadi akan memutuskannya lalu, apakah sikap yang harus kita ambil jika mereka
lakukan hal itu dan memusuhi orang-orang Yahudi," kemudian Allah SWT
menolong Nabi dan memenangkan atas kaumnya, lalu ia kembali kepada mereka dan
meninggalkan mereka di bawah kasih sayang orang-orang Yahudi.
Perhatikanlah bahwa pertanyaan tersebut berkisar pada
kecintaan kepada Nabi dan keinginan agar Nabi tetap bersama mereka selama
perjalanan hari dan bulan. Masalah yang dituntut oleh Abbas bin Abdul Muthalib
secara jelas adalah masalah perlindungan mereka kepada Nabi, di mana hal
tersebut tidak lagi diperdebatkan oleh orang-orang yang terpilih dari penduduk
Madinah. Namun masalah yang mereka inginkan adalah masalah perlindungan Nabi
dan keberadaan Nabi bersama mereka di Madinah.
Nabi tersenyum dan beliau mengatakan kalimat-kalimat
yang justru menekankan bahwa ikatan akidah lebih kuat daripada ikatan darah.
Beliau berkata: "Tetapi darah adalah darah dan kehancuran adalah
kehancuran. Aku dari kalian dan kalian dariku aku akan memerangi orang-orang
yang kalian perangi dan aku akan berdamai dengan orang-orang yang kalian
berdamai dengan mereka."
Akhirnya, penduduk Madinah pergi dan kembali ke negeri
mereka. Kemudian berita tentang baiat ini sampai ketelinga orang-orang Mekah
dan para tokoh musyrik, lalu mereka justru menambah penekanan kepada Rasulullah
saw dan kaum Muslim.
Para preman Mekah berkumpul di Darul Nadwah. Mereka
menetapkan akan mengambil sesuatu keputusan penting berkaitan dengan Nabi.
Salah seorang dari mereka mengusulkan agar beliau dibelenggu dengan besi lalu
dibuang di penjara sehingga beliau mati kelaparan. Sebagian lagi mengusulkan
agar beliau dibuang dari Mekah dan diusir. Abu Jahal mengusulkan agar mereka
mengambil dari setiap keluarga dari keluarga-keluarga Quraisy seorang pemuda
yang kuat, kemudian setiap dari mereka diberi pedang yang terhunus dan
hendaklah mereka memukulkan pedang itu ke tubuh Nabi. Jika mereka berhasil
membunuhnya niscaya semua kabilah bertanggung jawab terhadap darah sang Nabi
dan Bani Hasyim tidak akan mampu menuntut dan memerangi orang Arab semuanya dan
mereka akan menerima diat sebagai tebusan dari pembunuhan itu. Demikianlah persekongkolan
itu digelar dan mereka sepakat untuk melaksanakan hal itu. Namun Al-Qur'an
al-Karim menyingkap persekongkolan yang dilakukan orang-orang kafir itu dalam
firman-Nya:
"Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir
memikirkan tipu daya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau
membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya itu. Dan Allah
sebaik-baih Pembalas tipu daya." (QS. al-Anfal: 30)
Allah SWT mewahyukan kepada Nabi-Nya agar ia
berhijrah. Lalu Nabi mulai menyiapkan sarana-sarana untuk hijrahnya. Beliau
menyembunyikan urusan tersebut bahkan beliau tidak memberitahu sahabat yang
akan menemaninya. Rasulullah saw menyewa seorang penunjuk jalan yang pengalaman
yang mengenal padang gurun seperti mengenal garis-garis tangannya. Yang mengherankan
penunjuk jalan itu adalah seorang musyrik. Demikianlah Nabi memita bantuan
kepada orang yang ahli tanpa memperhatikan keyakinannya.
Kemudian datanglah malam pelaksanaan kejahatan itu.
Rasulullah saw memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat tidumya
di malam tersebut. Datanglah pertengahan malam dan Rasulullah saw pun keluar
dari rumahnya. Para pemuda Mekah mengepung rumah. Mereka menghunuskan
pedangnya. Nabi menggenggam tanah lalu beliau melemparkannya ke arah kaum
sehingga mereka pun merasa kantuk sehingga Nabi saw dapat menembus kepungan
mereka. Beliau keluar dari Mekah dan berhijrah.
Dengan langkah yang diberkati ini, kaum Muslim
menanggali tahun-tahun mereka. Tahun dalam Islam adalah tahun Hijiriah,
sedangkan kaum Masehi menanggali tahun mereka dengan kelahiran Isa dan ini
disebut dengan tahun Masehi. Adapun tahun-tahun Islam, maka ia ditanggali
pertama kalinya saat Rasulullah saw keluar berhijrah di jalan Allah SWT. Hijrah
Rasul bukan hanya lari dari penindasan tetapi lari dari kebekuan; hijrah
tersebut bukan keluar dari keamanan tetapi keluar dari bahaya. Islam di Mekah
hanya dapat mempertahankan dirinya tetapi ketika ia keluar ke Madinah ia
mempertahankan dirinya ketika menyerang. Dan selama beberapa tahun masa yang
dihabiskan di Mekah, tak seorang dari kaum Muslim yang mengangkat senjata.
Ketika mereka keluar ke Madinah, mereka mulai membawa senjata dan mulai
menyalakan obor peperangan. Islam mulai membawa senjata sebagaimana luka akan
sembuh dengan syarat jika diobati. Nabi saw mengetahui bahwa Islam tidak akan
menghabiskan usianya hanya untuk melawan serangan pada dirinya; Islam ingin
tersebar; Islam ingin mendirikan negaranya yang pertama yaitu suatu negara yang
belum pernah dikenal di muka bumi negara seperti itu. Negara yang mencapai
keadilan, kasih sayang, dan idealisme yang begitu luar biasa di mana hukum
Allah SWT ditegakkan dan kehormatan manusia benar-benar dijaga.
Inilah kedalaman hijrah yang mengesankan yaitu
pendirian negara Islam setelah sebelumnya membangun individu masyarakat Muslim.
Setelah Rasul saw membangun masyarakat Muslim dan membangun masjid, maka beliau
membangun suatu negara Islam. Selanjutnya, sayap-sayap dakwah mengepak.
Kami kira pembaca tidak akan bertanya, apa gunanya
pembangunan masjid ditingkatkan sementara Islam masih mengalami penindasan di
muka bumi. Kami kira pembaca lebih pintar daripada orang yang tidak mengetahui
bahwa masjid yang dibangun Rasulullah saw di Madinah bukan tempat
peristirahatan dari keletihan, tetapi masjid merupakan pusat dari kepemimpinan
pergerakan Islam dan kepemimpinan menuju peperangan Islam.
Manusia mandi di masjid dengan cahaya Allah SWT
setelah itu mereka mandi di kancah peperangan dengan darah mereka.
Pertanyaannya adalah, siapakah di antara mereka yang akan terbunuh di jalan
Allah SWT sebelum saudaranya? Demikianlah perlombaan dalam perbaikan terjadi di
antara mereka. Dengan cara demikianlah Islam tersebar.
Sementara itu, Nabi berlindung di suatu gua; di gunung
yang bernama Tsur. Beliau masuk ke gua itu bersama sahabatnya Abu Bakar. Dan
orang-orang musyrik pergi menyusul beliau dengan membawa pedang mereka. Lalu
mereka sampai ke gunung itu. Abu Bakar berkata kepada Rasul saw dengan keadaan
gelisah, "seandainya salah seorang mereka melihat di bawah kakinya niscaya
mereka akan melihat kita."
Dengan tenang, Rasulullah saw menepis kegelisahan Abu
Bakar dan berkata: "Wahai Abu Bakar apa yang kamu kira dengan dua orang
yang ada di tempat yang sepi sementara Allah SWT menjadi ketiga di antara
mereka?" Sebelum Rasulullah saw mengakhiri kalimatnya, terdapat laba-laba
yang selesai dari menenun rumahnya di atas pintu gua. Kitab-kitab sejarah
mengatakan bahwa kaum musyrik mengikuti jejak sang Nabi sehingga mereka sampai
di gunung Tsur lalu di situlah mereka mengalami kebingungan. Mereka mendaki
gunung dan mendaki gua itu. Lalu mereka melihat di atas pintu gua itu terdapat
tenunan laba-laba. Mereka mengatakan, seandainya seseorang masuk di dalamnya
niscaya tidak akan terdapat tenunan laba-laba di atas pintunya. Beliau tinggal
di gua itu selama tiga malam.
Demikianlah keimanan tenunan laba-laba yang lembut
dimenangkan atas ketajaman pedang kaum musyrik sehingga Nabi bersama sahabatnya
pun selamat. Kini, kedua orang itu menuju Madinah. Dan Madinah pun menyambut
mereka. Ketika Rasulullah saw dan sahabatnya memasuki Madinah, mula-mula
masyarakat tidak mengenal siapa di antara mereka yang menjadi Rasul karena
saking baiknya sikap Rasul terhadap sahabatnya. Akhirnya, Nabi menerangi kota
Madinah. Beliau membangun masjid dan mendirikan negaranya serta memerangi
musuh-musuhnya dan tersebarlah Islam dan Mekah pun ditaklukkan dan Baitul Haram
disucikan.
Beliau menanamkan dalam akal dan hati suatu cahaya
yang tidak akan pernah padam. Kemudian berlangsunglah sepuluh tahun yang
dilewatinya di Madinah di mana beliau tidak menggunakannya untuk berleha-leha.
Demikian juga selama masa tiga belas tahun yang beliau lalui di Mekah, beliau
pun tidak mendapatkan istirahat yang cukup. Semua kehidupan beliau hanya untuk
Allah SWT dan hanya untuk Islam. Beban berat yang dipikul oleh punggung beliau
yang mulia lebih berat dari beban yang dipikul oleh gunung. Meskipun beliau
seorang diri, tetapi beliau mampu memikul amanat yang pernah Allah SWT tawarkan
kepada langit dan bumi serta gunung namun mereka pun enggan untuk memikulnya.
karena mereka menyadari bahwa mereka tidak akan mampu memikulnya. Lalu
datanglah beliau dan beliau pun mampu memikul amanat itu dan melaksanakannya
secara sempurna. Yaitu amanat untuk menyampaikan agama Allah SWT; amanat untuk
menyucikan akal manusia dari polusi khayalisme dan khurafatisme: amanat yang
mewarnai kehidupan dengan hanya sujud kepada Allah SWT.
Kemudian mengalirlah dalam memori Nabi saw suatu arus
dari gambar-gambar hidup: bagaimana saat beliau memasuki Madinah. Lewatlah di
hadapan akal beberapa memori dan nostalgia: bagaimana wahyu yang turun
kepadanya dengan membawa risalah di gua Hira, kemudian berubahlah pandangan dan
bertiuplah angin kebencian kepadanya, bahkan angin itu membawa pasir-pasir
tuduhan-tuduhan yang dilemparkan ke wajah suci beliau. Beliau berdiri sambil
tersenyum dan hatinya dipenuhi dengan kesedihan di hadapan gelombang gurun dan
kesendirian serta badai kesengsaraan. "Wahai manusia, tiada Tuhan selain
Allah SWT. Demikianlah kalimat yang beliau katakan. Meskipun kalimat itu tampak
sederhana namun ia mampu membangkitkan dunia. Dan bergeraklah patung-patung
yang begitu banyak yang memenuhi kehidupan dan mereka membekali dirinya dengan
kegelapan dan kebencian yang dialamatkan kepada sang Nabi. Para pembesar. para
penguasa, uang, emas, serta kebencian dan kedengkian setan yang klasik dan
banyaknya orang-orang munafik, semua ini menjadi musuh nyata sang Nabi pada
saat beliau mengatakan "tiada Tuhan selain Allah SWT." Nabi mengingat
kembali Waraqah bin Nofel ketika menceritakan kepadanya apa yang terjadi dan
apa yang dialami beliau di gua Hira. Tidakkah ia mengatakan kepadanya bahwa
kaumnya akan mengusirnya?
Hari-hari hijrah sangat panjang dan berat. Matahari
sangat dekat dengan kepala dan rasa panas sangat mencekik tenggorokan dan rasa
pusing-pusing pun semakin meningkat. Setelah hijrah, Nabi memasuki Madinah.
Beliau disambut oleh kaum Anshar dengan sambutan luar biasa. Beliau datang
sendirian lalu mereka menolongnya; beliau datang dalam keadaan takut lalu
mereka mengamankannya; beliau datang dalam keadaan lapar lalu mereka memberinya
makanan; beliau datang dalam keadaan terusir lalu mereka memberikan
perlindungan.
Bangunan Islam mulai ditancapkan di Madinah. Beliau
mulai membangun negaranya setelah beliau membangun sumber daya manusia Islam
yang tangguh. Yang pertama kali dibangunnya adalah sumber daya Islam, setelah
itu beliau baru membangun negara. Tidak ada nilai yang berarti dari satu sistem
yang hanya berdasarkan prinsip-prinsip besar yang tidak lebih dari sekadar
tinta di atas kertas. Penerapan prinsip-prinsip adalah tolok ukur final dari
nilai apa pun yang diberlakukan di dunia. Dan Islam telah berhasil menerapkan
pada masa-masa pertamanya suatu sistem yang belum pernah dikenal dalam
kehidupan manusia suatu sistem seperti itu. Yaitu sitem yang menunjukkan
keadilan, persaudaraan, dan kasih sayang yang mengagumkan. Hal yang pertama
kali dilakukan Rasulullah saw adalah membangun masjid di mana di situlah unta
yang ditungganinya berhenti. Mesjid itu tampak sederhana. Tikarnya terdiri dari
pasir-pasir dan batu-batu. Tiangnya terbuat dari batang-batang kurma.
Barangkali ketika turun hujan, maka tanahnya akan menjadi lumpur karena
mendapat siraman air hujan. Mungkin ketika angin bertiup dengan kecang, maka ia
akan mencabut sebagian dari atapnya.
Di bangunan yang sederhana ini, Rasulullah saw
mendidik generasi Islam yang tangguh yang dapat menghancurkan orang-orang yang
lalim dan para penguasa yang bejat dan mereka mampu mengembalikan kebenaran ke
singgasananya yang terusir dan terampas. Mereka mampu menyebarkan Islam di muka
bumi. Mesjid itu tampak kecil dan sederhana sekali tetapi ia dipenuhi dengan
kebesaran; masjid itu tidak menunjukkan kemewahan sama sekali. Di dalamnya
Al-Qur'an dibaca lalu orang-orang yang mendengarnya menganggap bahwa mereka
benar dan mendapatkan perintah harian untuk menerapkan dan melaksanakan apa-apa
yang mereka dengar.
Al-Qur'an dibaca di masjid bukan seperti nyanyian yang
orang-orang duduk akan merasa terpengaruh dengan keindahan nyanyian dan suara
pembaca. Dan masjid di dalam Islam bukanlah tempat satu-satunya untuk ibadah.
Menurut kaum Muslim semua burni adalah masjid namun masjid adalah simbol
peradaban yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, sebagaimana ia
menyuarakan ilmu, kebebasan dan persaudaraan.
Semua Nabi berbicara tentang persaudaraan dan mengajak
kepadanya dengan ribuan kata-kata. Sedangkan Rasulullah saw telah mewujudkan
persaudaraan itu secara praktis, yakni ketika karakter masyarakat saat itu
mencerminkan Al-Qur'an. Nabi mulai mempersaudarakan kaum muhajirin dan Anshar
di mana sahabat Anshar Sa'ad bin Rabi', seorang kaya dari Madinah
dipersaudarakan dengan Abdul Rahman bin 'Auf, seorang yang berhijrah dari
Mekah. Sa'ad berkata kepada Abdul Rahman: "Sesungguhnya, tanpa bermaksud sombong,
aku memang memiliki harta yang banyak daripada kamu. Aku telah membagi hartaku
menjadi dua bagian dan sebagiannya aku peruntukkan bagimu. Lalu aku mempunyai
dua orang wanita, maka lihatlah siapa di antara mereka yang mampu memikatmu
sehingga aku menceraikannya lalu engkau dapat menikahinya." Abdul Rahman
bin 'Auf menjawab: "Mudah-mudahan Allah SWT memberkatimu, keluargamu, dan
hartamu. Di manakah pasar yang engkau berdagang di dalamnya?"
Abdul Rahman bin 'Auf keluar menuju ke pasar untuk
berkerja. Ia kembali dan membawa sesuatu yang dapat dimakannya. Ia menolak
dengan lembut sikap baik Sa'ad dan kedermawanannya. Ia bersandar pada keimanan
kepada Allah SWT dan lebih memilih untuk bekerja dan membanting tulang. Tidak
berlalu hari demi hari kecuali ia tetap bekerja sehingga ia mampu untuk
membekali dirinya dan melaksanakan pernikahan.
Demikianlah masyarakat Islam terbentuk dan menampakkan
identitasnya berdasarkan cinta, kebebasan, musyawarah, dan jihad. Pekerjaan
menurut Islam bukan suatu penderitaan untuk mendapatkan roti atau potongan
daging sebagaimana dikatakan peradaban kita masa kini, tetapi pekerjaan dalam
Islam melebihi ruang lingkup materi ini dan menuju puncak yang lebih tinggi:
"Dan katakanlah: 'Bekerjalah kamu, maka Allah dan
Rasul-Nya serta orang-orang muhmin akan melihat pekerjaanmu itu. " (QS. at-Taubah: 105)
Kesadaran bahwa apa yang kita kerjakan akan dilihat
oleh Allah SWT menjadikan perkerjaan itu mendapat cita rasa yang lain. Yaitu
suatu rasa yang melampaui nikmatnya memakan roti dan daging. Setelah bekerja,
datanglah cinta. Cinta dalam Islam bukan hanya perasaan yang menetap dalam hati
dan tidak diwujudkan oleh suatu perbuatan; cinta dalam Islam merupakan langkah
harian yang akan mengubah bentuk kehidupan di sekitar manusia menuju yang lebih
tinggi dan mulia.
Seorang Muslim mencintai Tuhannya Pencipta alam
semesta dan mencintai Rasulullah saw dan mencintai kaum Muslim dan orang-orang
yang berdamai dengan orang-orang Muslim, meskipun keyakinan mereka berbeda
dengannya. Bahkan seorang Muslim mencintai makhluk secara keseluruhan: ia
mencintai anak-anak, hewan, bunga, pasir dan gunung bahkan benda-benda mati pun
mendapat cinta dari seorang Muslim. Seorang Muslim jika dia benar-benar seorang
Muslim akan merasakan dnta yang dialami oleh Nabi Daud terhadap alam dan
lingkungan di sekitarnya. Ini adalah perasaan sufi yang tinggi. Seorang Muslim
akan mewarisi cinta yang sebenarnya seperti yang diwarisi Nabi Isa terhadap
lingkungan yang baik yang ada di sekitarnya di mana ketika Nabi Isa melihat
tubuh anjing yang mati, maka Nabi Isa tidak melihat selain keputihan giginya.
Demikianlah cinta yang tersebar dalam kehidupan kaum
Muslim di mana cinta itu pun tertuju kepada binatang dan benda-benda mati.
Cinta demikian ini tidak akan terwujud dengan suatu keputusan dan tidak
ditetapkan dengan suatu undang-undang, tetapi cinta itu datang biasanya akibat
dari kepuasaan akal dan hati dengan adanya kepemimpinan besar yang hati
cenderung kepadanya dan akal mengambil darinya. Dan yang dimaksud dengan
kepemimpinan besar tersebut adalah keberadaan sang Nabi. Beliau adalah cermin
terbesar dari tingkat cinta yang tertinggi. Beliau adalah seorang yang paling
banyak berbuat demi Islam dan paling banyak sedikit mengharapkan balasan
darinya. Meskipun beliau seorang pemimpin namun beliau hidup dalam
kesederhanaan. Beliau adalah seorang tentara yang paling sederhana. Tempat
tidurnya bersih tetapi kasar, dan rumahnya tidak menampakkan kesibukan yang di
dalamnya memasak berbagai macam hidangan. Beliau justru menyiapkan hidangan
yang sangat sederhana. Makanan utama beliau adalah roti kering yang dicampur
dengan minyak. Keinginan besar beliau adalah tersebarnya dakwah Islam.
Kaum Muslim menyadari bahwa kesempurnaan Islam tidak
akan terwujud kecuali ketika cinta Allah SWT dan Rasul- Nya lebih didahulukan
daripada cinta diri sendiri, cinta kepada wanita, cinta kepada anak,
kepentingan, kekuasaan, kehidupan, dan apa saja yang tidak ada hubungannya
dengan Allah SWT dan Rasul-Nya. Demikianlah kaum Muslim sangat mencintai
pemimpin mereka lebih dari kehidupan pribadi mereka. Di samping pekerjaan dan
cinta tersebut, didirikanlah pemerintahan Islam yang berdasarkan kaidah-kaidah
kebebasan, musyawarah dan jihad.
Kebebasan dalam Islam bukan sekadar perhiasan yang
dilekatkan kepada tubuh Islam tetapi ia merupakan tenunan dari sel-sel yang
hidup itu. Allah SWT telah membebaskan kaum Muslim dari penyembahan selain
dari-Nya. Dengan demikian, runtuhlah semua belenggu yang hinggap di atas akal,
hati, dan masyarakat. Seorang Muslim memiliki—dalam Islam—suatu kebebasan yang
diberikan kepadanya agar ia melihat sesuatu dengan akalnya dan mendebat segala
sesuatu dengan akalnya. Dan hendaklah ia merasa puas dengan sesuatu yang dapat
menenteramkan hatinya. Kebebasan dalam Islam bukan kebebasan mutlak yang
menjurus kepada anarkisme dan diskriminasi tetapi kebebasan dalam Islam adalah
kebebasan yang bertanggung jawab.
Dalam ruang lingkup nas-nas yang pasti yang terdapat
dalam Al-Qur'an atau sunah tidak ada kebebasan di hadapan orang Muslim selain
kebebasan untuk berlomba-lomba untuk menerapkan apa yang mereka pahami. Selain
itu, seorang bebas sampai tidak terbatas, dan pintu ijtihad tetap terbuka
sampai tidak ada batasnya, karena pintu ijtihad adalah akal dan menutup pintu
ijtihad yakni menutup akal dan itu berarti akan membawa kematian baginya. Islam
tidak menerima orang-orang yang mati akalnya atau menga-lami kemunduran; Islam
pada hakikatnya memperlakukan manusia dari sisi akal dan hati.
"Adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa
yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah meng-hendaki
untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang
kafir." (QS.
al-Anfal: 7)
Orang-orang Islam karena kekafiran mereka dan
kebutuhan mereka serta situasi ekonomi yang memburuk, mereka ingin bertemu
dengan pasukan yang tidak bersenjata; mereka ingin bertemu dengan kafilah yang
kaya, bukan pasukan yang bersenjata; mereka membutuhkan harta untuk menyebarkan
dakwah. Namun Allah SWT menginginkan mereka dengan keadaan seperti itu agar
mereka berhadapan dengan pasukan kafir dan agar mereka mampu memutus tali
kekuatan orang-orang kafir sehingga kebenaran akan menang.
Keluarlah orang-orang Muslim dalam peperangan Badar
dengan membayangkan bahwa mereka akan mendapatkan keuntungan dan kesenangan dengan
banyak mengambil ganimah. Namun Allah SWT menginginkan terjadinya peperangan
yang berat, di mana itu berakibat pada jatuhnya tokoh-tokoh kaum kafir Mekah
sebagai korban darinya dan agar Madinah dapat menahan penderitaan dan kefakiran
yang dialaminya. Seharusnya pengikut Islam tidak membayangkan untuk mengambil
keuntungan tetapi ia justru harus memberi kepadanya.
Nabi mengetahui sebagai pemimpin pasukan ia harus
mengingatkan pasukannya bahwa mereka akan menemui kesulitan dan penderitaan,
dan bukan masalah sepele seperti yang mereka bayangkan. Nabi bermusyawarah
dengan sahabat-sahabat. Beliau berbincang-bincang dengan Abu Bakar Shidiq, Umar
bin Khattab, dan Miqdad bin Amr. Lalu mereka semua sepakat untuk terus
melakukan peperangan apa pun hasilnya dan apa pun pengorbanan yang harus
dilakukan.
Kemudian Rasulullah saw berkata: "Wahai para
sahabat, tunjukkanlah diri kalian." Rasulullah saw mengisyaratkan kepada
kaum Anshar. Rasulullah saw khawatir jika mereka memahami bahwa baiat yang
terjadi di antara mereka yang berisi agar mereka melindungi beliau jika beliau
diserang di Madinah saja, dan memang pasal-pasal dari baiat itu mendukung hal
itu. Tidakkah mereka mengatakan kepada beliau: "Ya Rasulullah, kami tidak
akan bertanggung jawab kepadamu sehingga engkau sampai di negeri kami. Jika
engkau sampai di negeri kami, maka kami akan bertanggung jawab untuk
melindungimu."
Mayoritas pasukan terdiri dari orang-prang Anshar,
maka Rasulullah saw ingin mengetahui keputusan mayoritas tentara sebelum
dimulainya peperangan. Kaum Anshar mengetahui bahwa Rasul saw ingin mengetahui
pendapat kaum Anshar. Oleh karena itu, Sa'ad bin 'Auf berkata: "Demi
Allah, seakan-akan engkau menginginkan kami ya Rasulullah." Nabi menjawab,
"benar." Kemudian kaum Anshar menyatakan apa yang mereka rasakan.
Mendengar pernyataan kaum Anshar itu hilanglah
kekhawatiran dan ketakutan Nabi, bahkan beliau bergembira dan wajahnya
berseri-seri. Rasulullah saw telah mendidik mereka berdasarkan Islam dan Islam
tidak mengenal pasal-pasal perjanjian namun ia justru tenggelam dalam esensinya
dan kedalamannya yang jauh. Kaum Anshar meyakinkan Nabi bahwa mereka
benar-benar beriman kepadanya, mencintainya dan akan mendengarkan apa saja yang
beliau katakan serta akan benar-benar menaati beliau.
Sa'ad bin Mu'ad berkata: "Ya Rasulullah,
lakukanlah apa yang engkau inginkan dan kami akan bersamamu. Demi Zat yang
mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau membelah lautan lalu engkau
menyelam di dalamnya niscaya kami akan menyelam bersamamu dan tidak ada seseorang
pun di antara kami yang akan meninggalkanmu." Demikianlah keteguhan kaum
Anshar. Kalimat tersebut menetapkan peperangan paling penting dan paling
berbahaya dalam sejarah Islam.
Perasaan kaum Anshar dan Muhajirin dalam pasukan Rasul
saw sangat berbeda dengan perasaan Nabi Musa ketika mereka mengatakan
kepadanya, "pergilah engkau wahai Musa bersama Tuhanmu dan berperanglah,
sesungguhnya kami di sini hanya duduk-duduk saja." Namun kaum Muslim
menyatakan bahwa seandainya Rasul saw memerintahkan mereka untuk melalui lautan
dengan berjalan kaki di atas ombaknya niscaya mereka akan melakukan hal itu
walaupun berakibat pada tenggelamnya mereka dan kematian mereka dan tak seorang
pun yang akan menentang perintah Rasul saw tersebut.
Akhirnya, kaum Muslim bersiap-siap untuk memasuki
kancah peperangan lalu mereka membuat kemah-kemah yang di situ ditentukan
tempat peristirahatan dan pergerakan tentara Islam. Tempat itu ditentukan oleh
Rasul saw. Allah SWT membiarkan Rasul-Nya melakukan kesalahan dalam memilih
tempat sehingga itu akan dapat menjadi pelajaran bagi kaum Muslim dalam kaidah
umum dari kaidah-kaidah peperangan yaitu sikap pemimpin pasukan untuk mengambil
suatu kebijakan yang penting yang berdasarkan pengalaman. Kemudian datanglah
Habab bin Mundzir kepada Rasulullah saw dan bertanya kepadanya, "apakah
tempat yang kita jadikan sebagai pusat pergerakan tentara kita merupakan
pilihan dari Allah SWT dan Rasul-Nya hingga kita tidak dapat mendahuluinya dan
mengakhirinya yakni kita tidak dapat memberikan pendapat kita ataukah itu hanya
masalah yang bersifat tehnik yakni itu terserah pada pendapat kita dan sesuai
kebijakan saat perang dan ia merupakan tipu daya semata?"
Rasulullah saw berkata: "Tetapi itu adalah
pendapat pribadi, peperangan, dan tipu daya." Habab berkata: "Ya
Rasulullah ini adalah tempat yang tidak tepat." Sahabat yang sarat
pengalaman ini memilih tempat di mana pasukan Madinah dapat minum darinya
sedangkan pasukan Mekah tidak dapat mengambil darinya. Kemudian berpindahlah
pasukan Muslim menuju tempat yang telah ditentukan oleh pengalaman militer.
Sampailah pasukan Mekah di mana jumlah mereka
mendekati seribu tentara dan mereka akan berhadapan dengan tiga ratus tujuh
belas pasukan Muslim. Pasukan Quraisy berada di tempat yang jauh dari lembah.
Pasukan kafir terdiri dalam perang Badar dari
pemuka-pemuka Quraisy dan pahlawan-pahlawan mereka, sedangkan pasukan Muslim
terdiri dari keluarga-keluarga, ipar-ipar dan keluarga dekat dari pasukan
kafir. Allah SWT telah menentukan agar seorang anak bertemu dengan ayahnya,
saudara bertemu dengan sesama saudara dan sesama ipar bertemu di medan
peperangan. Mereka semua dipisahkan dengan suatu prinsip di mana mereka
ditentukan oleh pedang. Akhirnya, peperangan Badar pun terjadi dan kaidah utama
adalah kaidah persaudaraan sesama Muslim. Dan ketika pasukan Muslim berpegang
teguh di atas dasar Islam, maka pasukan kafir mulai terpecah belah namun
keadaan tersebut mereka sembunyikan.
Lalu 'Utbah bin Rabi'ah berbicara di tengah-tengah
pasukan Mekah dan mengajak mereka untuk menarik kembali dari peperangan. 'Utbah
memberikan pernyataan sesuai dengan tuntutan akal sehat, "wahai
orang-orang Quraisy demi Allah, jika kalian harus memerangi Muhammad, maka
kalian akan menyesal karena kita berhadapan dengan saudara-saudara kita sendiri.
Boleh jadi kita akan membunuh anak paman kita, atau salah seorang dari kerabat
kita. Mengapa kalian tidak membiarkannya saja?"
Kalimat yang rasional tersebut cukup menggoncangkan
pasukan Mekah. Sebagian tentara merasa puas dengan pernyataan tersebut karena mereka
melihat bahwa tidak ada gunanya peperangan itu. Namun kebohohan justru
memadamkan kalimat yang rasional itu. Abu Jahal menuduh bahwa yang mengucapkan
kata-kata adalah orang yang penakut. Kemudian Abu Jahal lebih memilih
pendapatnya untuk menetapkan terus memerangi kaum Muslim.
Pemimpin pasukan kafir yaitu Abu Jahal mengetahui
bahwa Muhammad tidak pernah berbohong. Kitab-kitab sejarah menceritakan bahwa
Akhnas bin Syuraif menyendiri dalam perang Badar bersama Abu Jahal sebelum
terjadinya peperangan tersebut dan bertanya kepadanya, "wahai Abul Hakam,
tidakkah engkau melihat bahwa Muhammad pernah berbohong? Abul Hakam menjawab:
"Bagaimana mungkin ia berbohong atas Allah, sedangkan kami telah
menamainya al-Amin (orang yang dapat dipercaya)." Peperangan tersebut
bukan sebagai usaha untuk mendustakan Rasul saw tetapi itu hanya semata-mata
untuk menjaga kepentingan-kepentingan sesaat dan keadaan ekonomi. Demikianlah
orang-orang kafir mempertahankan nilai yang paling rendah yang ada di muka bumi
yang juga dipertahankan oleh binatang, sementara kaum Muslim justru
mempertahankan nilai yang paling tinggi di bumi dan di langit yang ikut serta
di dalamnya para malaikat.
Kemudian datanglah waktu malam menyelimuti dua kubu.
Tiga ratus tentara yang mukmin sudah bersiap-siap dan mendekati seribu tentara
musyrik. Orang-orang musyrik datang dengan menunggangi tunggangan mereka dan
tampak mereka memiliki persenjataan yang lengkap, sedangkan setiap orang Muslim
datang di atas satu kendaraan. Pakaian yang dipakai orang-orang musyrik tampak
masih baru dan pedang-pedang mereka tampak mengkilat serta baju besi yang
mereka gunakan sangat unggul dan kuat. Alhasil, mereka memiliki persiapan yang
sangat mengagumkan sedangkan pakaian yang dipakai orang-orang Muslim tampak
sudah usang dan pedang-pedang kuno pun mereka gunakan dan baju besi yang mereka
gunakan tampak tidak sempurna. Nabi melihat keadaan pasukannya lalu hati beliau
tampak sedih melihat pasukan tersebut. Beliau berdoa kepada Tuhannya: "Ya
Allah, Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang lapar, maka kenyangkanlah
mereka. Ya Allah, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tanpa alas kaki,
maka tolonglah mereka. Ya Allah, Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang
tidak berpakaian, maka berilah mereka pakaian."
Kemudian rasa kantuk menghinggapi mata kedua pasukan
lalu mereka beristirahat di tengah-tengah malam. Jatuhlah hujan kecil yang
membuat tempat itu basah sehingga kelembaban mengitari kaum Muslim. Hujan
tersebut membasuh tanah perjalanan dan menghilangkan debu-debu kepayahan serta
menyucikan hati dan membangkitkan kepercayaan atas kemenangan dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu
mengantuk sebagai suatu penenteram dari-Nya, dan Allah menurunkan hujan dari
langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu
gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya
telapak kaki(mu)." (QS. al-Anfal: 11)
Datanglah waktu pagi di Badar lalu kaum Quraisy mulai
menyerang, lalu Nabi memerintahkan pasukan Muslim untuk bertahan. Rasulullah
saw bersabda: "Jika musuh mengepung kalian, maka usirlah mereka dengan panah
dan janganlah kalian menyerang mereka sehingga kalian diperintahkan."
Demikianlah ketetapan militer yang sangat jitu yang
berarti hendaklah kaum Muslim membentengi mereka di tempat-tempat mereka agar
orang-orang musyrik mendapatkan kerugian dari serangan yang mereka lakukan.
Kita mengetahui dari ilmu militer saat ini bahwa seorang yang menyerang
memerlukan tiga atau tiga kali lipat dari jumlah yang biasa dilakukan sehingga
serangannya betul-betul efektif; kita mengetahui bahwa jumlah pasukan musyrik tiga
kali lipat dibandingkan dengan tentara Muslim. Kaum musyrik dilihat dari segi
jumlah sangat memadai untuk memenangkan peperangan, dan persenjataan mereka
lebih lengkap dari persenjataan kaum Muslim. Jumlah hewan yang mereka miliki
pun sama dengan jumlah mereka, sedangkan tiap tiga orang Muslim berperang di
atas satu tunggangan.
Keadaan saat itu sangat menguntungkan kaum musyrik.
Tanda-tanda kemenangan tampak menyertai bendera kaum musyrik, tetapi kemenangan
peperangan bukan karena kebesaran jumlah pasukan dan persenjataan yang lengkap.
Terkadang peperangan justru dimenangkan oleh unsur spiritual yang tidak
kelihatan. Spiritualitas tentara dan keimanannya tentang persoalan yang
dipertahankannya serta keinginannya untuk mendapatkan dua kebaikan: kemenangan atau
kematian dan hasratnya yang tinggi untuk meneguk madu syahadah, semua itu dapat
mengubah seorang tentara menjadi makhluk yang tidak terkalahkan. Boleh jadi ia
akan merasakan kematian tetapi jauh dari kekalahan. Demikianlah keadaan pasukan
Muslim.
Sementara itu debu-debu berterbangan di atas kepala
pasukan yang bertempur dan kaum Muslim mencurahkan tenaga yang keras dalam
peperangan itu. Ketika dua pasukan saling bertemu dan bertempur, Nabi saw
melihat mereka, lalu Nabi saw menyaksikan pasukannya terjepit. Pasukan yang
berjumlah sedikit dengan persenjataan yang tidak lengkap itu kini ditekan oleh
orang kafir. Dalam keadaan demikian, Nabi saw meminta pertolongan kepada
Tuhannya: 'Ya Allah, kirimkanlah bantuan dan pertolongan-Mu. Ya Allah,
wujudkanlah janji-Mu kepadaku. Ya Allah, jika kelompok ini dihancurkan, maka
Engkau tidak akan disembah setelahnya di muka bumi." Renungkanlah,
bagaimana kesedihan Nabi saat terjadi peperangan itu. Oleh karena itu, kita
dapat memahami mengapa Nabi saw meminta agar pasukannya dimenangkan.
Pemimpin pasukan tertinggi Muhammad bin Abdillah
keluar berperang di jalan Allah SWT dan saat ini kematian sedang mengitari kaum
Muslim, lalu apa yang dipikirkan oleh Nabi saw pada keadaan yang sulit
tersebut? Pemikiran Nabi saw melebihi hal yang sekarang dan menuju pada hal
yang akan datang, dan yang menjadi fokus Nabi adalah penyembahan Allah SWT di
muka bumi: "Ya Allah, jika kelompok ini dihancurkan, maka Engkau tidak
akan disembah setelahnya di muka bumi."
Nabi tidak terlalu mengkhawatirkan kehancuran kaum
Muslim karena Nabi justru mengkhawatirkan sesuatu yang lebih besar dari itu.
Yang beliau khawatirkan adalah penyembahan kepada Allah SWT akan berhenti di
muka bumi. Oleh karena itu, Nabi meminta tolong kepada Tuhannya dan mengingatkan
kembali kepada Tuhannya dan Allah SWT lebih tahu dari hal itu. Kemudian
turunlah bala tentara malaikat yang dipimpin oleh Jibril.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan
kepada Tuhanmu, lalu diperkenankankan-Nya bagimu: 'Sesungguhnya Aku akan
mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang
berturut-turut.' Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bantuan itu),
melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan
kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana." (QS. al-Anfal: 9-10)
Setelah itu Nabi saw menghampiri sahabat Abu Bakar dan
berkata: "Sampaikan berita gembira wahai Abu Bakar, sesungguhnya telah
datang kepadamu bantuan dari Allah SWT."
Turunnya para malaikat merupakan cara untuk meneguhkan
kaum Muslim dan berita gembira kepada mereka. Mukjizat itu bukan terletak pada
penyertaan para malaikat dalam peperangan, namun melalui nas-nas ditegaskan
bahwa peranan malaikat tidak lebih dari sekadar membawa berita gembira dan
memberikan dukungan moril serta memenuhi hati dengan ketenangan. Kami kira
bahwa Allah SWT ingin agar para malaikat menyaksikan manusia-manusia malaikat
yang mempertahankan akidah tauhid.
Demikianlah Allah SWT mewahyukan kepada malaikat bahwa
Dia bersama mereka. Oleh karena itu, hendaklah orang-orang yang beriman merasa
tenang dan kebenaran akan tertancap pada hati mereka sedangkan orang-orang
kafir pasti akan merasakan ketakutan.
Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada
para malaikat: 'Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian)
orang-orang yang telah beriman.' Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke
dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap
ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya
mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah dan
Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya. Itulah (hukum dunia
yang ditimpakan atasmu), maka rasakanlah hukuman itu. Sesungguhnya bagi
orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab neraka." (QS. al-Anfal: 12-14)
Lalu orang-orang kafir pun mengalami kekalahan.
Setelah peperangan itu, terbunuhlah tujuh puluh kafir dan tujuh puluh tawanan
dari mereka dan sebagian pasukan melarikan diri. Runtuhlah tokoh-tokoh
kebencian dan kelaliman di peperangan tersebut. Hancurlahlah Abu Jahal,
pemimpin pasukan, dan pahlawan-pahlawan Mekah kini terkapar.
Rasulullah saw berdiri di depan bangkai-bangkai orang-orang
kafir dan berkata: "Wahai Utbah bin Rabi'ah, wahai Syaibah bin Rabi'ah,
wahai Umayah bin Khalf, wahai Abu Jahal bin Hisam, apakah kalian menemukan apa
yang dijanjikan oleh tuhan kalian kepada kalian. Sungguh aku telah menemukan
apa yang dijanjikan Tuhanku." Orang-orang Muslim berkata: "Ya
Rasulullah, apakah engkau memanggil kaum yang sudah mati?" Rasulullah
berkata: "Kalian tidak mengetahui apa yang aku katakan kepada mereka,
tetapi mereka tidak mampu menjawab perkataanku." Rasulullah saw tinggal
tiga malam di Badar kemudian beliau kembali ke Madinah. Di depan beliau
terdapat tawanan-tawanan perang dan ganimah.
Kaum Muslim sangat menanggung beban berat dengan
banyaknya tawanan perang. Mula-mula Rasulullah saw bermusyawarah dengan sahabat
Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar berkata: "Ya Rasulullah, mereka adalah
keturunan dari saudara-saudara dan keluarga, dan aku melihat lebih baik engkau
mengambil fidyah (tebusan) dari mereka sehingga apa yang engkau ambil tersebut
merupakan kekuatan bagi kita terhadap orang-orang kafir, dan mudah-mudahan
Allah SWT memberi petunjuk kepada mereka sehingga mereka menjadi tulang
punggung kita."
Kemudian Rasulullah saw menoleh kepada Umar bin
Khattab sambil berkata, "bagaimana pendapatmu wahai Ibnul Khattab?"
Lelaki itu berkata: "Demi Allah, aku tidak sependapat dengan apa yang
dikatakan Abu Bakar tetapi aku berpendapat, seandainya aku mampu untuk bertemu
dengan salah seorang kerabatku, maka aku akan memukul lehernya, dan seandainya
Ali mampu bertemu dengan keluarganya, maka ia pun akan memukul lehernya begitu
Hamzah sehingga Allah SWT mengetahui bahwa tidak ada di hati kita kelembutan
kepada kaum musyrik."
Pasukan Madinah dan pasukan Mekah terdiri dari
keluarga-keluarga yang terikat hubungan kekerabatan, namun kehendak Allah SWT
menetapkan terjadinya peperangan sesama keluarga: antara anak dan orang tuanya.
Umar menginginkan agar keadaan demikian terus berlanjut sehingga orang-orang
musyrik mengetahui bahwa Islam tidak ingin berdamai. Kemudian Selesailah urusan
itu dan terjadi peperangan di jalan Allah SWT dan mengangkat senjata dan
berperang adalah suatu kewajiban yang tiada keraguan di dalamnya. Nabi saw
menoleh kepada kaum Muslim dan mendapati sebagian besar mereka cenderung kepada
pendapat Abu Bakar. Nabi saw mengikuti pendapat mayoritas saat itu. Pendapat
mayoritas salah dan hanya Umar yang benar.
Ini adalah peperangan pertama yang dilalui oleh Islam.
Hendaklah kaum Muslim harus meninggalkan dorongan kemanusiaan mereka, yakni
orang-orang kafir harus dibunuh agar musuh-musuh Allah SWT mengetahui bahwa
Islam telah memilih darah. Allah SWT telah mendukung Umar bin Khattab dalam
Al-Qur'an sehingga Nabi saw dan Abu Bakar menangis ketika keduanya menyadari
kesalahan mereka pada hari berikutnya, lalu Umar memergoki mereka dalam keadaan
menangis dan ia bertanya, "apa yang menyebabkan Rasulullah saw dan
temannya di gua menangis?" Kemudian Rasulullah saw membaca Al-Qur'an:
"Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan
sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta
benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang
telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena
tebusan yang hamu ambil." (QS. al-Anfal: 67-68)
Kedua ayat itu mengatakan bahwa ini bukan saatnya
melindungi para tawanan dan berusaha untuk menebus mereka. Waktu Demikian belum
saatnya. Nabi tidak berhak memiliki tawanan kecuali jika ia telah melakukan
banyak peperangan dan banyak berjihad dan telah banyak membunuh dan dakwahnya
telah mapan.
Kedua ayat tersebut menyingkap tujuan di balik
penebusan tawanan: "Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan
Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu)."
Demikianlah pemikiran yang mempertimbangkan
keadaan-keadaan aktual yang sulit. Itu adalah pemikiran yang bersifat taktik
sebagaimana yang kita ungkapkan dalam istilah modern dan bukan pemikiran yang
bersifat strategis. Kemudian para tawanan tersebut bukan tawanan biasa tetapi menurut
istilah modern mereka adalah penjahat-penjahat perang. Oleh karena itu, nyawa
mereka harus ditumpahkan saat mereka dapat ditangkap, meskipun mereka memiliki
kekayaan yang banyak atau kedudukan yang tinggi. Islam tidak mengakui kekayaan
atau kedudukan, yang diakuinya adalah keimanan, sedangkan
pertimbangan-pertimbangan duniawi lainnya tidak dihiraukan oleh Islam.
Nas Al-Qur'an memperingatkan orang-orang yang menang
bahwa kesalahan mereka bisa berakibat pada datangnya siksaan yang bakal mereka
terima tetapi Allah SWT mengampuni mereka dan menurunkan rahmat-Nya: "Kalau
sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu
ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil."
Siksaan tersebut memang lebih dekat daripada pohon yang
dekat ini, kemudian Allah SWT mengampuni mereka dan Allah SWT mengampuni
sahabat-sahabat yang terjun di perang Badar, baik dosa yang lalu maupun dosa
mereka yang akan datang. Demikianlah Al-Qur'an ingin mendidik kaum Muslim agar
mereka tidak banyak mempertimbangkan urusan manusiawi saat berperang. Jadi,
Islam memulai peperangannya yaitu peperangan yang hanya ditujukan kepada Allah
SWT dan hendaklah peperangan tersebut dihilangkan dari
pertimbangan-pertimbangan yang sulit sehingga sahabat-sahabat Nabi mengetahui
bahwa kecenderungan kepada kesenangan duniawi akan berakibat pada kekalahan
mereka.
Dalam peperangan Uhud jumlah kaum musyrik tiga ribu
sedangkan jumlah kaum Muslim tiga ratus pasukan setelah pemimpin orang-orang
munafik Abdullah bin Saba' mengundurkan diri pasukan. Kaum Muslim diletakkan di
gunung dan Rasulullah saw membuat rencana yang jitu untuk memenangkan
pertempuran di mana beliau membagi pasukan pemanah di puncak gunung untuk
melindungi punggung kaum Muslim dan melinduingi mereka dari serangan dari arah
belakang. Rasulullah saw memberi pengertian kepada pasukan panah itu agar
mereka tetap di tempatnya baik kaum Muslim menang maupun kalah. Yakni bahwa
pasukan pemanah tidak boleh turun dari gunung dan meski berusaha untuk
melindungi kaum Muslim. Rasulullah saw berkata kepada mereka. "lindungilah
punggung-punggung kami. Jika kalian melihat kami sedang bertempur, maka kalian
tidak usah turun darinya dan tidak usah menolong kami, dan jika kalian melihat
kami memperoleh kemenangan dan mengambil ganimah, maka kalian tidak boleh ikut
serta bersama kami."
Setelah membuat keputusan tersebut, Rasulullah saw
kembali ke pasukan yang lain, lalu beliau membikin suatu rencana untuk
menyerang. Dan Dimulailah peperangan kemudian pasukan Islam mendorong pasukan musyrik
laksana angin yang kencang yang memporak-porandakan ribuan kaum musyrik. Pada
tahapan pertama pasukan Islam tampak menguasai medan dan berhasil menyapu kaum
musyrik sehingga pasukan Mekah tampak berputus asa meskipun mereka unggul
secara bilangan dan meskipun mereka memiliki kuatan persenjataan yang lengkap,
pasukan Mekah justru dikagetkan dengan ketangguhan pasukan Muslim yang dapat
memukul mundur mereka hingga mereka membayangkan balwa mereka tidak dapat
memenangkan peperangan atau dapat bertahan di hadapan pasukan Muslim.
Debu-debu peperangan mulai berterbangan yang menyertai
tanda-tanda kekalahan pasukan Mekah. Sementara itu, para pemanah yang
diletakkan Rasulullah saw di suatu tempat yang strategis berpikir untuk
memperoleh ganimah. Pasukan Mekah telah kalah dan mereka telah melarikan diri
dari pasukan Muslim, maka bagaimana seandainya para pemanah turun dari tempat
mereka untuk mengumpulkan harta rampasan dan ganimah. Rasulullah saw telah
mengingatkan mereka agar jangan meninggalkan tempat mereka, apa pun yang
terjadi tetapi pasukan pemanah itu justru berkhianat dan menentang perintah
Nabi saw setelah mereka membayangkan bahwa peperangan telah selesai dan
keuntungan akan diperoleh pasukan Madinah yang beriman.
Pasukan pemanah mengira bahwa Allah SWT akan menutupi
kesalahan mereka dan akan melindungi mereka sehingga mereka berhasil mengambil
harta rampasan dan ganimah. Sungguh keikhlasan telah tercabut dari hati
sebagian pasukan. Belum lama hal tersebut berlangsung sehingga terjadilah
perubahan yang drastis pada peperangan. Pemimpin pasukan berkuda musyirik dalam
peperangan Uhud yaitu Khalid bin Walid yang kemudian ia menjadi tokoh Muslim
adalah orang yang sangat jenius dalam peperangan. Begitu ia melihat pasukan
pemanah lari dari tempat mereka, maka ia melihat celah yang terbuka di
tengah-tengah kaum Muslim, sehingga ia segera memutarkan kudanya dan disertai
pasukan yang mengikutinya. Kemudian ia menyerang kaum Muslim dari belakang.
Serangan yang dilakukan Khalid itu sangat cepat dan sangat mengejutkan.
Orang-orang musyrik mengambil kesempatan emas. Mereka yang tadinya lari, kini
mereka menarik diri dan justru menyerang kembali.
Pasukan Muslim dikepung dari dua arah oleh pasukan
berkuda: satu dari belakang dan yang lain dari depan. Kemudian berjatuhanlah
korban-korban dari pasukan Muhammad bin Abdillah. Banyak di antara mereka yang
mati sebagai syahid saat mempertahankan dan melindungi Rasulullah saw, bahkan
sang Nabi pun hidungnya terluka dan giginya pun runtuh dan kepala beliau yang
mulia terluka sehingga beliau mengucurkan darah.
Kemudian tersebarlah isu bahwa Muhammad saw telah
meninggal. Ketika mendengar itu, kaum Muslim sangat terpukul dan sangat sedih
sehingga kaum Muslim pun terpecah-pecah. Sebagian mereka kembali ke Mekah dan
sekelompok yang lain ke atas gunung dan mereka tetap menjaga Nabi saw yang
mulia. Ketika mendengar kematian Nabi, Anas bin Nadhir berkata kepada kaumnya:
"Bangkitlah kalian dan matilah seperti kematiannya. Apa yang kalian
lakukan setelah kalian hidup sesudahnya."
Pasukan Muslim tetap bertahan dan melakukan
peperangan, lalu tekanan kaum musyrik semakin berat kepada Nabi saw dan para
sahabatnya. Kemudian terjadilah kejadian yang paling sulit dalam sejarah umat
Islam. Nabi saw berteriak saat melihat kaum musyrik menekannya dan berusaha
membunuhnya: "Barangsiapa yang dapat mengusir mereka dariku, maka baginya
surga."
Mendengar perkataan itu, kaum Muslim segera mengitari
Nabi saw dan melindungi beliau sehingga banyak dari mereka berguguran sebagai
syahid. Bahkan sahabat-sahabat Abu Juanah melindungi Nabi saw sampai-sampai
punggungnya dipenuhi dengan anak-anak panah. Ia bagaikan baju besi yang dipakai
kepada Nabi saw dan ia tetap kokoh melindungi sang Nabi saw. Kemudian
berubahlah keadaan karena keteguhan dan keberanian yang diperlihatkan oleh kaum
Muslim. Pasukan Mekah merasa puas dan mereka memilih untuk menarik diri. Saat
itu orang-orang Quraisy tidak lebih sedikit penderitaannya daripada orang-orang
Muslim.
Setelah peperangan yang dahsyat itu, kaum musyrik
menarik diri setelah mereka berhasil membunuh beberapa orang Muslim, bahkan
mereka berhasil melukai pemimpin pasukan yaitu sang Nabi saw. Semua itu terjadi
karena satu kesalahan yaitu kesalahan terletak pada penentangan dan
pembangkangan para pemanah terhadap perintah sang Rasul saw dan usaha mereka
untuk meninggalkan tempat mereka.
Ketika sebagian kelompok dari sahabat kehilangan
pengorbanan dan kehilangan sikap ikhlas dalam hati mereka, maka kesalahan
tersebut harus dibayar oleh tentara yang paling berani dan mulia di antara mereka
yaitu sang Nabi saw. Langit tidak ikut campur untuk menyelamatkan pasukan Islam
itu. Kesalahan kaum Muslim itu harus dibayar oleh Rasul saw di mana wajah
beliau pun terluka bahkan keluar darah yang cukup deras dari luka beliau
sehingga setiap kali dituangkan air di atas luka itu, maka darah pun semakin
deras mengucur. Darah itu tidak berhenti kecuali setelah dibakarkan potongan
tembikar lalu dilekatkan di atasnya.
Luka beliau bukan hanya bersifat materi tetapi luka
spiritual beliau dan ruhani beliau pun semakin bertambah. Ini beliau rasakan
ketika mendengar bahwa pamannya Hamzah gugur sebagai syahid dan tidak cukup
dengan itu, bahkan istri Abu Sofyan yaitu Hindun membelah perutnya dan
mengeluarkan jantungnya serta mengunyahnya dengan mulutnya. Semua itu semakin
menambah kesedihan sang Nabi.
Kaum Quraisy menguasi pasukan Muslim dan mereka
memberlakukan dan menekan kaum Muslim secara aniaya. Seandainya bukan karena
rahmat Allah SWT niscaya kaum Muslim akan mengalami kekalahan yang telak.
Kemudian turunlah dalam Al-Qur'an al-Karim ayat-ayat yang mendidik kaum Muslim
agar mereka benar-benar ikhlas dan memahamkan mereka bahwa kekalahan mereka
sebagai akibat dari adanya pasukan di antara mereka yang menginginkan dunia
meskipun di antara mereka ada sebagian yang menginginkan akhirat. Jika terjadi
demikian, maka tidak adajalan untuk memperoleh kemenangan. Ini bukanlah hal
yang diinginkan oleh pasukan Muslim, yang diharapkan adalah hendaklah semua
pasukan tertuju untuk mencapai ridha Allah SWT dan hanya mengharapkan akhirat.
Jika demikian halnya, maka Allah SWT akan memberi mereka dunia dan akhirat.
Allah SWT berfirman dan menceritakan peperangan Uhud
dalam surah Ali 'Imran:
"Di antaramu ada orang yang menghendahi dunia dan
di antara kamu ada orangyang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan
kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan
kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang
beriman." (QS. Ali
'Imran:: 152)
Allah SWT memaafkan hal itu. Orang-orang Muslim kini
menghitung jumlah korban mereka dan mengobati orang-orang yang terluka.
Rasulullah saw bertanya tentang pamannya Hamzah, dan ketika beliau mendapatinya
di tengah-tengah sahabat yang gugur, dan orang-orang kafir telah merusak
jasadnya, maka beliau berkata dalam keadaan menangis: "Tidak akan ada
orang yang akan tertimpa sepertimu selama-lamanya."
Kemudian Nabi saw berdiri dan memuji Allah SWT lalu
beliau memerintahkan untuk mengembalikan orang-orang yang terbunuh dari kaum
Muslim ke tempat asal mereka di mana mereka terbunuh. Saat itu keluarga mereka
telah membawanya ke kuburan kemudian Nabi saw mengumpulkan kedua orang
laki-laki dari pahlawan-pahlawan Uhud dalam satu pakaian dan beliau bertanya
siapa di antara keduanya yang paling banyak mengambil manfaat dari Al-Qur'an.
Jika diisyaratkan kepada salah satunya, maka beliau akan mendahulukannya untuk
dimasukan dalam liang lahad.
Rasulullah saw juga memerintahkan agar mereka
dikebumikan dengan darah mereka dan beliau pun tidak mensalati mereka, serta
tidak memandikan mereka. Allah SWT ingin memperlihatkan bagaimana mereka
dibangkitkan pada hari kiamat lalu beliau bersabda: "Tiada seorang pun
yang terluka di jalan Allah SWT kecuali Allah SWT membangkitkannya di hari
kiamat dalam keadaan di mana Iukanya akan mengucur darah. Warna itu adalah
warna darah dan baunya seperti minyak misik."
Bukanlah penderitaan yang dalam yang merupakan
pelajaran yang harus dimengerti kaum Muslim dari peperangan Uhud sebagai akibat
dari pembangkangan mereka dari perintah Rasul saw dan ketidaktaatan mereka
kepadanya, tetapi wahyu juga menurunkan berbagai pelajaran yang lain yang dapat
dimanfaatkan. Pelajaran yang terpenting setelah pelajaran kesetiaan adalah
penjelasan tentang central utama yang di situ kaum Muslim berkumpul. Pribadi
Rasulullah saw bukanlah markas yang di situ kaum Muslim berkumpul yang ketika
pribadi Rasulullah saw yang mulia pergi karena satu dan lain hal, maka
orang-orang Muslim akan pergi dan meninggalkan beliau. Tidak seharusnya pribadi
Rasul saw menjadi markas atau central tetapi yang menjadi central dari semuanya
adalah pemikiran beliau. Itulah yang paling penting.
Demikianlah bahwa Al-Qur'an al-Karim mencela
orang-orang yang meletakkan senjatanya ketika tersebar isu terbunuhnya Nabi
saw. Islam tidak akan mencapai puncaknya ketika kaum Muslim berkumpul di sisi
Rasulullah saw saat beliau masih hidup namun ketika beliau terbunuh atau mati,
maka mereka murtad di mana mereka membuang senjatanya dan pergi mengurusi diri
mereka sendiri. Orang-orang Islam adalah orang-orang yang mengikuti prinsip
bukan mengikuti pribadi. Muhammad bin Abdillah memang seorang pemimpin manusia
dan Imam para rasul dan penutup para nabi, dan sebagai makhluk Allah SWT yang
paling mulia, namun ini semua tidak membenarkan bahwa seorang Muslim
diperbolehkan untuk meletakkan senjatanya ketika Rasul saw wahfat atau
terbunuh. Hendaklah seorang Muslim memanggul senjatanya dan tidak membuang dari
tangannya kecuali dalam dua keadaan: pertama ketika ia telah memperoleh
kemenangan dan kedua ketika ia telah mati.
Nas Al-Qur'an menjelaskan secara gamblang hubungan
kaum Muslim dengan akidah Islam, bukan dengan pribadi sang Rasul saw. Allah SWT
berfirman:
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul,
sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakahjika dia wafat
atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (tnurtad)? Barangsiapa yang berbalik ke
belakang, maha ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun;
dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orangyang bersyukur." (QS. Ali 'Imran: 144)
Demikianlah bahwa peperangan Uhud telah membawa dampak
yang luar biasa terhadap kaum Muslim, utamanya terhadap Nabi saw. Orang-orang
yang terbunuh di perang Uhud adalah sahabat-sahabat yang paling mulia dan
paling banyak imannya. Mereka adalah pilihan dari orang-orang Muslim yang
pertama; mereka memikul beban dakwah di saat-saat yang sulit bahkan mereka
harus berhadapan dan memusuhi kerabat mereka dan teman-teman mereka; mereka
menjadi terasing saat menyatakan keislaman mereka sebelum hijrah dan
sesudahnya; mereka telah menginfakkan harta; mereka berjuang di jalan Allah
SWT; mereka telah bersabar dalam menanggung berbagai macam penderitaan, dan
ketika datang saat yang paling berbahaya dan pasukan Islam telah terkepung di
mana jiwa Rasul saw telah terancam, mereka justru mencurahkan darah mereka
bagaikan lautan yang menenggelamkan orang-orang kafir dan mereka mampu
melindungi sang Rasul saw dan mengubah jalan peperangan serta menyelamatkan
akidah tauhid.
Peperangan Uhud bukanlah pengorbanan pertama yang
dilakukan oleh kaum Muslim dan bukanlah merupakan peperangan yang terakhir. Ia
adalah satu peperangan di antara cukup banyak peperangan yang dilalui oleh
Islam untuk menyebarkan kalimat Allah SWT di muka bumi dan membimbing
hamba-hamba-Nya. Begitu juga pengorbanan Rasul saw, dan peperangan Uhud
bukanlah pengorbanan yang pertama terhadap Islam dan bukan juga yang terakhir.
Rasulullah saw telah hidup setelah diutusnya kepada manusia di mana beliau
telah memberikan semuanya untuk kehidupan dan untuk dakwah; beliau tidak
memiliki dirinya sendiri; beliau tidak memboroskan waktunya dengan sia-sia
bahkan beliau beristirahat sedikit saja. Semua kehidupan beliau diberikan
kepada dakwah dan untuk Islam. Beliau menjalani berbagai macam peperangan dan
beliau memikul berbagai macam penderitaan dan belum lama beliau lari dari suatu
problem kecuali beliau berhadapan dengan problem yang baru dan lain; belum lama
beliau menyelesaikan suatu krisis kecuali beliau menghadapi krisis yang lain.
Demikianlah kehidupan sang Nabi saw di mana beliau selalu memberikan kontribusi
dan sumbangannya demi kepentingan agama Allah SWT.
Silakan Anda mengamati kehidupan sang Rasul saw dari
sudut manapun yang Anda inginkan niscaya Anda tidak akan menemukan sudut dari
sudut-suduut kehidupan beliau kecuali dimulai dan dipenuhi dengan pergulatan
yang hebat.
Rasulullah saw telah melalui pergulatan militer dalam
berbagai macam pertempuran yang silih berganti yang beliau lakukan. Beliau
memulai pergulatan politiknya yang terwujud dalam perundingan-perundingan dan
surat-surat yang beliau kirimkan kepada penguasa dan para raja di berbagai
negara agar mereka memeluk Islam, bahkan beliau melakukan pergulatannya dalam
masalah pribadi di rumah tangga. Rumah tangga beliau pun tidak kosong dari pergulatan.
Beliau adalah pejuang sejati dalam setiap waktu. Kalau kita mengenal Nabi
Ibrahim sebagai seorang musafir di jalan Allah SWT, maka Muhammad bin Abdillah
adalah seorang pejuang di jalan Allah SWT. Belum lama peperangan Uhud berakhir
sehingga pengaruh-pengaruh buruknya berbekas pada kaum Muslim. Orang-orang Arab
Badui mulai berani bersikap kurang ajar kepada mereka, demikianjuga orang-orang
Yahudi, apalagi orang-orang munafik dan tidak ketinggalan orang-orang Quraisy
pun mulai menyudutkan kaum Muslim.
Kemudian datanglah utusan dari kabilah Arab kepada
Rasul saw dan mereka mengatakan kepada beliau bahwa mereka mendengar tentang
Islam dan mereka ingin memeluknya, maka hendaklah beliau mengutus kepada mereka
beberapa dai dan mubalig untuk mengajari mereka tentang dasar-dasar agama. Nabi
saw mengutus bersama mereka sekelompok para dai yang dipimpin oleh 'Ashim bin
Tsabit. Temyata orang-orang itu berkhianat atas para sahabat-sahabat yang
berdakwah itu dan mereka pun dibunuh. Bahkan tiga di antara mereka ditawan dan
dijual di Mekah. Dijualnya mereka di Mekah berarti mereka diserahkan pada
kelompok orang-orang Quraisy yang telah lama menunggu untuk menangkap kaum
Muslim. Kaum Quraisy Mekah membunuh tiga tawanan kaum Muslim itu. Orang-orang
Muslim sangat sedih mendengar dai-dai Allah SWT itu terbunuh dengan cara yang
begitu tragis.
Ketika datang kepada Nabi saw orang-orang yang minta
pada beliau agar dikirim utusan dari kalangan mubaligh untuk menyebarkan Islam
untuk para kabilah kaum Najd, maka Nabi kali ini betul-betul mempertimbangkan
antara kepentingan menyebarkan Islam dan perlindungan terhadap kehormatan
manusia. Lalu beliau memilih untuk kepentingan dakwah Islam. Beliau menyadari
bahwa beliau mengutus para sahabatnya dalam bahaya; beliau memberitahu mereka bahwa
mereka akan menghadapi suatu keadaan yang misterius yang tiada mengetahuinya
kecuali Allah SWT. Namun bahaya tersebut sudah menjadi bagian dari cita rasa
kehidupan yang selalu meliputi dakwah Islam.
Ketika Nabi saw mengutarakan kekhawatirannya terhadap
para sahabatnya yang bakal diutusnya di tengah kabilah itu, orang-orang yang
meminta beliau untuk mengutus para sahabatnya menyakinkan beliau bahwa mereka
akan melindungi sahabat beliau. Kemudian Nabi saw memerintahkan tujuh puluh
orang pilihan dari sahabatnya untuk pergi dan berjihad di jalan Allah SWT serta
mengajak manusia untuk mengikuti Islam. Lalu pergilah para sahabat yang
kemudian dikenal dengan sebutan al-Qurra' (yaitu orang-orang yang pandai
membaca Al-Qur'an dan menghapalnya). Mereka adalah para dai yang terbaik yang
diutus Nabi di mana pada siang hari mereka memikul kayu bakar dan pada malam
hari mereka sibuk dalam keadaan salat. Ketika datang perintah Rasulullah saw
kepada mereka untuk pergi dan berdakwah mereka pun pergi dalam keadaan gembira karena
mereka diajak untuk berjihad di jalan Allah SWT. Mereka melangkahkan kaki
dengan mantap di tanah orang-orang munafik dan para penghianat sehingga mereka
sampai di suatu sumur yang bemama sumur Ma'unah. Kemudian mereka mengutus salah
seorang di antara mereka untuk menemui pemimpin orang-orang kafir di negeri
itu. Mubalig dari sahabat Rasulullah saw itu menyampaikan surat Nabi yang
dibawanya di mana beliau mengharapkan agar masyarakat di situ masuk Islam,
tetapi ia dikagetkan dengan adanya pisau yang menembus punggungnya. Mubaligh
itu berteriak saat ia tersungkur: "sungguh aku beruntung demi Tuhan
pemelihara Ka'bah."
Kemudian pemimpin orang-orang kafir itu mengangkat
senjata dan mengumpulkan para kabilah untuk memerangi para mubaligh di jalan
Allah SWT itu sehingga sahabat-sahabat terbaik yang berdakwah di jalan Allah
SWT itu pun gugur di sumur Ma'unah. Jasad-jasad mereka menjadi makanan dari
burung nasar dan burung-burung yang lain. Dari tujuh puluh orang yang dikirim
itu hanya seorang yang selamat yang kembali kepada Nabi saw. Ia menceritakan
apa yang dialami oleh fuqaha-fuqaha Muslimin di mana mereka dikhianati. Ketika
mendengar berita tentang tragedi itu, Nabi sangat terpukul dan sedih. Kemudian
beliau mengangkat kepalanya dan berkata kepada sahabat-sahabatnya:
"Sungguh sahabat-sahabat kalian telah terbunuh dan mereka telah meminta
kepada Tuhan mereka. Mereka mengatakan, Tuhan kami, berikanlah kami ujian
sesuai dengan kehendak-Mu dan ridha-Mu. Apa saja yang menjadi kepuasan-Mu kami
pun akan merasakan kepuasan."
Sungguh penderitaan yang dialami oleh Islam sangat
berat, terutama yang menimpa para sahabat yang gugur sebagai syahid di sumur
Ma'unah. Nabi saw sangat sedih mendengar sikap orang-orang Arab dan orang-orang
kafir terhadap Islam. Mereka telah mengejek dan merendahkan kaum mukmin sampai
pada batas ini. Kemudian beliau menetapkan akan kembali mengangkat kewibawaan
Islam dengan tindak kekerasan.
Dalam keadaan seperti ini, bergeraklah orang-orang
Yahudi untuk membunuh Rasulullah saw. Pada suatu hari beliau pergi ke Bani
Nadhir untuk menyelesaikan suatu urusan. Kemudian mula-mula mereka menampakkan
persetujuan atas apa yang diucapkan beliau. Mereka mendudukkan Nabi di bawah
naungan benteng-benteng mereka, lalu mereka bersekongkol untuk melenyapkan beliau;
mereka menetapkan untuk melemparkan batu yang berat dari atas benteng itu saat
beliau duduk dan tidak membayangkan akan terjadinya kejahatan yang direncanakan
padanya. Namun Allah SWT mengilhami Rasul-Nya akan datangnya bahaya kepada
beliau, lalu beliau bangun sebelum pelaksanaan tipu daya itu. Lalu beliau
segera pergi menuju rumahnya. Beliau berpikir saat beliau kembali ke rumahnya
dengan membawa penderitaan yang baru. Pembangkangan dan pengkhianatan tersebut
tidak akan dapat berhenti kecuali setelah Islam menunjukkan taringnya. Islam
ingin mengembalikan kewibawaannya dengan cara mengangkat senjata.
Rasul saw mengutus utusan ke Bani Nadhir dan
memerintahkan mereka untuk keluar dari Madinah, bahkan Rasul saw memberi waktu
kepada mereka hanya sepuluh hari. Kemudian orang-orang munafik yang ada di
Madinah bersatu bersama orang-orang Yahudi dan mereka sepakat untuk memerangi
Islam. Namun ketika berhadapan dengan Islam, orang-orang Yahudi menelan
kekalahan. Kemudian turunlah surah al-Hasyr yang menyebutkan pengusiran
orang-orang Yahudi dan menyingkap kedok orang-orang munafik. Setelah kemenangan
yang meyakinkan ini, Rasul saw keluar bersama sahabatnya untuk membalas
kejadian yang menimpa sahabat-sahabatnya yang dikenal dengan al-Qurra' itu.
Rasul saw ingin mengembalikan kewibawaan Islam. Kemudian pasukan Rasul saw itu
mampu membuat para pengkhianat dari orang-orang Arab ketakutan. Hanya sekadar
mendengar nama pasukan Muslim, maka serigala-serigala gurun yang dulu bengis
itu pun ketakutan laksana tikus-tikus yang panik yang bersembunyi di bawah
lobang-lobang gunung. Orang-orang Quraisy mendengar kegiatan pasukan Islam.
Pasukan Quraisy menarik diri saat mereka mendekati Dahran, sementara pasukan
Muslim berada di Badar. Mereka menunggu pertemuan yang disepakati di Uhud.
Orang-orang Muslim menyala-kan api selama delapan hari sebagai bentuk tantangan
dan menunggu kedatangan kaum kafir sehingga ketika mereka (kaum kafir) telah
pergi, maka citra kaum Muslim pun terangkat setelah mereka menerima kepahitan
dalam peperangan Uhud.
Kaum Muslim menoleh ke arah utara jazirah Arab setelah
menetapkan kewibawaan mereka di selatan. Kabilah di sekitar Daumatul Jandal
dekat dengan Syam merampok di tengah jalan dan merampas kafilah yang berlalu di
situ, bahkan kenekatan mereka sampai pada batas di mana mereka berpikir untuk
menyerbu Madinah. Oleh karena itu, Rasulullah saw keluar bersama seribu orang
Muslim yang mereka bersembunyi di waktu siang dan berjalan di waktu malam,
sehingga setelah lima belas malam beliau sampai ke tempat yang dekat dengan
tempat tinggal musuh-musuh mereka lalu mereka menggerebek tempat itu. Pasukan
kafir itu dikagetkan dengan kedatangan kaum Muslim yang begitu cepat.
Kita akan mengetahui bahwa alat komunikasi yang
dimiliki oleh Rasulullah saw sangat unggul sebagaimana alat pertahanan beliau
pun sangat unggul. Serangan mendadak yang dilakukan oleh pasukan Rasulullah saw
menunjukkan bahwa mereka memiliki pertahanan yang luar biasa. Sistem pertahanan
yang luar biasa sebagaimana kedatangan pasukan yang secara tiba-tiba itu
menunjukkan kemampuan pasukan Islam untuk menyusup.
Demikianlah, terjadilah hari-hari pertempuran militer.
Belum lama Nabi saw meletakkan baju besinya, dan beliau kembali membangun
pribadi kaum Muslim sehingga beliau terpaksa kembali memakai baju besinya dan
kembali berperang. Ketika musuh-musuh Islam yang berada di sekelilingnya
melihat bahwa kemampuan militer mereka tidak dapat menandingi kemampuan kaum
Muslim, maka mereka sengaja melakukan cara-cara baru untuk memerangi Islam.
Yaitu peperangan psikologis atau peperangan urat syaraf dengan cara menyebarkan
berbagai macam isu atau apa yang dinamakan Al-Qur'an al-Karim dengan peristiwa al-Ifik
(kebohongan). Setelah peperangan Bani Musthaliq yaitu peperangan yang
membawa kemenangan yang cepat bagi kaum Muslim, terjadilah kesalahpahaman dan
pertengkaran di antara sahabat-sahabat yang biasa mengambil air di mana salah
seorang mereka berteriak: "wahai kaum Muhajirin," dan yang lain
berteriak: "Wahai kaum Anshar."
Peristiwa yang sangat sepele itu dimanfaatkan oleh
pemimpin kaum munafik yaitu Abdullah bin Ubai. Abdullah bin Ubai memprovokasi
orang-orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ia ingin membangkitkan
luka-luka jahiliah yang lama yang telah dibuang dan telah dikubur oleh Islam,
Salah satu yang dikatakan oleh Ibnu Ubai adalah, "sungguh mereka telah
menyaingi kita dan mengambil kebaikan dari dan seandainya kita telah kembali ke
Madinah niscaya orang-orang yang mulai akan dapat mengusir orang-orang yang
hina di dalamnya."
Zaid bin Arqam menyampaikan kalimat si munafik itu
kepada Nabi saw, di mana kalimat itu berisi provokasi terhadap orang-orang
Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ubai menginginkan agar mereka berpecah
belah dan agar kesatuan mereka runtuh. Si Munafik itu segera datang kepada Rasul
saw dan menafikan apa yang dikatakannya. Orang-orang Muslim secara lahiriah
membenarkan perkataan si munafik itu dan mereka justru menuduh Zaid bin Arqam
salah mendengar. Tetapi hakikat peristiwa itu tidak tersembunyi dari Nabi saw
sehingga peristiwa itu sangat menyedihkan beliau. Lalu beliau mengeluarkan
perintah agar para sahabat pergi ke suatu tempat yang tidak biasanya mereka
lalui. Kemudian beliau pergi bersama sahabat di hari itu sampai waktu malam
menyelimuti mereka. Dan kini, mereka memasuki waktu pagi. Kepergian yang
singkat dan tiba-tiba itu mampu menepis kebohongan yang dirancang oleh si
Munafik, Abdullah bin Ubai. Yaitu kebohongan yang bertujuan untuk membakar
persatuan kaum Muslim ketika ia berusaha untuk menyalakan api di tengah-tengah
rumah sang Nabi saw.
Ketika Nabi masih memiliki kekuatan yang menakutkan
bagi yang mencoba melawannya, maka mereka pun melakukan berbagai penipuan dan,
makar. Dan salah satu yang menjadi obyek tipu daya itu adalah istri beliau,
yaitu Aisyah. Alkisah, Aisyah pada suatu hari pergi untuk memenuhi hajatnya
lalu dilehernya terdapat anting-anting. Setelah ia memenuhi hajatnya,
anting-anting itu terjatuh dari lehernya dan ia tidak mengetahui. Ketika Aisyah
kembali dari kafilah yang telah siap-siap untuk pergi, ia kembali mencari
kalungnya sampai ia menemukannya. Sementara itu orang-orang yang membawanya
dalam tandu (haudaj) mengira Aisyah sudah berada di dalamnya. Mereka tidak ragu
dalam hal itu karena memang berat badan Aisyah sangat ringan.
Pasukan Nabi berjalan dan membawa tandu, sedangkan
Aisyah tidak ada di dalamnya. Aisyah kembali dan tidak mendapati pasukan di
mana mereka telah pergi. Aisyah merasa heran atas kepergian pasukan yang begitu
cepat. Aisyah merasa takut saat ia berdiri sendirian di padang gurun. Aisyah berusaha
bersikap baik, ia duduk di tempatnya di mana di situlah untanya duduk juga.
Aisyah melipat-lipat pakaiannya sambil berkata dalam dirinya: Mereka akan
mengetahui bahwa aku tidak ada dan karena itu mereka akan kembali mencariku dan
akan menemukan aku.
Sementara itu, Sofwan bin Mu'athal juga tertinggal
karena ia melakukan keperluannya. Ia berjalan dari arah yang jauh lalu ia
melihat bayangan orang yang tidak begitu jelas. Sofwan mendekat dan tiba-tiba
ia mengetahui bahwa ia sedang berdiri di hadapan Aisyah. Ia melihat Aisyah
sebelum diwajibkannya perintah memakai hijab (jilbab) atas istri-istri Nabi.
Ketika melihatnya, Sofwan berkata: "Sesungguhnya kita milik Allah SWT dan
kepadanya kita akan kembali,... istri Rasulullah Aisyah tidak menjawab.
Sofwan mundur dan mendekatkan untanya kepadanya sambil
berkata: "Silakan Anda menaikinya." Aisyah pun menaikinya. Kemudian
Sofwan membawanya pergi dan mencari pasukan yang telah meninggalkannya.
Sementara itu, pasukan Nabi sedang beristirahat. Para sahabat mengira bahwa
Aisyah masih berada dalam tandu. Tiba-tiba mereka terkejut ketika Aisyah datang
kepada mereka bersama Sofwan yang menuntun untanya.
Tokoh munafik Abdullah bin Ubai segera memanfaatkan
kesempatan emas ini. Ia membuat kisah bohong yang terkesan menuduh istri Nabi
melakukan pengkhianatan. Abdullah bin Ubai pandai memilih beberapa sahabat yang
dikenalinya sebagai orang-orang yang mudah percaya dan cenderung membenarkan
hal-hal yang bersifat lahiriah, atau ia mengetahui bahwa di antara mereka dan Aisyah
terdapat kedengkian sehingga mereka suka jika tersebar kebohongan yang
berkenaan dengan Aisyah.
Demikianlah pemimpin munafik itu berhasil menjerat
beberapa sahabat dalam tali kebohongannya, di antaranya Hasan bin Sabit.
Musthah, dan seorang wanita yang dipanggil Hamnah binti Jahasv. yaitu saudara
perempuan Zainab binti Jahasy istri Rasulullah saw. Ketiga orang itu tertipu
dengan kebohongan tersebut lalu mereka menyebarkannya sehingga orang-orang yang
terjerat dalam kebo hongan itu mengatakan apa saja yang mereka inginkan.
Akhirnya. pasukan pun berguncang dengan isu itu. Sementara itu, Aisvah tidak
mengetahui sedikit pun tentang hal tersebut. Isu tersebut bertujuan untuk
menjatuhkan Islam dan melukai perasaan RasuhiHah saw dan itu termasuk
peperangan menentang Rasulullah saw dan ajaran yang dibawanya. Begitu juga ia
bertujuan menunjukkan bahwa kaum Muslim tidak konsekuen dengan akidah yang
mereka yakini dan secara tidak langsung ia juga menyerang kesucian rumah tangga
Aisyah.
Pasukan kembali ke Mekah dan Aisyah jatuh sakit, namun
ia tidak mengetahui isu-isu yang dikatakan tentang dirinya. Kemudian Rasulullah
saw mendengar hal itu sebagaimana ayahnya Abu Bakar dan ibunya pun
mendengarnya, namun tak seorang pun di antara. mereka yang memberitahu Aisyah.
Begitu juga Rasul saw tidak menceritakan peristiwa itu di hadapan Aisyah. Namun
sikap beliau berubah di mana beliau tidak lagi menunjukkan perhatiannya seperti
biasanya saat Aisyah sakit. Ketika beliau menemui Aisyah dan saat itu ibunya
ada di situ, beliau berkata: "Bagaimana keadaanmu?" Beliau tidak
lebih dari mengucapkan kata-kata itu. Ketika Aisyah melihat perubahan sikap
Rasul saw, ia mulai marah. Pada suatu hari ia berkata pada Nabi:
"Seandainya engkau mengizinkan aku, niscaya aku akan pindah ke tempat ibuku."
Beliau menjawab: "Itu tidak ada masalah."
Aisyah pun pindah ke tempat ibunya dan ia tidak
mengetahui sama sekali apa yang sebenarnya terjadi padanya. Setelah melalui
lebih dari dua puluh malam, Aisyah sembuh dari sakitnya dan ia pun belum
mengetahui hal-hal yang dikatakan tentang dirinya. Umul mu'minin Aisyah
menceritakan bagaimana ia mengetahui isu bohong tersebut dan bagaimana Allah
SWT membebaskannya dari isu itu, ia berkata:
"Kami adalah kaum Arab di mana kami tidak
mengambil di rumah kami tanggung jawab ini yang biasa di ambil oleh orang-orang
Ajam. Kami membencinya. Kami keluar untuk menikmati keluasan kota. Sementara
itu para wanita keluar pada setiap malam untuk memenuhi hajat mereka. Pada
suatu malam, aku keluar bersama Ummu Musthah untuk memenuhi sebagian
keperluanku. Lalu ia berkata: "Tidakkah kau sudah mendengar suatu berita
wahai putri Abu Bakar?" Aku bertanya, "berita apa itu?" Lalu ia
memberitahukan padaku apa-apa yang dikatakan oleh para penyebar kebohongan. Aku
berkata: "Apa ini memang benar?" Ia menjawab: "Demi Allah, ini
benar-benar terjadi." Aisyah berkata: "Demi Allah, aku tidak mampu
memenuhi hajatku." lalu aku pulang. Demi Allah, aku tetap menangis
sampai-sampai aku mengira bahwa tangisanku akan merusak jantungku dan aku
berkata kepada ibuku, mudah-mudahan Allah SWT mengampunimu, banyak orang
berbicara tentangku namun engkau tidak menceritakan sedikit pun kepadaku. Ia
berkata: "Wahai anakku, sabarlah demi Allah jarang sekali wanita yang baik
yang dicintai oleh seorang lelaki yang jika ia memiliki istri-istri yang lain
(madunya) kecuali wanita itu akan diterpa oleh berbagai isu."
Aisyah berkata: "Rasulullah saw berdiri dan
menyampaikan pembicaraannya pada mereka dan aku tidak mengetahui hal itu."
Beliau memuji Allah SWT kemudian berkata: "Wahai manusia, bagaimana
keadaan kaum lelaki yang menyakiti aku melalui keluar gaku dan mereka
mengatakan sesuatu yang tidak benar. Demi Allah, aku tidak mengenal mereka
kecuali dalam kebaikan. Lalu mereka mengatakan hal itu pada seorang lelaki yang
aku tidak mengenalnya kecuali dalam kebaikan di mana ia tidak memasuki suatu
rumah dari rumah-rumahku kecuali ia bersamaku."
Kemudian Rasulullah saw memanggil Ali bin Abi Thalib
dan Usamah bin Zaid dan bermusyawarah dengan keduanya. Usamah hanya melontarkan
pujian dan berkata: "Ya Rasulullah aku tidak mengenal istrimu kecuali
dalam kebaikan dan berita ini hanya kebohongan dan kebatilan," sedangkan
Ali berkata: 'Ya Rasulullah masih banyak wanita yang lain yang dapat kau
percaya." Kemudian Rasulullah saw memanggil Burairah dan bertanya
kepadanya, lalu Ali berdiri kepadanya dan memukulnya dengan keras sambil
berkata: "Jujurlah kepada Rasulullah saw," lalu wanita itu berkata:
"Demi Allah, aku tidak mengetahui kecuali kebaikan. Aku tidak pemah mencela
Aisyah kecuali pada suatu waktu aku sedang membikin adonan roti lalu aku
memerintahkannya untuk menjaganya namun Aisyah tertidur dan datanglah kambing
lalu adonan itu dimakan olehnya."
Aisyah berkata: "Kemudian datanglah kepadaku
Rasulullah saw dan saat tu aku bersama kedua orang tuaku dan seorang wanita
dari kaum Anshar. Aku menangis dan wanita itu pun turut menangis. Rasulullah
saw duduk lalu memuji Allah SWT dan berkata: "Wahai Aisyah, sungguh kamu
telah mendengar sendiri apa yang dikatakan orang-orang tentang dirimu, maka
bertakwalah kepada Allah SWT dan jika engkau telah melakukan keburukan seperti
yang diucapkan orang-orang itu, maka bertaubatlah kepada Allah SWT karena
sesungguhnya Allah SWT menerima taubat dari hamba-hamba-Nya." Aisyah
berkata, "demi Allah, itu tidak lain hanya kebohongan yang dialamatkan
kepadaku sehingga membuat air mataku kering. Aku sama sekali tidak seperti yang
mereka katakan," lalu aku menunggu kedua orang tuaku untuk mengatakan
tentang diriku namun mereka justru terdiam. Aisyah berkata, "demi Allah
aku merasa sebagai seorang yang hina yang tidak layak diturunkan Al-Qur'an dari
Allah SWT berkenaan denganku, tetapi aku hanya berharap agar Nabi saw melihat
kebohongan yang dialamatkan kepadaku itu sehingga ia memastikan terbebasnya aku
darinya."
Aisyah berkata: "Ketika aku tidak melihat kedua
orang tuaku berbicara aku berkata kepada mereka tidakkah kalian menjawab apa
yang dikatakan Rasuullah saw?" Mereka berkata: "Demi Allah kami tidak
mengetahui apa yang harus kami jawab." Aku mengetahui bahwa aku bebas dari
tuduhan itu. Tiba-tiba Rasulullah saw mengusap keringat dari wajahnya sambil
berkata: "Bergembiralah wahai Aisyah karena sesungguhnya Allah SWT telah
menurunkan ayat yang membebaskan kamu dari tuduhan itu," lalu aku berkata:
"Segala puji bagi Allah SWT." Kemudian beliau keluar menemui para
sahabat dan membacakan kepada mereka ayat berikut ini:
"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita
bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita
bohong itu buruk bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan
dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian
yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya azab yang besar.
" (QS. an-Nur:
11)
Jibril turun kepada Nabi saw untuk menyampaikan
terbebasnya Aisyah dari segala tuduhan yang ditujukan kepadanya. Dan gagallah
peperangan psikologis menentang kaum Muslim dan rumah tangga Rasulullah saw,
dan kelompok-kelompok kafir meyakini bahwa mereka harus menggunakan cara baru
lagi untuk menentang Islam. Kemudian Rasulullah saw kembali memasuki pergulatan
menentang peperangan fisik. Peperang Khandaq termasuk contoh peperangan fisik
yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Orang-orang Yahudi menyerahkan urasan
mereka kepada kaum musyrik, dan Dimulailah rangkaian persekongkolan dan sumpah
di antara tokoh-tokoh Yahudi dan pemimpin-pemimpin kaum musyrik, bahkan
pendeta-pendeta Yahudi berfatwa bahwa agama Quraisy yang disimbolkan dengan
penyembahan berhala lebih baik daripada agama Muhammad yang penyembahan hanya
layak ditujukan kepada Tuhan Yang Esa sebagaimana tradisi jahiliah lebih baik
daripada ajaran Al-Qur'an.
Politik kaum Yahudi berhasil menyatukan
kelompok-kelompok orang kafir dan mengerahkannya untuk menentang kaum Muslim.
Kemudian mereka akan menyerang Madinah dengan jumlah kekuatan sepuluh ribu
tentara. Akhirnya, berita itu sampai ke Nabi saw. Beliau tidak heran ketika
mendengar orang-orang Yahudi bersatu—padahal mereka mempunyai azas agama yang
menyeru kepada tauhid—bersama kaum musyrik menentang agama tauhid. Nabi saw
mengetahui bahwa perjanjian telah lama membelenggu orang-orang Yahudi sehingga
hati mereka menjadi keras dan hari telah menjauhkan antara mereka dan sumber
yang jernih yang dipancarkan oleh Musa. Akhirnya, mereka menjadi buah yang
rusak yang kulitnya bergambar tauhid namun isinya bergambar kepahitan syirik.
Dan yang lebih penting dari itu adalah kesamaan kepentingan kaum Yahudi dan
kaum musyrik.
Nabi saw menyadari bahwa beliau sekarang menghadapi
ancaman dan pasukan yang besar. Pertempuran secara terbuka tidak memberi
keuntungan bagi Muslimin. Beliau mulai berpikir bagaimana cara mempertahankan
Madinah tanpa harus keluar darinya. Kali ini taktik militernya berubah di mana
sebelum itu beliau keluar dari Madinah dan menjauhinya serta menyerang
kelompok-kelompok yang berencana menyerbu Madinah. Kali ini bentuk ancaman
berbeda dan tentu pikiran Nabi pun berubah karena mengikuti perbedaan ancaman
itu.
Kemudian beliau mengadakan pertemuan militer bersama
para tentaranya. Beliau ingin mendengar berbagai usulan tentang bagaimana cara
mempertahankan Madinah. Lalu Salman al-Farisi mengusulkan agar Nabi menggali
suatu parit yang dalam di sekeliling Madinah yaitu parit yang seperti bendungan
alami yang dapat menahan laju banjir yang ingin maju, suatu parit yang pasukan
berkuda tidak akan mampu melewatinya dan kaum Muslim dapat mempertahankan diri
dari belakangnya. Mula-mula usulan itu terkesan agak mustahil diwujudkan namun
pada akhirnya Nabi menyetujui usulan Salman itu. Melalui sensifitas militernya
yang mengagumkan, beliau mengetahui bahwa situasi cukup genting dan karenanya
ia menuntut usaha keras untuk dapat melaluinya. Nabi saw memerintahkan para
sahabat untuk menggali parit di sekitar Madinah. Pekerjaan itu sangat berat dan
saat itu musim dingin di mana udara sangat dingin. Di samping itu, kaum Muslim
sedang mengalami krisis ekonomi yang mengancam Madinah, meskipun demikian,
penggalian parti tetap dilaksanakan, bahkan Rasulullah saw terjun langsung
untuk membuat galian dan memikul tanah.
Kaum Muslim dengan semangat yang luar biasa dapat
menyelesaikan penggalian parit itu meskipun kehidupan sangat keras dan mereka
merasakan kelaparan karena kekurangan harta. Namun semangat pasukan Islam tetap
meninggi. Mereka percaya akan datangnya kemenangan dan pertolongan dari Allah
SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan tatkala orang-orang mukmin melihat
golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: 'lnilah yang dijanjikan
Allah dan Rasul-Nya kepada kita.' Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang
demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan."
(QS.
al-Ahzab: 22)
Pasukan Quraisy mulai mendekati Madinah dan tiba-tiba
Madinah berubah menjadi jazirah cinta di tengah-tengah lautan kebencian, lautan
itu mulai menghantam jazirah dan berusaha menenggelamkannya dari dalam.
Kemudian bertebaranlah panah-panah kaum Muslim untuk menghalau pasukan kafir
yang cukup banyak. Pasukankafir mulai berputar-putar di sekeliling parit dalam
keadaan bingung: apa gerangan yang telah dilakukan pasukan Islam, bagaimana
mereka dapat menggali parit ini?
Kuda-kuda musuh berusaha melalui parit itu namun
pasukan Muslim segera menyerangnya. Demikianlah peperangan Ahzab terus
berlangsung. Pada hakikatnya ia adalah peperangan urat syaraf. Pasukan musuh
mengepung Madinah selama tiga minggu di mana serangan demi serangan terus
dilakukan sepanjang siang dan mata mereka tetap terjaga sepanjang malam. Bahkan
saking dahsyatnya pertempuran itu sehingga kaum Muslim tidak mengetahui apakah
pasukan musuh berhasil menduduki Madinah atau tidak, dan apakah para musuh
berhasil menembus lubang yang mereka bangun? Allah SWT menggambarkan keadaan
peperangan Ahzab dalam firman-Nya:
"(Yaitu) ketiha mereka datang kepadamu dari atas
dan dari bawahmu, dan ketiha tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik
menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan
bermacam-macam persangkaan. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan
digoncangkan hatinya dengan goncangan yang dahysat." (QS. al-Ahzab: 10-11)
Keadaan semakin buruk di mana orang-orang Yahudi
membatalkan perjanjian mereka dengan kaum Muslim dan mereka bergabung dengan
al-Ahzab. Demikianlah Bani Quraizhah membatalkan perjanjiannya dan mereka lupa
terhadap pengkhianatan bani Nadhir dan pembalasan Nabi saw terhadap mereka.
Setiap hari keadaan semakin buruk.
Kaum Muslim benar-benar mengalami ujian yang berat di
mana pikiran mereka benar-benar kacau. Ketika keadaan mencapai puncaknya kaum
Muslim bertanya kepada Rasul saw, "apa yang harus mereka katakan?"
Rasulullah saw memberitahu agar mereka mengatakan: "Ya Allah, kalahkanlah
mereka dan tolonglah kami untuk mengatasi mereka."
Doa tersebut keluar dari mulut-mulut kaum yang telah
melaksanakan kewajiban mereka dan telah membuat mukjizat mereka dalam menghalau
serangan. Jadi, mereka tidak memiliki apa-apa selain doa dan Allah SWT-lah Yang
Maha Mendengar permintaan hamba-Nya dan Dia yang mengabulkannya. Dia mengetahui
orang yang melaksanakan kewajibannya dan akan mengabulkan orang yang berdoa.
Akhirnya, kaum Muslim benar-benar mendapatkan rahmat
Allah SWT. Kemudian perjalanan pertempuran bergerak dengan cara yang tidak bisa
dipahami. Para penyerang menyadari bahwa mereka sebenamya telah kalah di mana
mereka telah menyerang selama tiga pekan namun serangan tersebut tidak
memberikan hasil apa pun. Mereka telah mencurahkan berbagai upaya namun tanpa
memberikan hasil yang diharapkan dan boleh jadi mereka akan tetap begini selama
tiga tahun.
Kemudian datanglah suatu malam di mana kaum Muslim
belum pernah melihat malam segelap itu dan angin sekencang itu, bahkan saking
kerasnya angin sampai-sampai suaranya laksana halilintar. Bahkan saking
gelapnya malam itu sehingga tak seorang pun di antara umat Islam yang mampu
melihat jari-jari tangannya atau berdiri dari tempatnya karena saking dinginnya
cuaca. Kemudian Nabi saw datang menemui Hudaifah bin Yaman. Beliau tidak mampu
melihatnya meskipun beliau berdiri di sebelahnya. Nabi saw bertanya:
"Siapa ini?" Hudaifah menjawab: "Aku adalah Hudaifah." Nabi
saw berkata: "Oh, kamu Hudaifah." Hudaifah tetap tinggal di tempatnya
karena ia khawatir jika ia berdiri ia akan tidak mampu karena saking dinginnya
dan akan menabrak Rasul saw. Rasul saw berkata kepada Hudaifah, "Aku
kehilangan berita penting tentang keadaan kaum yang menyerang kita."
Hudaifah sebagai mata-mata dari pasukan Islam
merasakan ketakutan di mana ia tidak mampu menahan cuaca yang begitu dingin,
lalu bagaimana ia dapat berdiri dan keluar dari Madinah menuju ke tempat
pasukan musuh dan menyusup di tengah barisan mereka lalu kembali kepada Nabi
saw dengan membawa berita tentang mereka. Hudaifah bangkit dari tempatnya
ketika Nabi saw selesai dari pembicaraannya. Nabi saw memberikan doa kebaikan
kepadanya. Hudaifah pun pergi dan kehangatan keimanannya mengalahkan kegelapan
malam dan kedinginan cuaca. Ia keluar dari Madinah dan menyusup di
tengah-tengah pasukan musuh. Nabi saw memerintahkannya untuk tidak melakukan
tindakan apa pun selain mendapatkan berita dan kembali. Inilah tugas utamanya.
Hudaifah sampai di tengah-tengah musuh. Mereka berusaha menyalakan api namun
angin segera mematikannya sebelum menyala dan di dekat api itu terdapat seorang
lelaki yang berdiri sambil mengulurkan tangannya ke arah api dengan maksud
untuk menghangatkannya. Lelaki itu adalah pemimpin kaum musyrik yaitu Abu
Sofyan.
Melihat itu, Hudaifah segera memasang anak panah pada
busur yang dibawanya dan ia ingin memanahnya. Seandainya ia berhasil
membunuhnya, maka kaum Muslim dapat merasa tenang dengannya, namun ia ingat
pesan Rasulullah saw kepadanya agar ia tidak melakukan tindakan apa pun.
Kemudian ia kembali meletakkan anak panahnya dan menyembunyikannya.
Abu Sofyan berkata: "Wahai orang-orang Quraisy
situasi saat ini tidak menguntungkan bagi kalian, maka pergilah kalian karena
aku pun akan pergi." Abu Sofyan melompat ke atas untanya lalu mendudukinya
dan memukulnya sehingga unta itu bangkit.
Hudaifah kembali menemui Rasulullah saw dengan membawa
berita mundumya pasukan Ahzab dan gagalnya serangan mereka. Ketika mendengar
peristiwa penarikan mundur pasukan musuh, Rasulullah saw berkata:
"Sekarang kita akan menyerang mereka dan mereka tidak akan menyerang
kita." Belum lama pasukan Ahzab kembali ke negerinya dengan tangan hampa
sehingga beliau keluar dari Madinah bersama pasukannya menuju ke kaum Yahudi
Bani Quraizhah. Orang-orang Yahudi itu telah mengkhianati peijanjian mereka
bersama Nabi saw. Mereka menipu Islam di saat-saat genting. Oleh karena itu,
mereka harus membayar biaya pengkhianatan mereka sekarang.
Nabi saw memerintahkan agar para sahabat tidak melaksanakan
salat Ashar kecuali di Bani Quraizhah. Kaum Muslim memahami bahwa perintah
tersebut berarti mereka akan menerobos benteng kaum Yahudi sebelum matahari
tenggelam.
Orang-orang Yahudi menelan kekalahan pahit lalu mereka
datang kepada Sa'ad bin Mu'ad agar ia memutuskan perkara mereka. Sa'ad adalah
pemimpin kaum Aus dan kaum Aus adalah sekutu orang-orang Yahudi Quraizhah di
masa jahiliah. Kaum Yahudi mengharap bahwa mereka dapat memanfaatkan hubungan
yang terjalin selama ini sebagaimana kaum Aus membayangkan bahwa tokoh mereka
akan memberikan keringanan terhadap sekutu-sekutu mereka. Sa'ad ketika itu
terluka dan ia sedang dirawat di kemahnya karena terkcna panah kauni Ahzab.
Sebagian kaunmya membujuknya agar ia bersikap baik terhadap orang-orang Yahudi,
sekutu-sekutu mereka, dan orang-orang Yahudi membujuknya agar ia bersikap
lembut terhadap mereka. Kemudian Sa'ad mengatakan pernyataannya yang terkenal:
"Telah tiba waktunya bagi Sa'ad untuk memutuskan hukum sesuai dengan
kehendak Allah tanpa peduli dengan celaan para pencela." Sa'ad memutuskan
agar kaum lelaki dibunuh dan keturunannya ditawan serta harta-harta mereka
dibagi-bagikan. Nabi pun menyetujui keputusan tegas Sa'ad itu. Beliau berkata
kepadanya: "Sungguh engkau telah memutuskan kepada mereka dengan keputusan
Allah SWT dari tujuh langit."
Sa'ad mengetahui bahwa perantaraan, permohonan,
harapan, dan menjaga berbagai pertimbangan lazim selayaknya berada di suatu
genggaman, dan masa depan Islam berada di genggaman yang lain. Yahudi Bani
Quraizhah adalah penyebab berkecamuknya peperangan Ahzab dan sumpah mereka dan
berbagai tipu daya mereka berusaha untuk memblokade Islam dan menghancurkannya.
Oleh karena itu, kini telah tiba saatnya untuk mencabut pohon-pohon beracun
dari akarnya tanpa memperdulikan kasih sayang.
Demikianlah kaum Yahudi dibersihkan dari Madinah. Nabi
saw kembali melanjutkan pergulatannya. Puncak dari perjuangan politiknya adalah
perjanjian yang beliau lakukan bersama orang-orang Quraisy. Nabi saw berjalan
untuk melaksanakan umrah dan mengunjungi Baitul Haram. Beliau keluar bersama
seribu empat ratus kaum lelaki yang bertujuan untuk berziarah ke Baitul Haram
guna melaksanakan umrah. Ketika mereka sampai di Hudaibiyah pinggiran kota
Mekah, tiba-tiba unta yang ditunggangi Nabi duduk dan ia tidak mau melangkah
menuju Mekah. Melihat itu para sahabat berkata: "Oh unta itu malas."
Nabi saw berkata: "Tidak Demikian namun ia ditahan oleh Zat yang menahan
laju gajah menuju Mekah. Sungguh jika hari ini orang Quraisy membuat suatu
rencana dan mereka meminta agar aku menyambung tali silaturahmi niscaya aku
akan menyetujuinya."
Nabi saw memerintahkan para sahabat agar tetap tinggal
di Hudaibiyah. Kaum Muslim beristirahat di sana dengan harapan mereka dapat
memasuki Mekah di waktu pagi. Peristiwa itu bertepatan dengan bulan Haram.
Mekah telah menetapkan agar tak seorang pun dari kaum Muslim dapat memasukinya.
Semua kaum Quraisy telah keluar untuk memerangi kaum Muslim. Mereka mengutus
utusan-utusan kepada Nabi saw lalu beliau memberitahu mereka bahwa beliau tidak
datang untuk berperang namun beliau ingin melakukan urnrah sebagai bentuk
pujian dan syukur kepada Allah SWT dan mengagumkan kemuliaan rumah-Nya yang
suci. Mekah menetapkan untuk melakukan perjanjian bersama kaum Muslim di mana
mereka menginginkan agar jangan sampai kaum Muslim memasuki Baitul Haram pada
tahun ini kecuali setelah mereka kembali pada tahun depan.
Datanglah juru runding kaum Quraisy lalu Rasul saw
menyambutnya dan mendengarkan ia menyampaikan syarat-syarat perjanjian yang
intinya pelaksanaan perdamaian dan penarikan mundur pasukan Muslim. Nabi saw
menyetujui semua syarat-syarat perjanjian meskipun tampak bahwa perjanjian
tersebut tidak menguntungkan kaum Muslim di mana itu dianggap sebagai titik
kemunduran politik dan militer kaum Muslim, dan yang menambah kebingungan kaum
Muslim adalah bahwa Rasul saw tidak melibatkan seseorang pun dari kalangan
sahabatnya untuk bermusyawarah dalam hal ini. Tidak biasanya beliau bersikap
demikian. Para sahabat menyaksikan beliau pergi menemui kaum musyrik dan
bersikap sangat lembut kepada mereka, dan beliau tidak kembali kecuali membawa
berita persetujuan dengan perjanjian yang di prakarsai orang-orang musyrik, dan
beliau pun membubuhkan tanda tangan di atasnya.
Para sahabat bergerak untuk menentang Rasulullah saw.
Mereka bertanya kepada beliau, "bukankah engkau utusan Allah SWT? Bukankah
kita kaum Muslim? Bukankah musuh-musuh kita kaum musyrik?" Nabi saw hanya
mengiyakan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Umar bin Khatab kembali bertanya: "Mengapa
kita harus menerima penghinaan dalam agama kita?" Umar ingin mengungkapkan
sesuai dengan bahasa kita saat ini, "mengapa kita harus mundur kalau kita
berada di atas kebenaran? Mengapa kita menerima syarat-syarat perjanjian yang
justru menguntungkan kaum musyrik? Apakah kita takut terhadap mereka?"
Mendengar berbagai protes yang disampaikan para
sahabatnya, Rasul saw justru menyampaikan jawaban yang unik bagi mereka di mana
beliau berkata: "Aku adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya dan aku tidak
mungkin menentang perintah-Nya dan Dia tidak mungkin akan menyia-nyiakan
aku." Makna dari kalimat beliau adalah, "taatilah apa yang telah aku
lakukan tanpa perlu memperdebatkannya dan hendaklah kalian sedikit
bersabar."
Perjalanan hari menetapkan bahwa perjanjian yang menimbulkan
pro dan kontra di tengah-tengah sahabat itu justru membawa kemenangan politik
paling gemilang yang pernah dicapai oleh umat Islam. Kemenangan tersebut
diperoleh sebagai hasil dari kebijaksanaan sang Nabi saw yang mengalahkan
kelihaian politik kaum Quraisy. Kaum Quraisy telah memfokuskan semua
kelihaian-nya agar kaum Muslim kembali ke tempat mereka tanpa memasuki Masjidil
Haram pada tahun ini, namun hikmah Nabi saw justru mampu mencapai pengelihatan
yang tidak dapat dijangkau oleh kaum itu yang berkenaan dengan masa depan. Jika
saat ini perjanjian tersebut tampak membawa kekalahan bagi kaum Muslim, maka
setelah berlangsung beberapa bulan ia justru mendatangkan kemenangan yang
spektakuler.
Suhail bin Amr adalah wakil dari delegasi kaum Quraisy
dan Ali bin Abi Thalib adalah juru tulis dalam perjanjian itu dari pihak Nabi
saw. Rasulullah saw berkata kepada Ali: "Tulislah dengan nama Allah Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang." Utusan Quraisy berkata, aku tidak
mengenal ini. Tapi tulislah dengan nama-Mu, ya Allah. Rasulullah saw berkata
kepada Ali: "Dengan nama-Mu, ya Allah." Sikap keras kepala utusan
Quraisy itu tidak berarti sama sekali karena tidak ada perbedaan yang mencolok
antara dengan namamu Allah dan dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
selain niat si pembicara.
Nabi saw berkata kepada Ali: "Ini adalah
perundingan antara Muhammad saw utusan Allah dan Suhail bin Amr."
Mendengar itu dengan nada menentang Suhail bin Amr berkata: "Seandainya
aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah niscaya aku tidak akan
memerangimu, tetapi tulislah namamu dan nama ayahmu." Nabi berkata kepada
Ali tulislah: "Inilah kesepakatan antara Muhammad bin Abdillah dan Suhail
bin Amr."
Tampaknya itu adalah kemunduran yang kedua dan dengan
pandangan yang sekilas tampak menjatuhkan kaum Muslim tetapi Nabi saw ingin
mewujudkan suatu tujuan yang penting yaitu tujuan yang belum terungkap saat
itu. Alhasil, semuanya terjadi dengan ilham dari Allah SWT. Ali kembali menulis
bahwa Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr sama-sama sepakat untuk
menghentikan peperangan selama sepuluh tahun di mana hendaklah masing-masing
mereka memberikan keamanan terhadap sesama mereka. Namun jika terdapat di
antara orangorang Quraisy seseorang yang masuk Islam lalu ia datang kepada
Muhammad saw tanpa izin walinya hendaklah kaum Muslim mengembalikannya kepada
kaum Quraisy. Sebaliknya, jika ada orang yang murtad dari sahabat Muhammad saw,
maka tidak ada keharusan bagi orang Quraisy untuk mengembalikannya kepada Nabi.
Syarat tersebut sangat menyakitkan kaum Muslim. Tampak
bahwa orang-orang Quraisy memaksakan kehendaknya dalam syarat-syarat perjanjian
yang tidak adil itu. Ali melanjutkan tulisannya, hendaklah Nabi saw pulang dari
Mekah pada tahun ini dan tidak memasukinya dan jika pada tahun depan
orang-orang Quraisy keluar darinya, maka beliau dapat memasukinya untuk
melaksanakan umrah selama tiga hari dan setelah itu beliau harus
meninggalkannya. Persyaratan tersebut sangat merugikan kaum Muslim dan terkesan
membingungkan.
Di tengah-tengah perjanjian tersebut terjadi suatu
peristiwa yang menambah penderitaan dan kebingungan Muslimin di mana anak dari
juru runding Quraisy meminta perlindungan kepada kaum Muslim. Ia masuk Islam
dan ingin bergabung dengan kelompok Islam namun ayahnya, Suhail segera bangkit
menyusulnya bahkan memukulnya dan mengembalikannya kepada kaumnya. Orang
Mukalaf itu segera berteriak dan meminta pertolongan kepada kaum Muslim agar
mereka menyelamatkannya dari kejahatan kaum Quraisy sehingga mereka tidak
mengubah agamanya. Rasulullah saw berbicara kepadanya dan meminta kepadanya
untuk bersabar dan tegar dalam menanggung penderitaan karena Allah SWT akan
menjadikannya dan orang-orang yang sepertinya suatu jalan keluar dan
kelapangan. Nabi memahamkannya bahwa beliau telah mengadakan suatu peijanjian
dengan kaum Quraisy dan bahwa kaum Muslim tidak mungkin melanggar perjanjian
mereka.
Akhirnya, anak Muslim itu dikembalikan ke Mekah dalam
keadaan tersiksa. Kemudian Selesailah penandatanganan perjanjian antara pihak
kaum Muslim dan pihak kaum musyrik. Setelah penandatanganan perjanjian itu,
Rasulullah saw memerintahkan para sahabatnya agar mereka memotong hewan kurban
dan mencukur rambut mereka (tahalul) dari umrah mereka dan kembali ke Madinah.
Namun tak seorang pun bangkit menyambut perintah tersebut, lalu beliau
mengulangi perintahnya ketiga kali. Di tengah-tengah kaum Muslim yang tampak
membisu karena ketegangan dan kesedihan, beliau menyembelih unta dan memanggil
tukang cukurnya untuk mencukur rambutnya dan beliau tidak berbicara dengan
seorang pun. Ketika para sahabat mengetahui bahwa Nabi saw tampak marah dan
telah mendahului mereka dengan tahalul dari umrahnya, maka mereka bangkit untuk
menyembelih kurban dan memotong rambut mereka.
Perjalanan hari menunjukkan bahwa perundingan tersebut
tidak seperti yang dibayangkan oleh kaum Muslim. Ia justru membawa kemenangan
dan bukan kekalahan. Persatuan kaum kafir di jazirah Arab mulai runtuh sejak
mereka menandatangani perjanjian itu. Kaum Quraisy di anggap sebagai pimpinan
kaum kafir dan pembawa bendera penentangan terhadap Islam, maka ketika tersebar
berita perjanjian mereka bersama kaum Muslim, maka padamlah fitnah-fitnah kaum
munafik yang bekerja untuk mereka dan bercerai-berAllah kabilah-kabilah
penyembah patung di penjuru jazirah.
Saat aktivitas kaum Quraisy terhenti, maka kaum Muslim
mengalami peningkatan aktivitas di mana mereka berhasil menarik orang-orang
yang masih memiliki kemampuan untuk melihat kebenaran. Sejak dua tahun dari
masa penandatanganan perjanjian itu jumlah penganut Islam semakin bertambah
lebih dari jumlah sebelumnya. Bukti dari itu adalah, bahwa saat Rasul saw
keluar ke Hudaibiyah beliau ditemani dengan seribu empat ratus Muslim namun
ketika beliau keluar pada tahun penaklukan kota Mekah beliau disertai dengan
sepuluh ribu Muslim. Penaklukan kota Mekah terjadi setelah dua tahun dari
perundingan tersebut. Penambahan jumlah kaum Muslim yang luar biasa ini adalah
dikarenakan hikmah sang Nabi saw dan kejauhan pandangannya. Nabi saw keluar
sebagai pemenang dalam pergulatan politiknya, dan syarat-syarat yang tadinya
merugikan kaum Muslim kini telah berubah menjadi syarat-syarat yang merugikan
kaum Quraisy. Barangsiapa murtad dari kaum Muslim dan pergi ke kaum Quraisy,
maka hendaklah mereka melindunginya karena Allah SWT telah memampukan Islam
darinya, dan barangsiapa yang masuk Islam dari kaum kafir dan pergi ke kaum
Muslim, maka hendaklah mereka mengembalikannya ke kaum Quraisy di mana ia
tinggal di dalamnya sebagai mata-mata dari pihak Islam atau ia dapat lari dari kaum
Quraisy untuk menyatukan kelompok yang bertikai dan ia dapat hidup laksana duri
di tengah-tengah kaum Quraisy.
Belum lama waktu berjalan sehingga kaum Quraisy
mengutus utusannya kepada Nabi saw dan mengharap kepada beliau agar melindungi
orang Quraisy yang masuk Islam daripada membiarkan mereka sebagai panah yang
terbang menuju kaum Quraisy. Demikianlah kaum Quraisy justru membatalkan syarat
yang telah mereka diktekan dan Nabi saw pun menerimanya dengan puas.
Perundingan itu justru menguatkan barisan Nabi savv.
Demikianlah Nabi saw terus menjalani mata rantai
pergulatan yang tiada henti-hentinya di mana kehidupan beliau yang pribadi
sekali pun tidak sunyi dari penderitaan. Nabi saw menikahi sembilan orang
istri. Perkawinan beliau dengan sembilan istri tersebut merupakan keistimewaan
pribadi yang hanya beliau miliki karena berhubungan dengan sebab-sebab dakwah
Islam. Yaitu suatu dakwah yang membolehkan para pengikutnya untuk menikahi
empat orang istri dengan syarat jika yang bersangkutan mampu menciptakan
keadilan di antara mereka, dan ia menganjurkan untuk hanya puas dengan satu
istri jika seorang Muslim khawatir tidak dapat berbuat adil.
Kaum orentalis dan musuh-musuh Islam mencoba untuk
menghina Nabi dan memojokkannya, dan salah satu cela yang mereka manfaatkan
adalah perkawinan beliau dengan sembilan wanita. Kita mengetahui bahwa
pernikahan-pernikahan beliau terlaksana dengan sebab-sebab politik atau
kemanusiaan yang berhubungan dengan dakwah Islam. Dan yang terkenal dari
sejarah Nabi saw adalah bahwa beliau menikah dengan Sayidah Khadijah saat
beliau berusia dua puluh lima tahun dan Khadijah berusia empat puluh tahun.
Semasa hidup Khadijah beliau tidak menikahi istri yang lain sampai Khadijah
mencapai usia enam puluh lima tahun. Saat Khadijah meninggal, Nabi berusia di
atas lima puluh tahun. Beliau menikahi Khadijah sebelum beliau diutus untuk
menyebarkan Islam. Beliau tetap setia bersama Khadijah sampai ia meninggal dan
beliau diangkat menjadi Nabi. Namun beban kenabian dan beratnya jihad, kasih
sayangnya kepada manusia, pengorbanannya terhadap Islam dan perintah Allah SWT
semua itu memaksanya untuk menikah lebih dari satu orang istri sampai mencapai
sembilan orang istri. Perkawinan beliau dengan Aisyah yang saat itu masih belia
merupakan usaha untuk menjalin ikatan dengan Abu Bakar, ayah dari Aisyah dan
perkawinan beliau dengan Hafshah meskipun ia sedikit kurang cantik merupakan
usaha beliau untuk menjalin ikatan dengan Umar, ayahnya. Beliau juga menikah
dengan Ummu Salamah, janda dari pemimpin pasukannya yang mati syahid di jalan
Allah SWT dan wanita itu merasakan penderitaan bersama beliau saat hijrah di
Habasyah dan hijrah ke Madinah. Ketika suaminya meninggal dan ia sendirian
menghadapi berbagai persoalan kehidupan, maka Nabi saw segera merangkulnya di
rumah kenabian. Perkavvinan beliau dengan Sawadah sebagai bentuk penghormatan
terhadap keislaman wanita itu dan kemuliannya dari kaum lelaki serta
kesendiriannya dalam menjalani kehidupan. Sementara itu, pernikahan beliau
dengan Zainab bin Jahasy merupakan ujian berat bagi beliau di mana perintah
pernikahan itu datang dari Allah SWT untuk mengharamkan suatu tradisi yang
terkenal di kalangan jahiliah yaitu tradisi adopsi. Zainab termasuk kerabat
Rasul. Jadi ia termasuk dari kalangan bani Hasyim. Ia merasa bangga dengan
nasab yang dimilikinya yang karenanya ia menolak ketika ditawari untuk menikah
dengan Zaid bin Harisah, seorang budak Nabi yang telah beliau bebaskan, bahkan
nasabnya telah beliau nisbatkan kepada dirinya dan beliau telah mengadopsinya
sehingga ia dipanggil dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Namun Zainab akhirnya
menyetujui pendapat Nabi dan perintah Allah SWT sehingga ia menikah dengan
Zaid:
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin
dan tidak pula bagi perempuan yang mukimin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetaphan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang
urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhahai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh
dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. " (QS. al-Ahzab: 36)
Sejak semula tampak jelas bahwa pernikahan tersebut
akan segera berakhir. Zainab tidak menyukai Zaid dan Zaid pun bukan tipe lelaki
yang mampu menahan kehidupan bersama seorang wanita yang hatinya jauh darinya.
Zaid datang kepada Nabi saw guna mengadu kepada beliau dan meminta izin untuk
menceraikan istrinya. Allah SWT mewahyukan kepada Rasul-Nya agar membiarkan
Zaid menceraikan istrinya, lalu hendaklah beliau menikahinya. Nabi saw
merasakan kesulitan yang luar biasa dan beliau berbicara kepada Zaid agar ia
terus melangsungkan kehidupannya dan bersabar. Nabi saw membayangkan apa yang
dikatakan manusia kepadanya bahwa ia menikahi istri dari anaknya tetapi apa
yang dikhawatirkan oleh Nabi saw justru merupakan sesuatu yang ingin dihapus
oleh Allah SWT. Zaid bukanlah anaknya dan dalam Islam tidak ada sistem adopsi.
Oleh karena itu, Zaid dapat mencerai istrinya lalu Nabi dapat menikahi Zainab
untuk menetapkan apa yang diinginkan oleh Islam. Rasulullah saw mampu bersabar
dan menahan diri saat mendengar berbagai ocehan yang akan dikatakan oleh
manusia kepadanya. Ini bukanlah pengorbanan pertama dan terakhir yang beliau
persembahkan untuk Islam. Berkenaan dengan itu, Allah SWT berfirman:
"Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang
yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi
nikmat kepadanya: 'Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah,' sedang
kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu
takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berrhak kamu takuti. Maka
tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya),
Kami nikahkan kamu dengan dia supaya tidak ada heberatan bagi orang-orang
mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak
angkat itu telah menyelesaikan keperluannya dari istrinya. Dan adalah ketetapan
Allah itu pasti terjadi. " (QS. al-Ahzab: 37)
Pemikahan beliau dipenuhi dengan unsur politik dan
usaha untuk menyebarkan kebaikan dan rahmat serta penghormatan nilai-nilai yang
tinggi dan menggabungkannya di rumah kenabian. Sementara itu, Ummu Habibah
binti Abu Sofyan bin Harb, pemimpin Quraisy dalam memerangi Islam, berhijrah
bersama suaminya ke Habasyah.
Ia berhadapan dengan keterasingan dan kekhawatiran
dalam membela agama Allah SWT. Kemudian suaminya mati meninggalkannya sendirian
dalam menjalani kehidupan. Sikapnya yang mulia demi menegakkan ajaran Islam dan
hanya menentang ayahnya merupakan nilai lebih yang menyebabkan Rasulullah saw
tertarik untuk menggabungkannya di rumah kenabian.
Pada suatu hari, Abu Sofyan menemuinya saat ia telah
menjadi istri Rasulullah saw. Abu Sofyan ingin duduk di atas tempat tidur Nabi
lalu Ummu Habibah berusaha menjauhkan tempt tidur itu dari ayahnya. Melihat
sikap anaknya itu, ayahnya bertanya kepadanya: "Apakah engkau mulai
membenciku?" Dengan penuh keberaniaan ia menjawab: "Ini adalah tempat
tidur Rasulullah saw dan engkau adalah seorang musyrik, maka engkau tidak boleh
menyentuhnya."
Adapun Shofiyah binti Huyay adalah anak seorang raja
Yahudi. Sedangkan Juwairiyah binti Haris, ayahnya seorang pemimpin kabilah Bani
Musthaliq. Bani Musthaliq menelan kekalahan saat berhadapan dengan kaum muslim
lalu kedua anak perempuan raja dan pemimpin kabilah itu jatuh menjadi tawanan.
Pemikahan Nabi dengan kedua wanita itu terkesan dipaksa oleh orang-orang yang
kalah itu dan sebagai ajakan agar kaum Muslim memperlakukan mereka dengan baik.
Mula-mula kaum Muslim menolak untuk bersikap lembut terhadap ipar-ipar Nabi,
namun Nabi dengan kelembutan sikapnya ingin menyingkap aspek kemanusiaan dalam
peperangannya dan beliau mengisyaratkan kepada kaum Muslim agar mereka
menunjukkan persaudaraan sesama manusia. Peperangan itu sendiri bukan sebagai
tujuan namun ia sebagai usaha mempertahankan Islam dan aspek tertinggi dari
Islam adalah rahmat dan cinta.
Jadi Nabi saw menikahi wanita-wanita dari orang-orang
yang kalah itu dengan maksud agar kebebasan dan kemuliaan kembali kepada
keluarga mereka dan mereka dapat masuk Islam secara puas dan sukarela. Kemudian
beliau menikah dengan Maryam al-Qibtiyah. Muqauqis telah memberikannya kepada
Nabi sebagai budak di mana itu merupakan simbol tali kasih yang diisyaratkan
oleh Al-Qur'an antara Islam dan Masehi dan sebagai bentuk hukum bagi kaum
Muslim dengan dihalalkannya pernikahan dengan wanita-wanita ahlul kitab.
Maryam memberikan anak kepada Nabi saw yang bernama
Ibrahim, nama dari kakeknya, bapak para nabi. Namun Ibrahim tidak hidup lama.
Ia meninggal saat masih menyusu. Kematiannya merupakan ujian bagi Nabi dan
sebagai isyarat dari Ilahi bahwa pewaris-pewaris Rasul dari kaum pria adalah
para pengikut Al-Qur'an dan para pembawa Islam, bukan anak-anak dari sulbinya.
Salah jika ada orang yang membayangkan bahwa Rasul saw
mempunyai banyak waktu untuk mencari kesenangan meskipun halal. Kesenangan diperbolehkan
bagi orang lain namun beliau lebih memilih untuk merasakan penderitaan
berjihad, menegakkan hukum, dan kesabaran. Salah jika ada orang yang
membayangkan bahwa Rasul saw hidup di rumahnya dengan keadaan ekonomi yang
lebih baik daripada orang yang termiskin dari kalangan Muslim di zamannya.
Kehidupan beliau di rumahnya penuh dengan kezuhudan
yang luar biasa sehingga sebagian istrinya mengeluhkan keadaan tersebut. Di
antara mereka ada yang berasal dari keluarga yang kaya seperti keluarga Abu
Bakar atau keluarga Umar bahkan sebagian istrinya bersatu untuk meminta kepada
beliau agar beliau menambah nafkah mereka sehingga Nabi meninggalkan
istri-istrinya, lalu tersebarlah isu yang menyatakan bahwa beliau telah
menceraikan semua istrinya. Kemudian turunlah ayat Takhyir (yaitu ayat
yang memberikan pilihan kepada istri-istri Nabi untuk tetap menjadi istri
beliau atau diceraikannya). Turunlah Al-Qur'an al-Karim memberikan pilihan pada
istri-istri Nabi antara menjalani kehidupan di rumah kenabian dengan penuh kesederhanaan
atau menerima perceraian. Allah SWT berfirman:
"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu: 'Jika
kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya
kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika
kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di
negeri akhirat, maka Sesungguhnya Allah menyediakan siapa yang berbuat baik di
antaramu pahala yang besar. " (QS. al-Ahzab: 28-29)
Selesailah fitnah. Demikianlah pergulatan di rumah
Rasul saw. Akhirnya, istri-istri beliau memilih kehidupan zuhud dan bersabar
serta akhirat daripada kehidupan dunia. Permintaan istri-istri nabi tidak
melebihi hal-hal yang bersifat mubah, namun Rasul saw merupakan teladan bagi
seluruh umat, karena itu beliau harus menjadi teladan bagi umat sehingga beliau
dapat menjadi cermin tertinggi yang layak diemban oleh seorang yang memegang
tampuk kepemimpinan Muslimin. Allah SWT telah membalas pengorbanan istri-istri
Nabi saw dalam bentuk mengangkat kedudukan mereka dan menjadikan mereka sebagai
ibu dari kaum mukmin. Allah SWT berfirman:
"Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi
orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu
mereka." (QS.
al-Ahzab: 6)
Dan, sebagai penegasan terhadap keibuan spiritual ini,
Islam mewajibkan hijab yang teliti kepada mereka, yaitu suatu hijab yang tidak
diberlakukan seperti itu kepada Muslimah-Muslimah lain. Nabi saw melanjutkan
dakwahnya. Beliau mengirim surat ke raja-raja dan para penguasa di mana beliau
ingin menunjukkan universalitas ajaran Islam. Nabi saw mengajak Kaisar Romawi
untuk mengikuti Islam, lalu beliau mengirim utusan ke Amir Damaskus mengajaknya
untuk memeluk Islam, dan beliau mengutus utusan ke Amir Basrah bagian dari wilayah
Romawi dan mengajaknya untuk mengikuti Islam, dan beliau juga mengirim surat ke
penguasa Qibti dan mengajaknya untuk masuk Islam, dan beliau juga menulis surat
ke Kisra, Raja Persia dan mengajaknya untuk mengikuti Islam. Beliau juga
mengirim utusan ke Amir Bahrain dan mengajaknya untuk mengikuti Islam.
Lalu berbagai reaksi disampaikan berkenaan dengan
surat-surat Nabi itu. Di antara mereka ada yang berusaha menyampaikan kepada
pembawa surat bahwa ia masuk Islam dan mengembalikannya dengan hadiah, dan di antara
mereka ada yang merobek-robek surat itu dan di antara mereka ada yang membalas
surat itu dengan jawaban yang baik, dan di antara mereka ada yang menerima
kebenaran. Demikianlah hari berlalu dalam pergulatan yang tidak pernah padam,
suatu pergulatan yang dipimpin oleh Nabi sehingga beliau menaklukkan Mekah dan
menyucikan jazirah Arab. Akhirnya, manusia masuk dalam agama Allah SWT dalam
keadaan berbondong-bodong, dan Allah SWT menyempurnakan agama bagi kaum Muslim
dan Nabi saw melaksanakan haji wada' (haji yang terakhir) dan turunlah kepada
beliau wahyu di Arafah sebagaimana firman-Nya:
"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam
itujadi agama bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)
Ayat tersebut dibacakan kepada Abu Bakar sehingga ia
menangis. Allah SWT merasa bahwa telah tiba waktunya untuk mengakhiri misi
Rasul-Nya. Aisyah berkata kepada anak-anak yang berteriak dan bermain-main di
luar rumah: "Diamlah kalian karena Rasulullah saw sedang sakit."
Anak-anak itu pun terdiam dan mereka merasakan ketakutan yang luar biasa. Pada
hari-hari terakhir, Rasulullah saw tidak lagi bercanda dengan mereka
sebagaimana yang biasa beliau lakukan.
Mereka memperhatikan bahwa kepucatan yang aneh
menyelimuti Nabi saw yang biasanya wajah beliau dipenuhi dengan senyuman hingga
wajahnya laksana lempengan emas. Nabi saw yang terakhir masuk dalam rumahnya
dan hampir saja beliau tidak kuat menahan langkah kedua kakinya. Beliau
memasuki rumahnya dan bersandar kepada tangan Fadl bin Abbas dan Ali bin Abu
Thalib. Beliau merasakan keletihan dan kesakitan. Kemudian Aisyah menidurkan
beliau di atas ranjangnya yang kasar dan Aisyah meletakkan tangannya di atas
kening beliau. Kepala beliau tampak panas karena saking hebatnya demam. Aisyah
berkata dalam keadaan kedua matanya mengucurkan air mata, "demi ayah dan
ibuku, ya Rasulullah apakah engkau merasakan sakit?" Nabi saw tersenyum
untuk menenangkan Aisyah lalu beliau tertidur. Kemudian mengalirlah dalam
memori Nabi saw berbagai gambar hidup: Jibril turun kepada beliau dengan
membawa wahyu di gua Hira. Beliau telah melewati waktu yang diberkati selama
dua puluh tiga tahun, yang sekarang tampak seperti mimpi. Bahkan empat puluh
tahun yang mendahuluinya tampak seperti gambar yang hanya dilukis sesaat.
Segala sesuatu menjadi mudah bagi Allah SWT dan
Rasulullah saw telah berhasil melalui berbagai penderitaan dengan penuh
kesabaran, bahkan beliau tidak pernah mengeluh sekali pun. Beliau mengajarkan
akidah kepada para pengikutnya dengan penuh kemantapan. Akhirnya, Islam menjadi
mulia dan benderanya semakin berkibar. Kemudian beliau bangun karena melihat
tangisan yang tersembunyi dari Aisyah. Beliau membuka kedua matanya dan melihat
wajah Aisyah sambil beliau sendiri berusaha melawan rasa pusing, demam, dan
sakit yang dirasakannya. Beliau kembali tersenyum untuk menenangkan Aisyah dan
beliau kembali memejamkan matanya dan tidak sadarkan diri. Apa gerangan yang
menyebabkan Aisyah menangis? Tidakkah Allah SWT memahkotai jihad Nabi saw yang
berat dengan penaklukan Mekah dan penyucian Baitul Haram?
Berbagai gambar hidup dan aktual melayang-layang dalam
memori Nabi saw. Beliau mengingat bagaimana tindakan orang Quraisy ketika
membantalkan perjanjian Hudaibiyah dan mereka memerangi Khaza'ah yang saat itu
bersekutu dengan kaum Muslim dan akhirnya mereka membunuh semua sekutu kaum
Muslim di Baitul Haram. Kemudian beliau berjalan bersama pasukan yang berjumlah
sepuluh ribu di mana semua pasukan telah siap, dan tentara Muslim turun dari
gunung Mekah laksana air bah yang tidak berhenti sedikit pun. Telah lewatlah
masa para pembawa tombak, panah, dan pedang; telah lewatiah masa di mana
Rasulullah saw memimpim pasukan yang di dalamnya terdapat kaum Muhajirin dan
Anshar. Di tengah-tengah pasukan besar tersebut yang berhasil menaklukkan
Mekah, Nabi saw menunggangi untanya dan beliau menundukkan kepalanya dengan
penuh rendah diri di hadapan Allah SWT sampai-sampai kepalanya hampir menyentuh
punggung unta yang dinaiki. Pintu Mekah terbuka untuk pasukan ini.
Para pemimpin Mekah dan pengikut-pengikut mereka
menyerahkan diri. Kalimat Allah SWT semakin meninggi di dalamnya. Nabi saw
memasuki Baitul Haram lalu beliau berkeliling di sekitar Ka'bah. Beliau
menghancurkan berbagai patung yang berbaris di sekitarnya, lalu beliau
memukulnya dengan kampaknya. Kemudian patung-patung itu berjatuhan dan hancur.
Setelah beliau membersihkan masjid dari berbagai patung dan mengembalikannya
sebagaimana yang diciptakan oleh Allah SWT sebagai rumah tauhid yang mutlak,
beliau menoleh kepada orang Quraisy dan memaafkan mereka dan mengajak mereka
untuk kembali ke jalan Allah SWT. Kemudian tibalah waktu salat, lalu Bilal naik
di atas punggung Ka'bah dan mengumandangkan Azan. Penduduk Mekah mende-ngarkan
panggilan baru ini di mana gemanya berputar-putar di antara gunung:
"Allah Maha Besar. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
selain Allah. Aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah. Marilah melaksanakan
salat. Marilah menuju keberuntungan. Allah Maha Besar. Tiada Tuhan selain
Allah."
Akhirnya, rumah itu dikembalikan kehormatannya dan
kemuliannya. Kemudian lagi-lagi arus berbagai gambar terlintas dalam memorinya:
itulah peperangan Hunain dengan kekalahannya, kemenangannya, dan ganimahnya;
Itulah Nabi saw yang memberikan ganimah terhadap orang-orang yang bergabung
dengan Islam hanya dua hari dari penduduk Mekah, dan mencegah untuk memberi
ganimah Hunaian kepada kaum Anshar yang telah memberikan segalanya untuk Islam.
Salah seorang di antara mereka berkata: "Demi Allah, Rasulullah saw telah
menemui kaumnya." Sa'ad bin 'Ubadah berjalan ke arah Rasulullah saw dan
memberitahunya bahwa kaum Anshar sedang marah. Rasul saw bertanya:
"Mengapa marah?" Sa'ad menjawab: "Mereka protes saat engkau
membagikan ganimah ini pada kaummu dan pada seluruh orang Arab namun mereka
tidak mendapatkan apa-apa." Rasulullah saw bertanya kepada Sa'ad bin
Ubadah: "Kamu sendiri bagaimana pendapatmu wahai Sa'ad?" Sa'ad
berkata: "Aku tidak lain kecuali seseorang dari kaumku." Rasulullah
saw berkata: "Kumpulkanlah kepadaku kaummu untuk masalah yang penting ini
dan jika kalian telah berkumpul, maka beritahulah aku."
Sa'ad mengumpulkan seluruh kaum Anshar lalu ia
memberitahu Rasul saw bahwa ia telah mengumpulkan mereka. Rasulullah saw keluar
menemui mereka dan berdiri di hadapan mereka sambil memuji Allah SWT dan
kemudian berkata: "Wahai orang-orang Anshar, tidakkah aku datang kepada
kalian saat kalian dalam keadaan sesat lalu Allah SWT memberikan petunjuk
kepada kalian, dan kalian menjadi orang-orang yang fakir lalu Allah SWT
memampukan kalian, dan kalian dalam keadaan bermusuhan lalu Allah SWT
menyatukan hati kalian?" Mereka menjawab: "Benar." Rasulullah
saw berkata: "Mengapa kalian tidak menjawab wahai kaum Anshar?"
Mereka berkata: "Apa yang kita akan katakan wahai Rasulullah dan dengan
apa kita akan menjawabnya. Sungguh segala karunia hanya milik Allah SWT dan
Rasul-Nya."
Rasulullah saw berkata: "Demi Allah, seandainya
kalian mau niscaya kalian akan mengatakan dan benar apa yang kalian katakan:
Engkau datang kepada kami sebagai seorang yang terusir, maka kami melingdungimu
dan engkau datang dalam keadaan miskin lalu kami menghiburmu dan engkau datang
dalam keadaaan ketakutan lalu kami mengamankanmu dan engkau datang dalam
keadaan teraniaya lalu kami menolongmu." Mereka berkata: "Segala puji
dan karunia bagi Allah SWT dan Rasul-Nya." Rasulullah saw berkata:
"Wahai kaum Anshar, apakah kalian akan marah terhadap harta yang telah aku
berikan kepada suatu kaum dengan harapan agar keimanan meresap dalam hati
mereka dan kalian justru melupakan karunia yang telah Allah SWT berikan kepada
kalian dalam bentuk nikmat Islam. Tidakkah kalian wahai kaum Anshar merasa puas
ketika manusia pergi untuk melakukan perjalanan di musim dingin sedangkan
kalian pergi dengan Rasulullah saw. Maka demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya,
seandainya manusia melalui suatu jalan dan kaum Anshar melalui jalan yang lain
niscaya aku akan melalui jalan kaum Anshar. Ya Allah, rahmatilah kaum Anshar
dan anak-anak kaum Anshar dan cucu kaum Anshar."
Mendengar doa itu, kaum tersebut menanggis sehingga
jenggot mereka terbasahi dengan air mata dan mereka berkata: "Kami rela
dengan Allah SWT sebagai Tuhan dan sangat puas dengan pembagian Rasulullah
saw." Kemudian Nabi saw pun meninggalkan mereka dan mereka pergi dalam
keadaan puas. Orang-orang Anshar memahami bahwa Muslim yang hakiki di dunia adalah
seorang yang datang di dunia untuk memberi, bukan untuk mengambil. Nabi saw
terbangun dan beliau mendapati dirinya sendirian di kamar. Suhu tubuh beliau
meningkat karena demam, lalu beliau memanggil Aisyah dan meminta kepadanya
untuk membawa air yang dapat digunakannya untuk mendinginkan tubuhnya. Aisyah
mulai menuangkan air kepada Rasulullah saw sampai demam beliau berangsur-angsur
sedikit menurun. Tampak bahwa waktu berlalu cukup lambat dan berat. Sakit
Rasulullah saw semakin meningkat.
Beliau mulai merasa bahwa tidak mampu lagi untuk salat
bersama para sahabat, lalu beliau memerintahkan Abu Bakar untuk salat bersama
mereka. Pada saat Nabi mengalami antara keadaan terjaga dan tidur, beliau
selalu berpikir apa gerangan yang belum disampaikannya kepada manusia. Beliau
telah menyampaikan segala sesuatu dan telah mengajari mereka segala sesuatu
serta telah meninggalkan sebuah Kitab yang siapa pun berpegangan dengannya ia
tidak akan sesat.
Rasul saw mulai mengantuk dan berbagai nostalgia
terlintas di kepalanya. Beliau melihat dirinya di haji Wada'. Selesailah
perjanjian yang diberikan kepada kaum musyrik dan mereka telah dilarang untuk
memasuki Masjidil Haram dan sekarang Nabi saw keluar sebagai pemimpin haji dan
mengajari kaum Muslim cara manasiknya. Rasulullah saw memperhatikan ribuan
orang-orang yang bertauhid saat mereka menuju Baitul Haram dalam keadaan
memenuhi panggilan Tuhan dan tunduk kepadanya. Mereka menghidupkan memori kakek
mereka, Ibrahim Khalilullah. Nabi saw berdiri dan berpidato di tengah-tengah
keramaian itu. Nabi saw mulai merasakan bahwa kehidupannya di dunia sebentar
lagi akan berakhir. Beliau mengetahui bahwa kafilah ini akan pergi sendirian
dalam menjalani kehidupan. Beliau kembali menanamkan nilai-nilai Islam dan
wasiat dakwah di jalan Allah SWT. Setelah berjuang selama dua puluh tiga tahun
menegakkan agama Allah SWT, beliau bertanya kepada mereka: "Apakah aku
telah menyampaikan amanat Tuhan?" Lalu manusia yang hadir saat itu
menyatakan bahwa beliau benar-benar telah menyampaikan dakwah. Beliau memanggil
Mu'ad bin Jabal dan mengajarinya bagaimana berdakwah kepada manusia di jalan
Allah SWT dan bagaimana mengenalkan agama kepada mereka.
Kemudian beliau berwasiat kepadaa Mu'ad saat ia
menunggangi kendaraannya sedangkan Rasulullah saw beijalan di sebelah untanya:
"Sesungguhnya orang yang paling utama di sisiku adalah orang-orang yang
bertakwa, siapa pun mereka dan di mana pun mereka." Nabi saw adalah rahmat
bagi semua manusia dan sebagal cermin yang tertinggi dari cermin persaudaraan
dan kepatuhan. Beliau menegakkan Al-Qur'an di tengah-tengah umat Islam namun
beliau menolak segala bentuk penampilan yang biasa melekat pada seorang
penguasa atau raja atau pemimpin apa pun. Beliau berkata kepada para
sahabatnya: "Aku hanya seorang hamba Allah SWT dan Rasul-Nya."
Beliau keluar menemui sekelompok sahabatnya lalu
sebagai bentuk penghormatan kepada beliau mereka berdiri. Kemudian beliau
memerintahkan kepada mereka agar tidak berdiri. Ketika beliau keluar untuk
menemui sahabat-sahabatnya dan murid-muridnya, maka beliau duduk bersama mereka
di tempat terakhir yang ditemukannya. Beliau sangat bersahabat dan ramah dengan
para sahabatnya, bahkan beliau bercanda dengan anak-anak mereka dan mendudukkan
mereka di ruangannya. Beliau memenuhi panggilan orang dewasa maupun anak-anak.
Beliau membesuk orang-orang yang sakit meskipun berada di tempat yang jauh.
Beliau menerima alasan orang yang mempunyai uzur. Beliau mendahului orang yang
ditemuinya dengan salam bahkan beliau mendahului berjabat tangan dengan para sahabatnya.
Ketika seseorang datang untuk menemuinya saat beliau
salat, maka beliau mempersingkat salatnya dan menanyakan keperluan orang itu.
Setelah menyelesaikan keperluan manusia, beliau kembali menyelesaikan
shalatnya. Beliau selalu menebar senyum kepada kawan dan lawan dan memiliki
kepribadian yang paling baik. Ketika beliau berada di rumahnya, beliau melayani
keluarganya. Beliau mencuci bajunya. Beliau memperbaiki sandalnya dan memberi
minum unta. Beliau makan bersama pembantu. Beliau memenuhi kebutuhan orang yang
lemah, orang yang sedih, dan orang yang miskin. Bahkan kebaikan beliau dan
kasih sayangnya sampai pada tingkat di mana beliau membiarkan cucunya menaiki
punggungnya saat beliau sedang shalat.
Kasih sayang beliau tidak hanya terbatas kepada manusia
bahkan juga tertuju pada binatang dan pohon. Beliau memberi makan binatang
dengan tangannya sendiri bahkan beliau pernah merawat anjing yang sakit. Beliau
memerintahkan pasukan Islam saat berperang demi menegakkan keadilan Islam agar
mereka tidak membunuh anak kecil, orang tua, kaum wanita dan hendaklah mereka
tidak mencabut pohon dan tidak pula merobohkan rumah.
Apa yang dibawa oleh Nabi saw bukan hanya suatu
undang-undang yang mengatur hubungan antara manusia dan manusia yang lain, dan
apa yang dibawa oleh Nabi saw bukan hanya berisi suatu sistem untuk
meningkatkan kualitas kehidupan dan kemajuannya, ini semua adalah hal relatif
namun beliau datang dengan membawa peradaban yang abadi yang mengatur hubungan
antara manusia dan alam, dan mengembalikan keserasian di alam wujud sehingga
semua berjalan secara seimbang dan mencapai kesempurnaan menuju Allah SWT.
Meskipun pada titik terakhir dari kehidupannya, beliau masih sibuk mengurusi
masa depan dakwah dan beliau sangat cemas terhadap masa depan agama dan sangat
peduli dengan problema kaum Muslim. Beliau khawatir suatu saat Islam hanya
tinggal namanya namun hakikatnya telah lenyap. Namun sebelum beliau meninggal,
Allah SWT telah memperlihatkan kepada beliau sesuatu yang membuat hati beliau
menjadi tenang. Dan di hari Senin dari bulan Rabiul Awal yang mulia, beliau
kembali kepada Tuhannya dalam keadaan ridha dan diridhai.
Jika ingin
lanjut membaca tentang ksisah nabi muhammad Saw berbicara dengan syetan. Lanjut artikel di bawah ini :
Dari Muadz
bin Jabal dari Ibn Abbas: Ketika kami
sedang bersama Rasulullah SAW di kediaman seorang sahabat Anshar, tiba - tiba
terdengar panggilan seseorang dari luar rumah: "Wahai penghuni rumah,
bolehkah aku masuk?
Sebab kalian
akan membutuhkanku. " Rasulullah bersabda :
"Tahukah kalian siapa yang
memanggil?"
Kami
menjawab : "Allah dan rasulNya yang lebih tahu."
Beliau melanjutkan, "Itu iblis, laknat Allah
bersamanya." Umar bin Khattab berkata: "Izinkan aku membunuhnya
wahai Rasulullah" Nabi menahannya :" Sabar wahai Umar,
bukankah kamu tahu bahwa Allah memberinya kesempatan hingga hari kiamat?
Lebih baik bukakan pintu untuknya, sebab dia telah diperintahkan untuk ini,
fahamilah apa yang hendak ia katakan dan dengarkan dengan baik.
" Ibnu
Abbas RA berkata: Pintu lalu dibuka, ternyata dia seperti seorang tua yang cacat satu
matanya. Di janggutnya terdapat 7 helai rambut seperti rambut kuda, taringnya
terlihat seperti taring babi, bibirnya seperti bibir sapi..
Iblis
berkata: "Salam untukmu Muhammad.... Salam untukmu para hadirin..."
Rasulullah
SAW lalu menjawab : "Salam hanya milik Allah SWT, sebagai mahluk
terlaknat, apa keperluanmu? "
Iblis
menjawab : "Wahai Muhammad, aku datang ke sini bukan atas kemauanku, namun
kerana terpaksa." "Siapa yang memaksamu? "
"Seorang
malaikat utusan Allah mendatangiku dan berkata: "Allah SWT memerintahkanmu
untuk mendatangi Muhammad sambil menundukkan diri. Beritahu Muhammad tentang
caramu dalam menggoda manusia. Jawablah dengan jujur semua pertanyaannya. Demi
kebesaran Allah, andai kau berdusta satu kali saja, maka Allah akan jadikan
dirimu debu yang ditiup angin."
"Oleh kerana itu aku sekarang
mendatangimu. Tanyalah apa yang hendak kau tanyakan. Jika aku berdusta, aku
akan dicaci oleh setiap musuhku. Tidak ada sesuatu pun yang paling besar
menimpaku daripada cacian musuh." Orang Yang Dibenci Iblis Rasulullah SAW
lalu bertanya kepada Iblis: "Kalau kau benar jujur, siapakah
manusia yang paling kau benci?" Iblis segera menjawab: "
Kamu, kamu dan orang sepertimu adalah mahkluk Allah yang paling aku
benci." "Siapa selanjutnya? " "Pemuda yang bertakwa yang
memberikan dirinya mengabdi kepada Allah SWT."
"Lalu
siapa lagi?" "Orang Alim dan wara' (Loyal)"
" Lalu
siapa lagi?" "Orang yang selalu bersuci."
"Siapa
lagi?" "Seorang fakir yang sabar dan tak pernah mengeluhkan kesulitannnya
kepada orang lain."
"Apa tanda kesabarannya? " "
Wahai Muhammad, jika ia tidak mengeluhkan kesulitannya kepada orang lain selama
3 hari, Allah akan memberi pahala orang - orang yang sabar."
"Selanjutnya apa?" "Orang kaya yang bersyukur."
"Apa
tanda kesyukurannya ?" "Ia mengambil kekayaannya dari
tempatnya, dan mengeluarkannya juga dari tempatnya ."
"Orang seperti apa Abu Bakar
menurutmu?" "Ia tidak pernah menurutiku di masa jahiliyah, apalagi dalam
Islam."
"Umar bin
Khattab?" "Demi Allah setiap berjumpa dengannya aku pasti kabur. "
"Usman bin Affan?" "Aku
malu kepada orang yang malaikat pun malu kepadanya ."
"Ali
bin Abi Thalib?" " Aku berharap darinya agar kepalaku
selamat, dan berharap ia melepaskanku dan aku melepaskannya. Tetapi ia tak akan
mahu melakukan itu." (Ali bin Abi Thalib selau berdzikir terhadap
Allah SWT) Amalan Yang Dapat Menyakiti Iblis
"Apa yang kau rasakan jika melihat
seseorang dari umatku yang hendak solat?" "Aku merasa panas dingin dan
gementar. "
"Kenapa?"
"Sebab,
setiap seorang hamba bersujud 1x kepada Allah, Allah mengangkatnya 1
darjat." "Jika seorang umatku berpuasa?"
"Tubuhku
terasa terikat hingga ia berbuka ." "Jika ia berhaji?"
"Aku
seperti orang gila. " "Jika ia membaca al-Quran?" "Aku
merasa meleleh laksana timah di atas api." "Jika ia
bersedekah?" "Itu sama saja orang tersebut membelah tubuhku dengan
gergaji." "Mengapa jadi begitu? "
"Sebab dalam sedekah ada 4 keuntungan
baginya... Iaitu keberkahan dalam hartanya, hidupnya disukai, sedekah itu kelak
akan menjadi hijab antara dirinya dengan api neraka dan segala macam musibah
akan terhalau dari dirinya."
"Apa
yang dapat mematahkan pinggangmu?" "Suara kuda perang di jalan
Allah."
"Apa yang dapat melelehkan tubuhmu?"
"Taubat
orang yang bertaubat."
"Apa
yang dapat membakar hatimu?" "Istighfar di waktu siang dan
malam."
"Apa
yang dapat mencoreng wajahmu?" "Sedekah yang diam - diam.
"
"Apa
yang dapat menusuk matamu?" "Solat fajar."
"Apa
yang dapat memukul kepalamu? " "Solat berjamaah."
"Apa
yang paling mengganggumu? " "Majlis para ulama."
"Bagaimana
cara makanmu?" "Dengan tangan kiri dan jariku."
"Dimanakah
kau menaungi anak - anakmu di musim panas?" "Di bawah kuku manusia."
Manusia Yang Menjadi Teman Iblis Nabi lalu bertanya : "Siapa temanmu wahai
Iblis?" "Pemakan riba."
"Siapa
sahabatmu?" "Penzina."
"Siapa
teman tidurmu?" "Pemabuk.."
"Siapa
tamumu? " "Pencuri."
"Siapa
utusanmu?" "Tukang sihir."
"Apa
yang membuatmu gembira?" "Bersumpah dengan cerai."
"Siapa
kekasihmu? " "Orang yang meninggalkan solat jumaat"
"Siapa manusia yang paling
membahagiakanmu? " "Orang yang meninggalkan solatnya
dengan sengaja."
Iblis Tidak Berdaya Di hadapan Orang Yang
Ikhlas Rasulullah SAW lalu bersabda :
"Segala puji bagi Allah yang telah
membahagiakan umatku dan menyengsarakanmu. " Iblis segera menimpali
:"
Tidak , tidak.. Tak akan ada kebahagiaan
selama aku hidup hingga hari akhir. Bagaimana kau boleh berbahagia dengan
umatmu, sementara aku boleh masuk ke dalam aliran darah mereka dan mereka tak
boleh melihatku. Demi yang menciptakan diriku dan memberikan ku kesempatan
hingga hari akhir, aku akan menyesatkan mereka semua. Baik yang bodoh, atau yang
pintar, yang boleh membaca dan tidak boleh membaca, yang durjana dan yang
soleh, kecuali hamba Allah yang ikhlas."
"Siapa orang yang ikhlas menurutmu ?"
"Tidakkah kau tahu wahai Muhammad, bahawa barang siapa yang menyukai emas
dan perak, ia bukan orang yang ikhlas. Jika kau lihat seseorang yang tidak
menyukai dinar dan dirham, tidak suka pujian dan sanjungan, aku boleh pastikan
bahawa ia orang yang ikhlas, maka aku meninggalkannya. Selama seorang hamba
masih menyukai harta dan sanjungan dan hatinya selalu terikat dengan kesenangan
dunia, ia sangat patuh padaku."
Iblis
Dibantu oleh 70000 anak - anaknya Tahukah kamu Muhammad, bahawa aku mempunyai
70000 anak.. Dan setiap anak memiliki 70000 syaitan. Sebahagian ada yang aku
tugaskan untuk mengganggu ulama. Sebahagian untuk menggangu anak - anak muda,
sebahagian untuk menganggu orang - orang tua, sebahagian untuk menggangu wanita
- wanita tua, sebahagian anak - anakku juga aku tugaskan kepada para Zahid. Aku
punya anak yang suka mengencingi telinga manusia sehingga ia tidur pada solat
berjamaah. Tanpanya, manusia tidak akan mengantuk pada waktu solat berjamaah.
Aku punya anak yang suka menaburkan sesuatu di mata orang yang sedang
mendengarkan ceramah ulama hingga mereka tertidur dan pahalanya terhapus. Aku
punya anak yang senang berada di lidah manusia, jika seseorang melakukan
kebajikan lalu ia khabarkan kepada manusia, maka 99% pahalanya akan terhapus.
Pada setiap seorang wanita yang berjalan, anakku dan syaitan duduk di pinggul
dan pahanya, lalu menghiasinya agar setiap orang memandanginya. Syaitan juga
berkata, "Keluarkan tanganmu", lalu ia mengeluarkan tangannya lalu
syaitan pun menghiasi kukunya. Mereka, anak - anakku selalu meyusup dan berubah
dari satu tempat ke tempat lainnya, dari satu pintu ke pintu yang lainnya untuk
menggoda manusia hingga mereka terhempas dari keikhlasan mereka. Akhirnya
mereka menyembah Allah tanpa ikhlas, namun mereka tidak merasa. Tahukah kamu,
Muhammad? Bahawa ada rahib yang telah beribadat kepada Allah selama 70 tahun.
Setiap orang sakit yang didoakan olehnya, sembuh seketika. Aku terus menggodanya
hingga ia berzina, membunuh dan kufur. Cara Iblis Menggoda Tahukah kau
Muhammad, dusta berasal dari diriku? Akulah makhluk pertama yang berdusta.
Pendusta adalah sahabatku. Barangsiapa bersumpah dengan berdusta, ia kekasihku.
Tahukah kau Muhammad? Aku bersumpah kepada Adam dan Hawa dengan nama Allah
bahawa aku benar-benar menasihatinya. Sumpah dusta adalah kegemaranku. Ghibah
(gosip) dan Namimah (adu domba) kesenanganku. Kesaksian palsu kegembiraanku.
Orang yang bersumpah untuk menceraikan isterinya ia berada di pinggir dosa
walau hanya sekali dan walaupun ia benar. Sebab barang siapa membiasakan dengan
kata - kata cerai, isterinya menjadi haram baginya. Kemudian ia akan beranak
cucu hingga hari kiamat. Jadi semua anak - anak zina dan ia masuk neraka hanya
kerana satu kalimat, CERAI. Wahai Muhammad, umatmu ada yang suka lalai semasa
solat. Setiap ia hendak berdiri untuk solat, aku bisikan padanya waktu masih
lama, kamu masih sibuk, lalu ia manundanya hingga ia melaksanakan solat di luar
waktu, maka solat itu dipukulkannya kemukanya. Jika ia berhasil mengalahkanku,
aku biarkan ia solat. Namun aku bisikkan ke telinganya 'lihat kiri dan
kananmu', Dia pun menoleh. Pada masa itu aku usap dengan tanganku dan kucium
keningnya serta aku katakan 'solatmu tidak sah'. Bukankah kamu tahu Muhammad,
orang yang banyak menoleh dalam solatnya akan dipukul. Jika ia solat sendirian,
aku suruh dia untuk bergegas. Dia pun solat seperti ayam yang mematuk beras.
Jika dia berhasil mengalahkanku dan dia solat berjamaah, aku ikat lehernya
dengan tali, hingga dia mengangkat kepalanya sebelum imam, atau meletakkannya
sebelum imam. Kamu tahu bahawa melakukan itu batal shalatnya dan wajahnya akan
dirubah menjadi wajah keldai. Jika dia berhasil mengalahkanku, aku tiup
hidungnya hingga dia menguap dalam solat. Jika ia tidak menutup mulutnya ketika
menguap, syaitan akan masuk ke dalam dirinya, dan membuatnya menjadi bertambah
serakah dan gila dunia. Dan diapun semakin taat padaku. Kebahagiaan apa
untukmu, sedang aku memerintahkan orang miskin agar meninggalkan solat. Aku
katakan padanya, 'kamu tidak wajib solat, solat hanya wajib untuk orang yang
berkemampuan dan sihat. Orang sakit dan miskin tidak, jika kehidupanmu telah
berubah baru kau solat.' Dia pun mati dalam kekafiran. Jika dia mati sambil
meninggalkan solat maka Allah akan menemuinya dalam kemurkaan. Wahai Muhammad,
jika aku berdusta Allah akan menjadikanku debu. Wahai Muhammad, apakah kau akan
bergembira dengan umatmu padahal aku mengeluarkan seperenam mereka dari islam?
10 Permintaan Iblis kepada Allah SWT "Berapa yang kau pinta dari
Tuhanmu?" "10 macam" "Apa saja?" Aku minta agar Allah
membiarkanku berbagi dalam harta dan anak manusia, Allah mengizinkan. Allah
berfirman, "Berbagilah dengan manusia dalam harta dan anak. Dan janjikanlah
mereka, tidaklah janji syaitan kecuali tipuan." (QS Al- Isra :64) Harta
yang tidak dizakatkan, aku makan darinya. Aku juga makan dari makanan haram dan
yang bercampur dengan riba, aku juga makan dari makanan yang tidak dibacakan
nama Allah. Aku minta agar Allah membiarkanku ikut bersama dengan orang yang
berhubungan dengan isterinya tanpa berlindung dengan Allah, maka syaitan ikut
bersamanya dan anak yang dilahirkan akan sangat patuh kepada syaitan. Aku minta
agar boleh ikut bersama dengan orang yang menaiki kenderaan bukan untuk tujuan
yang halal. Aku minta agar Allah menjadikan bilik mandi sebagai rumahku. Aku
minta agar Allah menjadikan pasar sebagai masjidku. Aku minta agar Allah
menjadikan syair sebagai Quranku. Aku minta agar Allah menjadikan pemabuk
sebagai teman tidurku. Aku minta agar Allah memberikanku saudara , maka Ia
jadikan orang yang membelanjakan hartanya untuk maksiat sebagai saudaraku.
Allah berfirman, "Orang - orang boros adalah saudara - saudara syaitan.
" (QS Al-Isra : 27) Wahai Muhammad, aku minta agar Allah membuatku boleh
melihat manusia sementara mereka tidak boleh melihatku. Dan aku minta agar
Allah memberiku kemampuan untuk mengalir dalam aliran darah manusia. Allah
menjawab, "Silakan", aku bangga dengan hal itu hingga hari kiamat.
Sebahagian besar manusia bersamaku di hari kiamat. Iblis berkata : "Wahai
muhammad, aku tak bolej menyesatkan orang sedikitpun, aku hanya boleh
membisikan dan menggoda." Jika aku boleh menyesatkan, tak akan tersisa
seorangpun. Sebagaimana dirimu, kamu tidak boleh memberi hidayah sedikitpun,
engkau hanya rasul yang menyampaikan amanah. Jika kau boleh memberi hidayah,
tak akan ada seorang kafir pun di muka bumi ini. Kau hanya boleh menjadi
penyebab untuk orang yang telah ditentukan sengsara. Orang yang bahagia adalah
orang yang telah ditulis bahagia sejak di perut ibunya. dan orang yang sengsara
adalah orang yang telah ditulis sengsara semenjak dalam kandungan ibunya.
Rasulullah SAW lalu membaca ayat : "Mereka akan terus berselisih kecuali
orang yang dirahmati oleh Allah SWT " (QS Hud :118 - 119) Juga membaca,
" Sesungguhnya ketentuan Allah pasti berlaku" (QS Al-Ahzab : 38)
Iblis lalu berkata : " Wahai Rasul Allah takdir telah ditentukan dan pena
takdir telah kering. Maha Suci Allah yang menjadikanmu pemimpin para nabi dan
rasul, pemimpin penduduk surga, dan yang telah menjadikan aku pemimpin
makhluk-makhluk celaka dan pemimpin penduduk neraka. aku si celaka yang
terusir, ini akhir yang ingin aku sampaikan kepadamu. Dan aku tak
berbohong."
Sekian, artikel ini. terima kasih
atas kunjungannya. Sampai jumpa.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar