SUNAN BONANG
SUNAN BONANG
1. Asal usul Sunan Bonang
Dari berbagai sumber disebutkan
bahwa Sunan Bonang itu nama aslinya adalah Syekh Maulana Makdum Ibrahim. Putera
Sunan Ampel dan Dewi Condrowati yang sering disebut Nyai Ageng Manila.
Ada yang mengatakan Dewi Condrowati itu adalah puteri Prabu Kertabumi. Dengan
demikian Raden Makdum adalah seorang Pangeran Majapahit karena ibunya adalah
puteri Raja Majapahit dan ayahnya menantu Raja Majapahit.
Sebagai seorang wali yang
disegani dan dianggap Mufti atau pemimpin agama se tanah jawa, tentu saja Sunan
Ampel mempunyai ilmu yang sangat tinggi. Sejak kecil Raden Makdum Ibrahim sudah
diberi pelajaran agama Islam secara tekun dan disiplin.
Sudah bukan rahasia bahwa latihan
atau riadha para wali itu lebih berat daripada orang awam. Raden Makdum Ibrahim
adalah calon wali yang besar, maka Sunan Ampel sejak dini juga mempersiapkan
sebaik mungkin.
Disebutkan dari berbagai literatur bahwa Raden Makdum Ibrahim dan
Raden Paku sewaktu masih remaja meneruskan pelajaran agama Islam ke tanah
seberang yaitu negeri Pasai. Keduanya menambah pengetahuan kepada Syekh Awwalul
Islam atau ayah kandung dari Sunan Giri, juga belajar kepada para ulama besar
yang banyak menetap di Negeri Pasai. Seperti ulama tasawuf yang berasal dari
bagdad, Mesin, Arab dan Parsi atau Iran.
Sesudah belajar di negeri Pasai
Raden Makdum Ibrahim dan Raden Paku pulang ke jawa. Raden paku kembali ke Gresik,
mendirikan pesantren di Giri sehingga terkenal sebagai Sunan Giri.
Raden Makdum Ibrahim
diperintahkan Sunan Ampel untuk berdakwah di daerah Lasem, Rembang, Tuban dan
daerah Sempadan Surabaya.
2. Bijak dalam Berdakwah
Dalam berdakwah Raden Makdum
Ibrahim ini sering mempergunakan kesenian rakyat untuk menarik simpati mereka,
yaitu berupa seperangkat gamelan yang disebut Bonang. Bonang adalah sejenis
kuningan yang ditonjolkan dibagian tengahnya. Bila benjolan itu dipukul dengan
kayu lunak timbulah suara yang merdu di telinga penduduk setempat.
Lebih-lebih bila Raden Makdum
Ibrahim sendiri yang membunyikan alat musik itu, beliau adalah seorang wali yang mempunyai
cita rasa seni yang tinggi, sehingga apabila beliau bunyikan pengaruhnya sangat
hebat bagi pendengarnya.
Setiap Raden Makdum Ibrahim
membunyikan Bonang pasti banyak penduduk yang datang ingin mendengarnya. Dan
tidak sedikit dari mereka yang ingin belajar membunyikan Bonang sekaligus
melagukan tembang-tembang ciptaan Raden Makdum Ibrahim. Begitulah siasat Raden
Makdum Ibrahim yang dijalankan penuh kesabaran. Setelah rakyat berhasil direbut
simpatinya tinggal mengisikan saja ajaran agama Islam kepada mereka.
Tembang-tembang yang
diajarkan Raden Makdum Ibrahim adalah tembang yang berisikan ajaran agama
Islam. Sehingga tanpa terasa penduduk sudah mempelajari agama Islam dengan
senang hati, bukan dengan paksaan.
Murid-murid Raden Makdum Ibrahim
ini sangat banyak, baik yang berada di Tuban, Pulau Bawean, Jepara, Surabaya
maupun Madura. Karena beliau sering mempergunakan Bonang dalam berdakwah maka
masyarakat memberinya gelar Sunan Bonang.
3. Karya Satra
Beliau juga menciptakan karya
sastra yang disebut Suluk. Hingga sekarang karya sastra Sunan Bonang itu
dianggap sebagai karya sastra yang sangat hebat, penuh keindahan dan makna
kehidupan beragama. Suluk Sunan Bonang disimpan rapi di perpustakaan
Universitas Leiden, Belanda.
Suluk berasal dari bahasa Arab
“Salakattariiqa” artinya menempuh jalan (tasawuf) atau tarikat. Ilmunya sering
disebut Ilmu Suluk. Ajaran yang biasanya disampaikan dengan sekar atau tembang
disebut Suluk, sedangkan bila diungkapkan secara biasa dalam bentuk prosa
disebut wirid.
4. Kuburnya ada dua
Sunan Bonang sering berdakwah
keliling hingga usia lanjut. Beliau meninggal dunia pada saat berdakwah di
Pulau Bawean.
Berita segera disebarkan ke
seluruh tanah jawa. Para murid berdatangan dari segala penjuru untuk berduka
cita dan memberikan penghormatan yang terakhir.
Murid-murid yang berada di Pulau
Bawean hendak memakamkan beliau di Pulau Bawean. Tetapi murid yang berasal dari
Madura dan Surabaya menginginkan jenasah beliau dimakamkan di dekat ayahnya
yaitu Sunan Ampel di Surabaya. Dalam hal memberikan kain kafan pembungkus
jenasah mereka pun tak mau kalah. Jenasah yang sudah dibungkus dengan kain
kafan milik orang bawean masih ditambah lagi dengan kain kafan dari Surabaya.
Pada malam harinya, orang-orang
Madura dan Surabaya menggunakan ilmu sirep untuk membikin ngantuk orang-orang
Bawean dan Tuban. Lalu mengangkut jenasah Sunan Bonang kedalam kapal dan hendak
dibawa ke Surabaya. Karena tindakannya tergesa-gesa kain kafan jenasah
tertinggal satu.
Kapal layar segera bergerak ke
arah Surabaya, tetapi ketika berada diperairan Tuban tiba-tiba kapal yang
dipergunakan tidak bisa bergerak akhirnya jenasah Sunan Bonang dimakamkan di
Tuban yaitu sebelah barat Mesjid Jami’ Tuban.
Sementara kain kafannya yang
ditinggal di Bawean ternyata juga ada jenasahnya. Orang-orang Bawean pun
menguburkannya dengan penuh khidmat.
Dengan demikian ada dua jenasah
Sunan Bonang, inilah karomah atau kelebihan yang diberikan Allah kepada beliau.
Dengan demikian tak ada permusuhan diantara murid-muridnya.
Sunan Bonang wafat pada tahun
1525 M. Makam yang dianggap asli adalah yang berada dikota Tuban sehingga
sampai sekarang makam itu banyak yang diziarahi orang dari segala penjuru tanah air.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar